Apa yang ditawarkan untuk meningkatkan daya membaca, tidak secara masif namun bersifat individual. Dalam artikel-artikel yang tersebar di internet, hanya bersifat mengajak orang-orang bagaimana menumbuhkan minat membaca. Saya pikir itu masih kurang, meskipun itu masih tetap bagian penting untuk mengajak masyarakat untuk membaca.
Kelemahannya, bagaimana jika orang memang tidak berminat. Jika ia berminat, mengapa ia harus membaca artikel minat membaca. Terkecuali artikel tersebut memberikan tips membaca, kepada orang yang sudah minat untuk membaca, agar supaya tetap konsisten. Lalu bagaimana cara mengajak orang yang memang tidak ada minat untuk membaca.
Solusi yang ditawarkan penulis adalah, revolusi mental secara radikal. Bukan revolusi mental yang sering kita dengar. Revolusi mental seperti itu terkesan membeo dan hanya sebatas wacana. Gaung revolusi mental tersebut hanya sekedar nama saja, padahal sama saja dengan hal-hal yang sudah biasa diajarkan oleh para guru dan orang tua, belum ada perubahan yang signifikan atau sesuatu yang benar-benar menggebrak.
Pemerintah, guru, dan orang tua harus menerapkan revolusi mental yang radikal. Bukan hanya sekedar mengajar tindakan yang disiplin, menghormati orang yang lebih tua, atau jangan berbohong dan lain sebagainya. Ini yang saya katakan membeo, para siswa atau anak dipaksa begitu saja dengan aturan yang ada, tanpa ada proses berpikir yang diajarkan mengapa tindakan itu perlu dilakukan.
Pemerintah harus menyediakan buku bacaan untuk semua tema. Jangan ada mengkotak-kotakkan jenis judul buku atau bacaan lainya. Kejadian yang sering kita lihat adalah, adanya penyitaan buku secara paksa. Mungkin yang menyita masih belum membaca kata pengantarnya.
Apakah mereka yang menyita itu, melakukan atas inisiatif mereka sendiri, ataukah di balik itu pemerintah mendukungnya. Agar kekuasaan para politisi tidak disentil oleh buku-buku berhaluan kiri. Persis apa yang saya katakan pada awal paragraf ini, bahwa tidak ada buku yang tidak ada anti tesisnya. Maka dari itu semua tema buku dan genre buku, harus dicetak dan disebarkan seluas-luasnya.
Dan peran guru dan orang tua adalah ujung tombak untuk bisa mengajak siswa dan anak mereka agar rajin membaca. Biarkan anak-anak menentukan tema apa yang dibacanya tanpa ada paksaan. Tugas guru dan orang tua hanya mengawasi mereka. Hanya kelemahan di sekolah adalah, kurangnya tema-tema buku yang berkualitas, lebih banyak hanya buku-buku pelajaran saja. Namun kembali lagi pada pemerintah yang menyediakannya.
Suatu peran yang krusial dari guru dan orang tua adalah, mengawasi mereka membaca. Bukan pada apa yang mereka baca, namun pada lebih mempertanyakan isi buku tersebut. Sekalipun buku pelajaran, kitab suci, atau komik-komik, tetap bisa dipertanyakan. Adalah pentingnya berdialektika, jika anak atau siswa sangat berminat terhadap buku tersebut. Guru dan orang tua bisa menjadi sebagai anti tesis dari apa yang ia pahami dari bacaan tersebut.
Hemat saya kurangnya minat membaca adalah, kurangnya bacaan yang bersifat mengajak seseorang untuk mempertanyakan. Terkesan seperti menyuapi pembaca, bahwa apa yang ada dalam isi buku tersebut bersifat pasti. Artinya tidak ada tantangan untuk pembaca, ambil contoh, mengapa novel-novel dan komik-komik paling banyak diminati, itu karena pembuatnya selalu membuat pembaca penasaran akan kelanjutannya ceritanya.
Akhirnya semua keputusan berada pada tangan kita. Apa yang kita percayai, apakah hanya sebatas wacana saja ataukah hanya kemasannya saja tapi pelaksanaannya tetap sama. Jika tidak ada perubahan yang terlihat, maka kita sebagai individu yang berkesadaraan, bergerak sendiri di bawah bayang-bayang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H