Biasanya jika panas berkepanjangan baik siang maupun malam, segera setelah itu akan turun hujan. Namun hanya mendung sebentar lalu hilang ditelan matahari atau bulan. Perasaan baru kemarin, masyarakat NTT, khususnya Ngada merasakan dingin yang menusuk ketika malam hari. Fenomena yang sulit dijelaskan oleh orang awam.
Mengherankan ketika pada musim kemarau, cuaca tidak begitu panas. Namun ketika malam hari udara dingin menusuk seperti di kutub utara. Dan ketika masuk musim penghujan, hujan tak kurung datang hanya menyisakan panas dan kekeringan serta gemuruh guntur. Pada saat yang bersamaan, para warga menjawabnya dengan mitos-mitos.
Beberapa mitos yang sering diceletukkan adalah, la'a sala (salah jalan) yang menyebabkan semacam kutukan, sehingga hujan tak datang dan menyebabkan kekeringan.Â
La'a sala diartikan sebagai pelanggaran moral di masyarakat. Misalnya, seperti hubungan terlarang atau hubungan sedarah dan pelanggaran moral lainnya, yang mengakibatkan marahnya alam, entah itu Dewa Zeta (Tuhan) atau Nitu Zale (para leluhur).
Setelah satu bulan lewat, tepatnya Oktober lalu masyarakat mulai merasakan cuaca ekstrem. Panas yang berkepanjangan dan hujan tak kunjung datang.Â
Saya baru menyadari bahwa ada terjadinya perubahan iklim yang disebut El Nino. Sebenarnya pada tahun lalu, cuacanya hampir sama. Namun pada tahun ini, cuaca panasnya berkepanjangan. Sehingga masyarakat mengalami kekeringan dan kebingungan untuk mulai menanam.
Ketika saya berkunjung ke kota Bajawa (ibu kota kabupaten Ngada). Saya sangat kaget dengan apa yang saya lihat, kekeringan sepertinya sudah mencapai level tertinggi. Pasalnya kota Bajawa adalah kota dingin, bahkan mungkin terdingin di NTT. Biasanya sekalipun cuacanya panas, rumput-rumputnya tetap segar. Namun sejauh mata memandang, rumput-rumput kering itu terpaksa dimakan oleh kawanan sapi.
Saya berasumsi bahwa efek El Nino. Ini menyebabkan beberapa penyakit bagi manusia, seperti batuk dan flu. Bukan hanya manusia, hewan-hewan juga terkena dampak. Hewan anjing misalnya, mereka mengalami seperti flu serta sampai mengalami kelumpuhan. Yang ditakutkan adalah cuaca panas dapat menyebabkan bangkitnya virus-virus atau bakteri berbahaya, yang sudah lama terkubur.
Bukan hanya manusia saja yang mulai beradaptasi dengan cuaca panas. Tumbuh-tumbuhan pun ikut beradaptasi. Pohon-pohon menggugurkan daunnya, hanya untuk memperlambat penguapan agar tidak kehilangan air terlalu banyak. Seharusnya pohon-pohon sudah tahu, bahwa daun-daun hijau akan segara tumbuh pada musim hujan, namun hujan juga tak datang.
Sebagian masyarakat NTT mengalami kesulitan pada sektor pangan. Salah satunya pisang, di kabupaten Ngada termasuk salah satu daerah penghasil muku (pisang). Setiap tahunnya, pulau Sumba menjadi tujuan pisang-pisang itu dikirim. Selain itu pisang adalah pangan alternatif pengganti nasi. Selain buah pisang, batangnya juga berguna untuk pakan ternak.
Selain faktor cuaca panas ada juga faktor penyakit pada pohon pisang yang sampai saat ini belum ditemukan penangkalnya, terkecuali ditebas habis dan dibiarkan untuk tumbuh baru. Persoalannya pakan utama ternak menjadi terganggu, dan masyarakat diberikan bantuan beras pengganti batang pisang yang ditebas, yang istilah dalam pepatahnya, sudah jatuh tertimpa tangga pula.
Efek El Nino inilah yang menyebabkan kerugian baik secara ekonomi maupun pada kebutuhan sehari-hari. Uwi ejo (umbi-umbian) menjadi kering di antara tiang-tiang penyangganya. Sementara pisang banyak yang kering dan mati, umbi-umbian pun kering, dan masyarakat kebingungan untuk memulai menanam jagung. Ditambah beras mahal yang semakin membuat masyarakat terjerat dalam kesulitan.
Sementara efek El Nino juga menyebabkan sumur-sumur menjadi kering. Masyarakat juga sulit mendapatkan air bersih, dan menuntut masyarakat untuk beradaptasi.Â
Di daerah pesisir pantai misalnya, ketika tahu sumur mereka kering. Mereka akan memanfaatkan pasir pantai yang membentang.
Mereka akan berusaha mencari alternatif sumber air lainya, dengan cara menggali pasir pantai ketika surut. Digali tidak menggunakan alat, dalamnya hanya setengah tangan orang dewasa.Â
Mereka akan membiarkannya mengalir ke dalam kolam pasir, lalu menciduknya dengan gayung ke dalam ember untuk mencuci dan ke dalam jeriken untuk air minum.
Dampak langsungnya dari perekonomian adalah naiknya harga-harga pangan tadi, seperti pisang, umbi-umbian, sayur-sayuran dan jagung.Â
Di pasar, semua bahan makanan itu entah datangnya dari mana, namun tetap tersedia. Tetapi jumlahnya juga terbatas, bahan-bahan kemudian menjadi naik yang disebabkan oleh kelangkaan.
Pada akhirnya efek El Nino atau kekeringan ekstrem adalah respons alam terhadap manusia. Karena manusia terus-menerus merusak alam hanya untuk memuaskan nafsu materialistik. Sehingga dari perusakan itu warga kecil menjadi korbannya.Â
Atau efek El Nino hanyalah sebuah pergerakan alam yang hanya mengikuti kehendaknya, ataukah memang Dewa Zeta (Tuhan) dan Nitu Zale (para leluhur) menghukum manusia karena terus melanggar nilai-nilai moral.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H