Mohon tunggu...
Sang Wicara
Sang Wicara Mohon Tunggu... -

Pada mulanya adalah sabda

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menimbang Pasangan Pejuang vis a vis Irau

19 September 2015   15:07 Diperbarui: 19 September 2015   15:07 579
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Irianto Lambrie boleh dibilang sebagai representasi Kalimantan Timur, agar terus menguasai wilayah Kalimantan Utara demi meneruskan penguasaan atas kekayaan alamnya. Karena kepentingan ini Irianto memiliki dukungan sumber daya yang cukup besar untuk kampanye politiknya. Untuk menggalang partai-partai politik yang besar dan banyak, sampai menyewa konsultan politik berkaliber nasional, yang tampangnya sering kita lihat di layar kaca, yang bisa jadi, mereka tidak memiliki pemahaman yang memadai akan riwayat Provinsi Kaltara, juga riwayat politik Irianto Lambrie sendiri. Tidak heran juga, karena besarnya kepentingan penguasaan atas kekayaan alam Kaltara, Irianto bersedia juga (maaf!) menjilat ludahnya sendiri secara terbuka.

Udin Hianggio yang mendampinginya boleh dibilang adalah tokoh yang menyebrang dari Kaltara ke Kaltim, karena ia bukanlah tokoh yang diterima secara luas di Kota Tarakan, apalagi Kaltara. Bukti penolakan masyarakat Kaltara atas ketokohan Udin adalah tidak adanya dukungan terhadap Udin Hianggio pada Pilkada Kota Tarakan 2014.

Sementara Jusuf SK, hanya bisa bertumpu kepada aspirasi masyarakat dan tetap menjaga kebersamaan dengan masyarakat Kaltara. Jusuf SK dan Marthin Billa hanya bisa menggalang jiwa kerelawanan masyarakat Kaltara, karena apa yang diperjuangkan oleh kedua tokoh ini adalah untuk masyarakat Kaltara sendiri. Seperti Indonesia yang harus merdeka agar bisa dipimpin oleh pemimpin bangsa Indonesia sendiri agar segala kekayaan alam di bumi Indonesia bisa dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat Indonesia. Begitu juga Kaltara. Jika bisa dipimpin oleh tokoh-tokoh Kaltara sendiri maka seluruh kekayaan alam Kaltara tentulah bisa dipergunakan sebesar-besarnya bagi kepentingan masyarakat Kaltara agar bisa memajukan dan menyejahterakan diri sesuai haknya.

Jika Indonesia yang secara de facto telah merdeka pada 17 Agustus 1945 dan secara de jure baru mendapatkan kedaulatan penuh pada 27 Desember 1949, melalui Perjanjian Meja Bundar, semoga Kaltara yang secara de facto telah lahir sebagai sebuah provinsi baru pada 25 Oktober 2012 bisa mendapatkan hak penuh pula untuk dipimpin oleh tokoh-tokoh Kaltara sendiri pada 9 Desember 2015, melalui proses Pilkada yang demokratis, jujur, adil, dan bebas dari kecurangan.

Akhirnya, Pilkada Kaltara bukanlah semata-mata proses administrasi politik di bawah judul demokrasi, tapi jauh lebih penting dari urusan itu. Pilkada Kaltara adalah tahap sejarah yang sangat penting bagi provinsi yang baru beridiri secara de facto ini. Apakah Kaltara akan benar-benar berdiri sebagai provinsi baru yang benar-benar otonom atau ia akan tetap menjadi sekadar ladang eksploitasi kepentingan politik dan bisnis di luar dirinya. Semuanya ditentukan oleh warga provinsi Kaltara sendiri yang telah memiliki hak pilih. Dan pilihan warga Kaltara ini sangat ditentukan oleh kemampuan mengingat melawan lupa. Jika warga Kaltara ingat siapa tokoh-tokoh yang memerjuangkan lahirnya Kaltara, dan ingat pula siapa tokoh-tokoh yang menghambatnya, tentulah tidak akan salah dalam memilih gubernurnya. (Bersambung)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun