Selain faktor cuaca panas ada juga faktor penyakit pada pohon pisang yang sampai saat ini belum ditemukan penangkalnya, terkecuali ditebas habis dan dibiarkan untuk tumbuh baru. Persoalannya pakan utama ternak menjadi terganggu, dan masyarakat diberikan bantuan beras pengganti batang pisang yang ditebas, yang istilah dalam pepatahnya, sudah jatuh tertimpa tangga pula.
Efek El Nino inilah yang menyebabkan kerugian baik secara ekonomi maupun pada kebutuhan sehari-hari. Uwi ejo (umbi-umbian) menjadi kering di antara tiang-tiang penyangganya. Sementara pisang banyak yang kering dan mati, umbi-umbian pun kering, dan masyarakat kebingungan untuk memulai menanam jagung. Ditambah beras mahal yang semakin membuat masyarakat terjerat dalam kesulitan.
Sementara efek El Nino juga menyebabkan sumur-sumur menjadi kering. Masyarakat juga sulit mendapatkan air bersih, dan menuntut masyarakat untuk beradaptasi.Â
Di daerah pesisir pantai misalnya, ketika tahu sumur mereka kering. Mereka akan memanfaatkan pasir pantai yang membentang.
Mereka akan berusaha mencari alternatif sumber air lainya, dengan cara menggali pasir pantai ketika surut. Digali tidak menggunakan alat, dalamnya hanya setengah tangan orang dewasa.Â
Mereka akan membiarkannya mengalir ke dalam kolam pasir, lalu menciduknya dengan gayung ke dalam ember untuk mencuci dan ke dalam jeriken untuk air minum.
Dampak langsungnya dari perekonomian adalah naiknya harga-harga pangan tadi, seperti pisang, umbi-umbian, sayur-sayuran dan jagung.Â
Di pasar, semua bahan makanan itu entah datangnya dari mana, namun tetap tersedia. Tetapi jumlahnya juga terbatas, bahan-bahan kemudian menjadi naik yang disebabkan oleh kelangkaan.
Pada akhirnya efek El Nino atau kekeringan ekstrem adalah respons alam terhadap manusia. Karena manusia terus-menerus merusak alam hanya untuk memuaskan nafsu materialistik. Sehingga dari perusakan itu warga kecil menjadi korbannya.Â
Atau efek El Nino hanyalah sebuah pergerakan alam yang hanya mengikuti kehendaknya, ataukah memang Dewa Zeta (Tuhan) dan Nitu Zale (para leluhur) menghukum manusia karena terus melanggar nilai-nilai moral.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H