Mohon tunggu...
Sang Wicara
Sang Wicara Mohon Tunggu... -

Pada mulanya adalah sabda

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menimbang Pasangan Pejuang vis a vis Irau

19 September 2015   15:07 Diperbarui: 19 September 2015   15:07 579
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jusuf SK sadar bahwa cita-cita perjuangan berdirinya Provinsi Kaltara tidak akan pernah bisa terwujud jika tidak ada aspirasi besar masyarakat Kaltara yang digalang secara politik. Mulailah ia menemui elite-elite partai politik di Jakarta. Mempresentasikan Visi dan Misinya untuk Provinsi Kaltara, demi mendapatkan rekomendasi politik. Ia berhasil meraih sebagian dukungan. Tapi lebih sering tersandung karena mahar politik yang tidak sanggup dipenuhinya. Batas kesanggupannya hanya sampai pada dukungan dari 4 partai politik atau setara dengan 9 kursi DPRD Kaltara. Dan kesanggupan itu tidak berarti uang, melainkan proses meyakinkan elite politik melalui diskusi secara intensif mengenai Kaltara. Tapi cukuplah itu untuk memenuhi syarat pencalonannya sebagai gubernur.

Irianto Lambrie lain lagi. Dari kemampuannya menggalang dukungan partai politik yang besar, mudah diidentifikasi bahwa ia memiliki sumber daya yang sangat besar. Paling tidak, jauh lebih besar dari yang dimiliki Jusuf SK. Semua Parpol selain 4 Parpol pendukung Jusuf SK, digalangnya untuk mengusung atau mendukung dirinya. Pastilah ini tidak murah. Langkah ‘galang semua Parpol’ yang ditempuh Irianto sekaligus menyumbat seluruh celah kemungkinan adanya calon gubernur lain dalam Pilkada Kaltara. Bahkan PDIP lebih suka mendukung Irianto daripada kadernya sendiri, Jony Laing Impang. Begitu juga dengan Partai Demokrat, sanggup mengabaikan kadernya sendiri, Budiman Arifin, demi mendukung Irianto. Padahal boleh jadi Jony Laing atau Budiman Arifinlah yang sebenarnya sebagai representasi kepentingan sebagian masyarakat Kaltara.

MEMILIH PASANGAN

Menjadi pasangan adalah wujud kesepahaman. Jusuf SK berpasangan dengan Marthin Billa karena ada pemahaman yang sama akan cita-cita perjuangan berdirinya Provinsi Kaltara. Tidak luar biasa memang untuk bisa berpasangan, karena Marthin Billa adalah sahabat seperjuangan Jusuf SK dalam perjuangan melahirkan Provinsi Kaltara. Mereka sama-sama pejuang kaltara. Selain itu, Marthin Billa adalah tokoh daerah yang sudah membuktikan keberhasilannya selama dua periode ia memimpin Kabupaten Malinau. Marthin Billa juga memiliki dukungan besar masyarakat Kaltara yang buktinya terlihat nyata dengan terpilihnya ia menjadi anggota DPD RI (2014 – 2019).

Tapi di atas itu semua, Jusuf SK dan Marthin Billa sama-sama memahami arti pentingnya representasi dalam masyarakat Kaltara yang heterogen secara suku dan agama. Diperlukan akomodasi terhadap perbedaan. Diperlukan toleransi dan sikap saling pengertian. Bagi kedua tokoh ini, tindakan penyeragaman sama artinya dengan menentang takdir bangsa ini, untuk hidup rukun dalam keberagaman .

Pasti ada juga kesepahaman antara Irianto Lambrie dengan Udin Hianggio. Saya tidak bisa menyelami alam pikiran dan perhitungan kedua tokoh ini, ketika mereka bersepakat untuk berpasangan. Kalkulasi politik (menang-kalah dalam perebutan suara) pastilah ada. Tapi melihat reputasinya, Udin Hianggio (maaf!) bukanlah tokoh yang menonjol dalam reputasi kepemimpinannya. Ia pernah didemo oleh ribuan masyarakat ketika menjabat Walikota Tarakan. Ia menjadi (maaf lagi!) seteru politik Jusuf SK yang gigih. Ia gagal menyelesaikan masalah pembebasan lahan untuk pembangunan fasilitas PLTU yang akan dibangun oleh PLN. Malah bawahannya, ada 4 orang yang dipenjara karena kasus pembebasan lahan itu.

Ada keanehan, tuduhan penyalahgunaan jabatan malah gencar dilemparkan kepada Jusuf SK, setelah Jusuf SK berhasil mengatasi krisis listrik Kota Tarakan. Akbar Syarif, Ketua LSM Garuda, adalah orang yang melaporkan Jusuf SK ke Bareskrim. Menghadirkan Udin Hianggio sebagai saksi utama dalam laporannya ke Bareskrim. (http://www.antaranews.com/berita/495632/saksi-korupsi-pln-tarakan-dihadirkan-ke-bareskrim).

Sampai sekarang saya heran, kenapa tidak ada pelaporan atas tindakan pencemaran nama baik dari pihak Jusuf SK dari apa yang telah dilakukan oleh Akbar Syarif. Padahal sangat jelas semua yang dituduhkannya tidak pernah terbukti benar. Untuk diketahui, hubungan antara Udin Hianggio dengan Akbar Syarif sangatlah dekat. Ketika Udin Hianggio menjabat sebagai Ketua Umum Rumah Koalisi Indonesia Hebat Provinsi Kalimantan Utara, Akbar Syarif adalah Sekjennya.

Atas ketidakberhasilan Udin Hianggio dalam memimpin Kota Tarakan, ia bahkan tidak dilirik oleh partai manapun untuk dicalonkan lagi menjadi Calon Walikota Tarakan pada Pilkada Kota Tarakan tahun 2014.

POLARISASI

Setelah melihat tokoh-tokoh dan maneuvernya, terlihatlah sekarang. Pilkada Kaltara lebih menyerupai Indonesia yang ingin merdeka dan berdaulat dari kekuasaan penjajah Belanda. Dan Belanda yang masih keukeuh ingin menguasai Indonesia. Boleh saja perbandingan ini dibilang serampangan, tapi kesamaannya ada pada hasrat untuk menguasai kekayaan alam. Kalau saja ada kesempatan melakukan penelitan secara mendalam, pastilah bisa terungkap segala konsesi dan lisensi yang telah diberikan pemerintahan Provinsi Kalimantan Timur kepada kontraktor dan eksploitator kekayaan bumi Kaltara selama Kaltara masih menjadi bagian dari Kalimantan Timur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun