Mohon tunggu...
Sang Pengelana
Sang Pengelana Mohon Tunggu... -

Berkelana dari waktu ke waktu untuk mencapai kehidupan yang lebih baik lagi. Mengejar impian tak akan pernah berakhir.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pria Tidak Tahu Malu

31 Agustus 2017   19:03 Diperbarui: 31 Agustus 2017   19:45 1571
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi : memegen

Kalau saja saya bisa memutar kembali waktu, saya tidak akan membiarkan kakak perempuan saya untuk menikah dengan pria yang bernama Doni ini.

Selain karena tidak sepadan, juga dia sudah 'menipu' kakak saya dengan cinta palsu yang sebenarnya dia berikan supaya hidupnya bisa berkecukupan, malahan mungkin bisa berlimpah.

Apabila ada para wanita yang membaca artikel ini, kiranya sedikit pengisahan saya di sini bisa menjadi pencerahan dan masukan bagi Anda semua sebelum memutuskan untuk menikah dengan pria yang pola pikirnya sempit dan tidak punya apa-apa, dalam hal ini tidak ada rencana untuk maju, dan menikah dengan Anda karena Anda mempunyai kedudukan didalam pekerjaan dan harta yang lumayan banyak.

Pertama kali, di waktu Doni datang ke rumah, dan menjemput Linda, kakak perempuan saya, respek saya sudah tidak ada pada si Doni.

Kenapa?

Ada dua sebab.

Pertama, dia tidak masuk ke rumah, tapi menunggu di sepeda motornya di depan rumah. Boro-boro beramah tamah dengan adik-adik sang kekasih, tersenyum saja tidak.

"Kita buru-buru," begitu kata Linda.

Bagi saya, toh itu malam minggu. Buru-buru mau kemana? Apa beramah tamah dengan calon saudara ipar tidak lebih penting daripada menghabiskan malam minggu berdua dengan kekasih?

Sebab kedua, dia tidak punya pekerjaan, masih mahasiswa fakultas hukum semester akhir, dan hanya punya sepeda motor butut.

Bagi saya pribadi, dia sangatlah pintar dan licik.

Pintar memilih wanita yang sudah mandiri, kerja di bank dan bisa diporoti dananya.

Sebenarnya, seandainya dia ramah, saya tidak akan berprasangka seperti ini, namun karena kesan pertama sangatlah buruk, otomatis kesan berikut pun tidaklah baik.

Saya sih berharap, kalaupun berpacaran, tidak akan lama berlangsung.

"Semoga cuma seminggu atau paling lama sebulan, lalu mereka putus karena tidak ada kecocokan dari segi sifat dan finansial. Masa yang perempuan traktir terus kalau kencan ^_^."

Ternyata saya salah mengira.

Hubungan mereka semakin mesra.

Dan imbasnya, mereka pun berani untuk berbuat lebih dari sekedar berpacaran biasa.

Seandainya saya menegur langsung waktu mereka berbuat tak senonoh, mungkin hubungan mereka tak berlanjut ke pelaminan.

Tapi sayangnya, saya tidak berbuat seperti itu.

Saya hanya lewat saja, membiarkan perbuatan tidak senonoh tersebut terjadi begitu saja.

Seakan-akan tidak terjadi apa-apa.

Inilah yang saya sesalkan.

Sekarang sudah terlambat.

Tidak ada jalan berputar balik.

* * *

Rumah milik istri, mobil milik istri, sepeda motor pun yang mengkreditkan juga istri.

Saya tidak habis pikir dengan pola pikir si Doni.

Kok bisa, dia mau beli sepeda motor NMax, tapi minta istri yang membayarkan kreditnya setiap bulan.

Apalagi waktu masuk penjara gara-gara terlalu percaya pada orang yang bukan siapa-siapa, tapi di-aku sebagai saudara.

Dakwaan : Menggunakan uang yang dimaksudkan untuk bayar kredit rumah orang yang di-aku saudara tadi. Doni menganggap uang itu adalah honor dia sebagai pengacara, namun bodohnya dia tidak memberikan tanda bukti penerimaan uang.

Pengacara macam apa ini.

Kok ngakunya bekerja secara profesional, namun bertindak ceroboh seperti itu ^_^.

Akibatnya, aset istri berupa satu rumah terpaksa dilego, dijual, untuk menjaminkan manusia Doni ini, supaya bisa bebas, menempuh 'masa hukuman penjara' di luar lapas.

Membayar supaya bebas dari penjara.

Aneh.

Dan sekarang, di saat istri sedang terbaring sakit di rumah sakit, malahan si Doni ini berusaha mencari kambing hitam, dalam hal ini, saya dan Rosi, kakak perempuan saya, karena dianggap tidak membantu!

Dimana letak tanggung jawabnya sebagai suami?

Seharusnya dia berkaca, sadar, kalau apa yang dia punya saat ini, mobil yang dia pakai, rumah yang dia tempati, termasuk (mungkin) hape yang dia punyai, semua berkat sang istri.

"Lho, bukannya Doni jemput Linda waktu pulang kerja?" kata Winda, kakak perempuan Doni.

Saya cuma tersenyum waktu mendengar kalimat ini keluar dari mulut kakak perempuan Doni.

Kalau seandainya Doni dengar hal ini, tentu dia tersungging eh tersinggung ^_^.

Lebih tepatnya tertempelak.

Seharusnya sebagai suami yang cinta istri, melihat istri capek sehabis kerja, mbok ya diantar-jemput dengan mobil.

Masa kalau pas hujan aja baru diantar-jemput!

Suami geblek!

"Ini sudah yang kedua kali jatuh di tempat yang sama."

Gebleknya nambah.

Kalau sudah tau pernah jatuh di tempat itu dulu, lalu dia tidak antar jemput istri, kebangetan banget ni orang!

Pesan moral dari pengalaman saya, atau lebih tepatnya, apa yang dialami kakak perempuan saya, adalah:

Seandainya Anda adalah wanita, berhatilah-hatilah memilih pasangan hidup.

Mungkin ada yang pernah mendengar kalimat yang berbunyi, "waktu masih muda, berkata 'siapa kamu'; waktu lewat usia 30, berkata 'siapa saya'; waktu lewat usia 40, lalu berkata 'siapa saja'.

Mungkin saya keliru dari segi usia, namun garis besarnya seperti itu.

Ibarat kata, janganlah karena usia sudah lebih dari 30 atau 40, lalu pria sembarangan yang dipilih.

Kalau menurut saya, lebih baik tidak menikah, daripada menikah, lalu menyesal di kemudian hari karena memilih pasangan yang keliru.

Dan apabila Anda adalah saudara dari kakak atau adik perempuan Anda, Anda jangan diam kalau kakak atau adik perempuan Anda diperlakukan tidak senonoh.

Terlepas dari dasar suka sama suka, Anda berkewajiban menegur langsung, dan sebaiknya Anda langsung mengumpulkan seluruh anggota keluarga dan mem-blacklist pacar kakak atau adik perempuan Anda sebagai calon ipar.

Selain bertentangan dengan ajaran agama, seks sebelum nikah juga menunjukkan sang lelaki kemungkinan sudah pernah mencoba ke cewek lain sebelumnya.

Waspadalah.

"Sebelum menikah, buka mata lebar-lebar. Setelah menikah, tutup mata rapat-rapat."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun