Judul diatas saya kira merupakan judul yang menarik untuk para pelajar. Khususnya anak pondok. Keyakinan saya sediri sering berganti-ganti dalam menanggapi stetement demikian.
Dalam beberapa kesempatan saya juga beberapa kali berdebat dengan teman saya tentang profesi guru. Waktu itu saya pro. Â Teman saya kontra. Dan pada akhirnya kembali tidak ada titik temu diantara kita.
Teman saya itu saking kontranya Sampai-sampai dia males masuk jurusan keguruan dikarenakan menurutnya profesi itu tidak ikhlas sepenuhnya dalam menyebar ilmu.Â
Keyakinan memang hal yang penting bagi anak-anak pondok. Keyakinanlah yang  melatar belakangi segala yang dilakukan. Oleh karena itu sini saya ingin sedikit membahas apa yang menjadi keyakinan saya terhadap statement diatas. Siapa tau masuk akal. Dan bermanfaat. Amin.
Apa yang melatar belakangi prasangka temanku sangatlah beralasan. Ilmu didalam pembahasan kitab-kitab ulama salaf menjelaskan dengan gamblang seberapa berbahayanya mengajar yang ditujukan untuk dunia.Â
Di dalam kitab kifayatul atkiya' misalnya. Disana ada pembahasan ulama akhirot dan ulama dunia. Ulama dunia adalah ulama yang bertujuan untuk dunia, kehomatan, ingin dipuji dll. Baginya laknak allah diberikan. Sebaliknya untuk ulama akhirat, mereka ikhlas dalam menyebatkan ilmu. Ganjarannya adalah surga dengan derajat yang sangat tinggi. Â
Keyakinan yang seperti itu adalah benar adanya. Saya setuju, memang kita harus benar-benar menghindari meniatkan mengajar untuk kepentingan dunia. Namun kita juga perlu menggaris bawahi, bahwa tidak semua orang yang mendapat uang dari mengajar itu berniat pada dunia. Jika orang kaya saja bisa zuhud (yang benar-benar berlawanan). Apalagi dengan yang hanya begini.
Sebelum kita memberikan judge macam- macam, seharusnya kita juga harus tahu bagaimana keadaan zaman yang kita hidupi sekarang. Karena orang yang berakal itu adalah orang yang mengerti zamannya. Alal aaqil arifan bizamani(biasanya mbah yai maimun sering mendawuhkan ibaroh ini).
 Perlu diketahui sekarang ini untuk bisa masuk suatu lembaga ternyata berbeda keadaannya dengan yang dulu. Selain kemampuan penguasaan terhadap materi yang akan disampaikan, di Kebanyakan lembaga, seseorang juga diharuskan memiliki legalitas kemampuan(ijazah/ sertifikat) sebagai pendidik yang profesional. Hal ini bahkan disyaratkan oleh semua sekolah yang berada di bawah pemerintah(sekolah negeri). Yang artinya, seseorang tidak bisa memasuki lembaga tersebut jika tidak memiliki syarat yang kedua ini.
 Selain itu Tuntutan dari pemerintah bagi guru entah swasta ataupun negeri juga sangat besar. Sampai seakan  bagi guru tidak boleh  harinya digunakan untuk  berpikir selain kegiatan keguruan. Bagaimana tidak, yang kita ketahui sekarang ada 24 jam seminggu masa belajar guru.  Yang artinya tiap hari guru harus masuk ke sekolah enam jam. Itu tiap hari. kurikulum terbaru k13 juga menekankan guru untuk berbuat lebih dari hanya sekedar menyampaikan materi.
Kedua hal tersebutlah yang kemudian mempengaruhi sikap kebanyakan orang yang  berada di jurusan keguruan. Saya sendiri yakin bahwa tidak melulu bagi seseorang yang memasuki kuliah kependidikan dengan serta merta bertujuan untuk uang(dalam mengajarnya). Dari keadaan yang kami paparkan, bagi siapapun, itulah jalan yang paling mudah dan pasti agar bisa mengajar. Walaupun banyak sebenarnya lembaga lain yang bisa menerima mereka tanpa legalitas tersebut. Akan tetapi jumlahnya terlampau sedikit di bandingkan dengan kelembagaan selainnya. Maka dari itu masuk akal apabila orang tersebut lebih memilih jalan yang pasti dari pada jalan yag belum pasti.
Kemudian, melihat waktu yang harus dipenuhi oleh guru. Rasanya akan sangat sulit memikirkan kembali untuk menyelakan waktu bekerja dilain waktu. Tidak semua tempat memberikan pekerjaan paruh waktu. Dan tidak semua tempat juga dengan waktu cuma sekian jam mau memberi gaji yang bisa digunakan menahan perut. Pekerjaanpun butuh ijazah terkadang,. Jika seperti itu haruskan kita berkuliah lagi? sungguh tidal masuk akal.
Pekerjaan seorang guru itu juga tidak mudah. Bagi para mahasiswa pendidikan pasti tahu akan hal ini. Akan butuh perencanaan yang matang jika ingin hasil pengajarannya dirasakan secara maksimal. Guru bukan cuma menyampaikan ilmu. Tapi juga pengarah karakter bagi anak agar masa depannya lebih baik. Membagi waktu hanya akan membuat pematangan itu hilang. Karena selalu berat memikirkan 2 hal berbeda secara bersamaan.
 Dengan semua pertimbangan  yang sudah saya paparkan apakah tetap tidak boleh mengambil beberapa tunjangan agar setidaknya seorang guru dan keluarganya bisa meneruskan hidupnya. Toh uang tersebut adalah alokasi tetap pemerintah, yang jika tidak di ambil akan pindah kekantong yang lain. Yang bisa jadi tidak untuk kesejahteraan masyarakat lagi,  namun untuk kepentingan pribadi. Seperti sekarang yang terjadi ke papah .
Kasus yang sama juga pernah terjadi disekolah saya. Jangan ditanya kalau soal agama, sekolah saya merupakan salah satu sekolah pesantren terbaik dikudus yang sudah melahirkan banyak sekali kyai besar. Semua gurunya yai karena itu. kami memangil mereka yi, tidak pak.. Dulu sekali sekolah kami juga berangkat dari menggeratiskan muridnya. Tidak ada sepeserpun uang yang diterima oleh ustadz.
Hal ini berjalan beberapa lama dan ternyata terdapat banyak masalah ketika ustadz tidak diberikan pesangon. Ada sebagian kelas terkadang kosong dilarenakan ustadz pada waktu itu harus mengurus pekerjaannya dulu. Ada juga yang harus puasa karena mengobankan waktunya untuk sepenuhnya mengajar.Â
Ketua yayasan mengetahui masalah-masalah tersebut dan mencoba untuk mengatasinya. Dan jalannya adalah dengan membebani siswa dengan iuran agar bisa diberikan kepada guru kami. Sungguh, saya sangat tidak percaya jika mereka yang sangat paham akan agama tidak tahu bahwa uang yang mereka terima itu membuatnya tergolong sebagai ulama dunia.Â
Ada kutipan seorang penulis(maaf saya lupa namanya) yang menurut saya  bisa menyimpulkan paragraf ini. Beliau berkata" kita menyakini bahwa pekerjaan yang kami lakukan adalah sebuah pengabdian. Tapi haruskah kita kelaparan karena melakukan pekerjaan yang kita senangi.? (Kurang lebihnya seperti itu)
Oleh karena itu, menurut saya, apa yang selama ini kita anggap bawa uang akan menyebabkan kita menjadi ulama dunia saya kira kurang tepat. Yang lebih tepat ialah ketika ulama yng mencari cari uang dan dengan uang tersebut lupa akan Allah(condong terhadap harta) itu baru bisa disebut ulama dunia.
Malahan  dalam salah satu cerita, yai bisri saja dalam menulis buku tidak diniatkan untuk linasri ilmi. Namun, diniatkan untuk uang karena beliau menganggap diakhir bisa diganti niatnya. Dan uang jika dibuat nafaqoh istri tidak kalah juga ganjarannya dengan nasrul ilmi. Tuhkan Hehe ternyata nggak sejahat itu uang ya..
Orang yang meninggalkan uang pun tidak kemudian aman 100 persen. Masih tetap ada ancaman lain yang menurut saya lebih berat. Yaitu, sifat takabbur dan bangga diri pada ilmu. Karena selamanya orang takabbur tidak akan masuk surga (seperti apa yang didawuhkan nabi).
Oleh karena itu, Sebenarnya, Â yang mengubah segalanya adalah hati kita. Kemana kecondongan hati itu. Disitulah dimana niat kita berada. Dalam bab zuhud dijelaskan bahwa yang perlu di hindari adalah kecondongannya. Bukannya materinya (bukan kaya/uangnya).Â
Buat apa menyengaja miskin untuk zuhud, jika membuat kita rakus dan meminta belas kasihan orang. Syekh syadili seorang wali Allah yang kaya raya pernah berkata kalau aku miskin seakan keadaanku berkata ana miskin tarhamuni (saya miskin. Belas kasihi aku, saya kutip dari mauidhoh kyai said aqil siroj).Â
Oleh karena itu yang diperlukan adalah melatih hati agar tidak terjerumus menduniakan ilmunya. Sesuatu yang sungguh tidak mudah. Sampai Guru kami yai makmun ahmad alm dulu setiap kali menerima uang dari madrasah selalu menangis dan berdoa agar keikhlasan beliau  tidak hilang. Sesuatu yang harusnya kita contoh.
Jadi. Perlu di garis bawahi bahwa apa yang saya tulis ini tidak kemudian berhenti pada kebolehan menerima uang bagi guru. Namun masih berlanjut boleh asal uang tersebut tidak kemudian membutakan mata dan mencondongkan hati guru pada dunia. maka wajib bagi guru selalu usahakan dan melatih hati.Â
Berbarengan dengannya terus menambah ilmu tentang bagaimana melatih hati. Â Bagi saya inilah jalan yang yang paling tepat untuk mengikhlaskan niat. Bukannya menghindar. Walaupun boleh juga menghindar. Semoga kita yang bercita-cita guru tidak berakhir sebagai sebagai guru dunia yang dilaknat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H