Musibah, Bencana, Azab, Malapetaka, atau Peringatan hadir untuk berbagai kalangan dalam satu kejadian besar. Rentetan kejadian besar dari Gempa-Tsunami, Banjir Bandang tidak terlepas dari kekuasaan Allah Swt.
Bencana gempa stunami Palu-Donggala dan di wilayah Provinsi Sulawesi Tengah menjadi bagian peringatan tentang ulah laku, tabiat dan tradisi, kebudayaan, kebijakan. Â Beberapa teman memberikan data tentang apa yang menjadi perilaku masyarakat Palu sebelum kejadian gempa dan stunami. Hari sabtu akan melaksanakan festival kebudayaan tahunan.
Sisi yang menjadi persoalan setelah bencana adalah fenomena wisata musibah. Fenomena ini lahir dari aktivitas swafoto dan swakelola lewat berbagai akun media sosial. Melihat dan memperhatikan beberapa foto yang beredar pasca gempa dan stunami. Beberapa foto tidak memberikan keterangan gambar. Baik berupa tempat pengambilan gambar, waktu pengambilan dan keterangan lainnya.Â
Inilah yang sering menjadi bagian dari berita palsu alias hoaks. Bagi sebagian bagian dari 'memanfaatkan' situasi untuk hal yang tidak baik dan tercela secara agama dan hukum.Â
Pengalaman beberapa kali ikut menjadi relawan. Terakhir banjir bandang di kecamatan Pangkalan, Kab. 50 Kota, Sumatera Barat, dan beberapa tempat. Titik persoalan yang menjadi analisis dan menjadi pembelajaran, baik secara individu, komunitas, organisasi, pemerintahan dan siapapun.
Pertama, Musibah datang akibat dari faktor perbuatan dosa yang masif. Bagaimana proses peringatan demi peringatan ada dalam Q.S Yasin. Peringatan ini untuk kembali kepada ketaatan dan tidak lagi meneruskan pesta dosa dan kemungkaran bagi yang menyatakan diri muslim dan berIman.
Kedua, Musibah bagian peringatan bagi masyarakat alfa dan tergerus untuk tidak saling mengajak kepada kebaikan dan malah mengajak kepada keburukan atau perbuatan dosa. Dan kisah-kisah datangnya orang yang memberi peringatan dan mengajak untuk tidak berbuat maksiat banyak tidak terdokumentasi baik. Kisah-kisah ini jarang muncul dan hanya menjadi cerita dari mulut ke mulut. Dan siapa mereka cukup Allaah Swt yang mengetahuinya.
Sisi lain yang menjadi problem ketika relawan datang adalah pemandu lokal untuk membantu proses tanggung darurat. Banyak kejadian dan cerita sesama relawan, sedikit dari yang selamat untuk dapat membantu dan memandu relawan yang datang. Hal ini berhubungan dengan sikap mental dan tidak ada pendidikan tentang tanggab bencana dalam satu daerah.
Fakta tentang hal ini, bisa ditanyakan bagi beberapa relawan yang pernah bertugas di wilayah paska bencana. Fenomena dari rentetan perampokan logistik, penjaran logistik relawan di tengah jalan, pencurian logistik pada posko relawan.Â
Sisi lain persoalan bagi relawan adalah sulitnya mendapatkan data yang akurat dan terpercaya. Â
Sebagian yang datang ke lokasi bencana, terkadang alfa bahwa kedatangan bukan sekedar datang dan kemudian tidak berbuat apa-apa. Datang dengan membawa kamera hp dan bukan bagian tim dokumentasi organisasi relawan, atau wartawan peliput. Datang sebagai memenuhi hasrat untuk terlihat bahwa ikut berduka atas kejadian.
Penyakit ini, bukan melanda masyarakat yang melek dengan dunia media sosial. Namun juga publik figur dari pemangku kebijakan. Soal ini telah banyak meme dan broadcast di grub Wa, Fb dan media sosial lainnya.
Apa yang mesti dipersiapkan dan dilakukan ketika hendak terlibat dalam aktivitas pasca bencana:
Pertama. Luruskan niat untuk membantu karena Allaah Swt guna meringankan beban saudara yang terkena musibah. Pengorbanan waktu yang diberikan, tenaga yang dikorbankan, keterampilan yang diberikan, fikiran yang menyelesaikan persoalan dan uang yang disedekahkan. Semua yang kita berikan menjadi ladang amal kebaikan.
Kedua. Kenali kemampuan diri, keterampilan apa yang dimiliki. Hal ini perlu untuk menyusun kegiatan dan pembagian tugas bila bergabung dalam sebuah tim relawan. Hal ini berguna untuk tidak terejadinya mis manajemen kerja relawan.
Ketiga. Focus tim dan kegiatan. Ada beberapa tahapan pasca bencana, tanggab darurat, rehabilitasi, rekonstruksi. Setiap tahapan membutuhkan keterampilan dan keahlian berbeda.Â
Pada tanggab darurat yang dibutukan adalah kesehatan prima, tenaga kuat dan kemampuan untuk mengurus jenazah dan menyelenggarakannya. Bila muslim termasuk menshalatkan jenazah.Â
Pada rehabilitasi hal ini berfocus pada trauma healing terhadap psikis, recoveri keImanan, keyakinan diri, ekonomi. Program ini membutuhkan waktu yang panjang dan aktivitas terencana multi pihak.Â
Sedangkan pada rekonstruksi adalah tugas pemerintah lewat berbagai program kebijakan dan anggaran.
Keempat. Menentukan wilayah yang menjadi sasaran. Hal ini berguna untuk tidak menumpuknya kegiatan dan tumpang tindih dalam satu wilayah. Pengalaman sewaktu di Padangpariaman dan Padang. Sebagian relawan kebigungan dan menumpuk pada beberapa titik. Biasanya tidak ada pemandu lokal yang dapat dihubungi.
Hal ini mutlak bagi relawan untuk merecoveri iman dan juga masyarakat muslim. Sedangkan bagi non muslim melibatkan pendeta atau tokoh agama untuk melakukan recoveri mental dan psikis.
Keenam. Mintalah data dan apa saja yang menjadi kebutuhan wilayah yang menjadi garapan tim relawan. Hal ini yang menjadi tugas dari kita yang tidak bisa turun menjadi relawan lapangan pada tanggab darurat. Hal ini berguna untuk memberikan kabar untuk saudara kita yang berniat membantu dengan logistik dan uang.
Ketujuh. Selalu do'akan dan jaga silaturrahim dan saling mengigatkan. Sebab kita secara fitrah kemanusian sebagai hamba Allaah Swt. Butuh untuk diingatkan dan dinasehati.
Semoga tulisan singkat ini bermanfaat dan tidak mengurangi budaya wisata musibah kapanpun dan dimanapun ia datang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H