Kedewasaan mulai terbina, setelah saya memutuskan untuk bekerja, keluar dari rumah kakak saya dan mulai tinggal di indekos. Di situlah saya mulai bisa mencerna baik dan buruk.
Mengelola keuangan, karena gaji dari mengajar di kursus dan sekolah tidaklah berlimpah. Les privat pun tidak banyak.
Saya pun kuliah lagi di universitas lain, dan lulus sampai strata 1. Masuk koran dengan predikat cumlaude dan ipk tertinggi di antara lulusan sarjana fakultas lain di tahun 2010.
Sebelumnya di tahun di tahun 2006 juga berpredikat cumlaude dan ipk tertinggi di prodi diploma tiga pendidikan bahasa Inggris.
Jadi,intinya Paijo tidak tahu menahu kalau saya sudah menyelesaikan tahapan sarjana yang juga sudah dia dapat. Dengan adanya artikel ini, saya ingin menyanggah pertanyaan dia yang mendiskreditkan saya sebagai orang yang lemah dalam pendirian.
Saya sudah membuktikan kalau saya bertanggungjawab pada orangtua saya, meskipun ijasah tidak berarti apa-apa bagi saya, kalau ujung-ujungnya cari pekerjaan, bukan menciptakan lapangan kerja, paling tidak menciptakan lapangan kerja untuk diri sendiri :).
Kedua, “Kenapa sih dia memutuskan berhenti dari pekerjaannya? Apa dia sudah gila?”
Keputusan yang susah, tapi ini masalah prinsip. Paijo, teman saya itu, tidak akan paham kalau saya jelaskan, karena saya toh sudah menjelaskan pada orang-orang lain, tapi mereka pun tak mengerti.
Saya jadi malas menjelaskan pada orang lain kenapa saya tidak melanjutkan pekerjaan saya di sekolah, yang menjanjikan diangkat jadi pegawai negeri!
Tapi untuk itu, saya harus melakukan sesuatu : Saya harus berbohong tentang masa terhitung masa tugas (TMT) saya, yang mana sangat bertentangan dengan hati nurani saya.
Itulah yang saya tidak mau lakukan.