Mohon tunggu...
PK SANHAN LAN RI
PK SANHAN LAN RI Mohon Tunggu... -

Pusat Kajian Sistem Administrasi Negara dan Hukum Administrasi Negara / Deputi Kajian Kebijakan / Lembaga Administrasi Negara RI

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pungutan Zakat 2,5 Persen terhadap ASN Muslim

9 Oktober 2018   09:15 Diperbarui: 9 Oktober 2018   11:59 452
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemerintah melalui Kementerian Agama sebagai lembaga yang diberikan kewenangan untuk mengatur dan mengelola zakat secara nasional melalui Instruksi Presiden No 3 tahun 2014 tentang Optimalisasi Pengumpulan Zakat berencana melakukan berbagai upaya pengoptimalan sumber-sumber penerimaan zakat salah satunya melalui wacana penerbitan Perpres tentang Optimalisasi Mekanisme Pengumpulan Zakat melalui pemotongan gaji ASN. 

Zakat merupakan aturan dalam hukum syariat Islam yang tidak bersifat wajib, melainkan sukarela setelah terpenuhi nisab dan haulnya. 

Dari wacana ini akan muncul permasalahan tentang hukum negara yang mengatur dalam ranah hukum syariat, padahal Indonesia bukan negara syariat; 

Kedua adalah adanya perbedaan kemampuan dan kebutuhan ASN muslim dalam membayar zakat akan menimbulkan perdebatan baru, siapa ASN yang dikenakan kewajiban dan siapa ASN yang sukarela dalam membayar zakat; 

Ketiga adalah apakah hukum negara yang digunakan dalam menetapkan aturan zakat dan pengelolaan zakat telah sesuai dengan hukum syariat, bagaimana menyeleraskannya?, ketiga permasalahan tersebut di atas yang akan terus membayangi wacana Perpres tentang Zakat ini.

Wacana pemotongan gaji ASN untuk zakat, dari sisi pemerintah lebih melihat potensi ekonomi dari nilai zakat yang dipotong dari gaji ASN muslim dimana diharapkan dapat mendukung pemerataan kesejahteraan rakyat dan penanggulangan kemiskinan. 

Besaran nilai yang bisa dikumpulkan menurut Kementerian Agama diperkirakan dapat mencapai Rp 10 triliun per tahun bahkan bisa lebih. Sedangkan saat ini, BAZNAS baru bisa menghimpun Rp 6 miliar per tahun. 

Akan tetapi, jangan sampai pemerintah hanya melihat dari sisi keuntungan ekonomi saja. Tujuan pemerintah dari pemotongan zakat sebagai pemerataan kesejahteraan rakyat dan penanggulangan kemiskinan pun perlu dioptimalkan dalam penyaluran dan pemanfaatannya serta publikasi yang intensif pada masyarakat untuk mewujudkan keterbukaan informasi publik.

Secara garis besar kebijakan pemerintah  tentang Perpres Zakat bagi ASN Muslim belum tepat untuk diatur dalam sebuah kebijakan Perpres, melainkan cukup dengan peraturan yang lama yang lebih di optimalisasikan dalam manajemen pengumpulan zakat dan pemanfaatannya.  

Jika ingin melakukan pemotongan zakat terhadap ASN, hendaknya aturan tersebut tidak menjadi aturan wajib yang diatur dalam hukum formal pemerintah, melainkan merupakan kesadaran yang muncul dari pelaksanaan hukum syariat umat Islam. 

Disamping itu pemerintah harus memiliki data tentang berapa jumlah ASN yang duduk di Eselon, I,II,III, dan IV dan jumlah fungsional tertentu. Pemerintah juga harus mempersiapkan database tentang jumlah penghasilan dan tunjangan yang diterima oleh masing-masing ASN dengan disesuaikan Jabatan yang dipegangnya. 

Kemudian pemerintah juga harus mempunyai data jumlah simpanan masing-masing ASN yang telah tersimpan selama satu tahun, hal ini untuk memenuhi syarat rukun zakat dalam sayriat Islam yaitu Nisab dan Haul.  

Kejelasan peruntukkan penggunaan dana yang dikemas oleh BAZNAS/LAZ dalam bentuk program-program pemberdayaan umat dan kesejahteraan umat, akan memberikan kenyamanan dan kepercayaan bagi para penunai zakat.  

Implikasi dari pemotongan zakat pada ASN muslim nantinya juga dapat mengurangi jumlah pajak penghasilan yang dipungut oleh pemerintah. Hal ini dikarenakan zakat adalah komponen pengurang penghasilan kena pajak (PKP) sebagai dasar perhitungan pajak penghasilan. 

Sebagaimana diatur dalam PP No. 60 Tahun 2010 bahwa zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib dikurangkan dari penghasilan bruto atau penghasilan kena pajak. 

Yang artinya, jumlah pendapatan pemerintah dari pajak pun akan berkurang. Dalam hal ini, pemerintah juga harus memperhatikan bahwa setiap zakat yang dipotong dari gaji ASN, harus dikonversikan juga sebagai bagian dari pajak penghasilan ASN.

Perlu juga Pemerintah melalui Kementerian Agama menata sumbangan yang berasal dari ASN non Muslim yang dapat dianalogikan dengan zakat, agar jika potongan zakat diberlakukan kepada Pegawai ASN Muslim, juga diberlakukan pula pada Pegawai ASN non Muslim berupa sumbangan dengan tekhnis yang tepat dan tidak bertentangan dengan hukum.

Rekomendasi

Pemungutan zakat terhadap ASN Muslim di Indonesia masih perlu dipertimbangkan ulang oleh pemerintah untuk dilaksanakan. Beberapa rekomendasi yang dapat disampaikan adalah sebagai berikut:

  1. Pemerintah melalui Kementerian Agama seyogyanya meninjau kembali rencana pemotongan zakat dari gaji ASN dengan memperhatikan regulasi yang ada dan manfaat dari kebijakan tersebut. untuk menghindari polemik di masyarakat khususnya di kalangan ASN. 
  2. Perlu ditinjau kembali tentang aturan hukum formal negara yang mengatur kegiatan yang ada dalam sebuah hukum syariat Islam, bagaimana ketentuan-ketentuan hukum formal tidak menyalahi aturan dalam hukum syariat bagaimana penyesuaian dapat dilakukan. 
  3. Pemerintah hendaknya membuat database tentang ASN menurut pangkat dan jabatan, Penghasilan ASN dan jumlah simpanan ASN, untuk dapat menerapkan aturan zakat bagi ASN.
  4. Optimalisasi dan revitalisasi BAZNAZ/LAZ dengan program-program penyaluran dan pemanfaatan zakat yang transparan dan modern untuk dapat membangun kepercayaan dan amanah umat Islam.

Referensi:

  1. Ahmad Azhar Basyir, Hukum Zakat, Jakarta; Majelis Pustaka Pimpinan Pusat Muhammadiyah
  2. Amiruddin K, 2015. Model-Model Pengelolaan Zakat di Dunia Muslim. AHKAM, Volume 3, Nomor 1, Juli 2015: 139-166.
  3. Irfan Syauqi, 2009.Analisis Peran Zakat dalam Mengurangi Kemiskinan : Studi Kasus Dompet Dhuafa Republika. Jurnal Pemikiran dan Gagasan -- Vol II.
  4. Yusuf Qardhawi, Fiqhuz Zakat, diterjemahkan oleh Salman Harun 'Hukum Zakat" Jakarta, PT. Litrea Antarnusa. 2011.
  5. Suyitno, Hery J, Adib, Anatomi fiqh Zakat, Pustaka Pelajar; Yogyakarta, 2005.
  6. T.M Hasbi Ash-Shiddieqy, Pedoman Zakat,Jakarta; P.T. Bulan Bintang 1984.
  7. www. Pusat.baznas.go.id.2018.

 Penulis: 

Riyadi Sri Purnomo, Analis Kebijakan pada Pusat Kajian Sistem Administrasi Negara dan Hukum Administrasi Negara 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun