Guru dengan pengabdiannya. Maka saya hari ini bisa membaca deretan huruf. Mengenal angka demi angka. Memahami banyak hal, mengerti tentang hal yang benar dan yang salah. Guru adalah pembawa pelita ilmu. Menerangi gelapnya kebodohan dengan pelita ilmu. Allaah Swt melatakkan kemuliaan pada keImanan dan KeIlmuan seseorang.
Penghargaan Rasulullaah Saw terhadap tawanan perang dari Quraisy yang memiliki keterampilan menulis. Tawanan perang dibebaskan dengan syarat mengajarkan anak-anak madinah bisa menulis dan membaca. 'Anaa Madinatul 'Ilmi wa 'Aliun Babuhaa" Saya adalah kotanya ilmu dan 'ali adalah pintunya. Demikian ungkapan Rasulullaah Saw.
Undang Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen adalah payung hukum dan amanah bagi Pemerintah untuk menjadikan guru bagian dari pencerdasan kehidupan bangsa. Siapapun menjadi guru dan sekaligus murid dalam kehidupan. Sedangkan secara profesi guru adalah orang mengalokasikan waktu, pikiran dan tenaga, keahlian untuk mencerdaskan anak-anak bangsa.
Dengan kesabaran dan terus mengajar Guru Hononer mesti menunggu selama 4 tahun untuk pengangkatan menjadi Aparatur Sipil Negeri (ASN). Kisah demi kisah, tahun demi tahun menanti kebijakan yang memihak dan menjalankan Undang-Undang adalah tugas pemegang kekuasaan saat ini. Mulai dari Menteri Pendidikan termasuk Presiden Jokowi.
Sekedar menjumpai, mendengarkan, menjelaskan titik persoalan tentang mekanisme duduk status guru adalah keniscayaan. Keniscayaan orang yang pernah diajarkan, dibimbing oleh guru dan dosen. Sepengetahuan saya, deretan para menteri, presiden manapun adalah orang yang pernah bersentuhan langsung dengan guru.
Restorasi Meiji adalah sebuah upaya seorang Kaisar Jepang untuk memperbaiki bangsa jepang. Ia bertanya berapa guru yang tinggal. Sebab tanpa guru maka jepang akan hancur peradabannya seperti hancurnya kota hirosima dan nagasaki.
Saat ini, secara kasat mata, Guru Hononer telah hancur peradaban mereka. Berjuang untuk memperbaiki kebijakan pemerintah. Memilih untuk tidur di jalan depan Istana. Dimana istana itu dibangun oleh orang yang juga dididik oleh guru.
Apakah tidak ada pilihan demi pilihan untuk memuliakan guru. Setidaknya menjumpai, berdialog, dan berdiskusi layaknya kita ketika bercerita kepada guru ketika menghadapai masalah tentang pelajaran atau persoalan apapun.Â
Apakah hati itu telah mati. Apakah pikiran itu telah buta. Apakah gelar akademik itu tidak jasa dari para guru? Atau barangkali guru telah kita ukur dengan satuan rupiah, guru telah diukur dengan satuan upah, guru telah ditakar dengan satuan gaji, guru telah dikebiri.