Â
Apakah faktor yang dilakukan oleh PSSI dan pemerintah saat ini, yaitu menaturalisasi para pemain keturunan yang tersebar di negara-negara yang memiliki kualitas sepak bola lebih maju dari negara kita. Menjadi faktor majunya sepak bola Indonesia.
Jika kita melihat dampak instannya, iya itu memang benar adanya. Dan secara tak langsung membuat pemain-pemain lokal kita yang bermain di dalam negeri, menjadi terpacu untuk bersaing secara sehat.
Dari mentalitas yang suka malas-malasan atau terkena Star sindrom, karena sudah meraih segalanya di Timnas maupun klub. Menjadi tersadar akan posisinya saat ini. Jika mereka terus-menerus bertahan dengan pola seperti itu, maka pintu untuk masuk ke dalam skuad Timnas menjadi tertutup rapat.
Kita juga tidak bisa selamanya mengandalkan para pemain keturunan, karena mereka suatu saat pasti akan menua atau menurun secara performa. Ketika mereka pensiun dari sepak bola, siapakah yang akan menggantikan mereka.
Ini menjadi tugas penting yang harus diupayakan terus-menerus oleh PSSI dan pemerintah. Pembinaan usia muda dan kompetisi yang sehat dan lengkap, harus terus diperbaiki. Serta lingkungan masyarakat yang sehat, mengawal dan membimbing sepak bola kita dewasa ini.
Masyarakat yang sehat juga mempunyai peran yang cukup signifikan, terhadap perkembangan pemain-pemain Timnas kita saat ini. Kita juga harus memberikan kritik yang membangun. Sebuah kritik yang membangun saja, mungkin membuat pemain menjadi merasa bersalah. Apalagi bila kita menghina, mencaci, atau mengejek mereka. Dan semoga saja pemain-pemain kita tidak mengalami kekerasan, seperti yang dialami pemain Timnas Malaysia.
Tanda sepak bola kita yang semakin maju, mungkin meratanya pembinaan usia muda di seluruh wilayah Indonesia, atau mungkin faktor lain yang tidak diketahui. Di daerah yang sudah maju sepak bolanya mungkin tidak terasa. Ini mungkin terkesan intuitif, sehingga tidak bisa dipastikan. Apakah ini sebuah tanda mulai majunya sepak bola kita atau bukan.
Ini dilihat dari dua pemain asal Nusa Tenggara Timur, tepatnya Kabupaten Ngada, menembus Timnas U-20. Padahal sebelumnya sangat jarang para pemain NTT bersaing secara Nasional. Banyak bakat-bakat yang terkubur di sini, padahal mereka bisa membantu mengangkat harkat dan martabat sepak bola bangsa.
Banyak bakat-bakat muda yang menunggu di sini untuk direkrut. Sebab para pemain tidak bisa hanya mengandalkan klub lokal, karena klub-klub lokal yang mereka bela hanya menembus Liga 3 saja. Dan mereka sulit terekspos oleh media atau mungkin para pencari bakat.
Tapi itu semua tidak menjadi penghalang, beberapa pemain akhirnya tercium bakatnya. Franky Misa misalnya, direkrut Persija setelah ia tampil membela tim PON NTT, lalu kemudian membela Timnas. Heron Liko dan Kevin Baghi menjadi pemain Timnas U-20 setelah mereka membela klub Borneo FC dan Barito Putera di kelompok umur. Jika klub-klub besar ini tidak merekrut mereka, maka mereka mungkin akan berakhir pada level sepak bola amatir.
Pembinaan usia muda sepak bola di NTT masih berada dalam skala kecil. Namun kompetisi atau turnamen tetap dilaksanakan. Dari Soeratin Cup, Liga 3 regional, menembus tim PON NTT, sampai dengan turnamen-turnamen amatir. Ini menjadi jalan masuk para pemain berbakat NTT menuju Nasional, bahkan Timnas.
Harapannya, semoga ini menjadi langkah awal menuju yang terbaik dari sepak bola kita. PSSI maupun klub-klub yang bersaing secara Nasional serta memiliki fasilitas yang baik, sekiranya terus memantau bakat-bakat muda yang terpendam di daerah-daerah yang masih tertinggal dalam persepakbolaannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H