Mohon tunggu...
Muhammad Yunus
Muhammad Yunus Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kemandirian Pilar Dalam Kebersamaan Saling Berpadu

Penggiat Ekonomi Syariah terapan, dan Pertanian Organik Terpadu berbasis Bioteknologi. Sehat Manusia, Sehat Pangan, Sehat Binatang, Sehat Tanah, Air dan Udara.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Jakarta Milik Kita

4 Oktober 2016   14:06 Diperbarui: 4 Oktober 2016   14:11 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bergulirnya Pilkada serentak di Indonesia dimulai masa kepemimpinan alm Husni Kamil Manik sebagai Ketua KPU NKRI. Pada saat ini Pilkada serentak adalah gelombang kedua. Pilkada serentak kali ini tidak hanya jakarta, ada provinsi Banten dan beberapa kota dan kabupaten. Sedangkan tetangga DKI Jakarta Kabupaten Bekasi juga melakukan pemilihan kepala daerah.

Hiruk pikuk Pilkada Jakarta menular sampai ke ujung-ujung negri. Apa sebab, ia dekat dengan kamera dari berbagai stasiun televisi. Termasuk keaktifan masyarakat jakarta dengan media sosial, termasuk kompasiana. 

Pertarungan untuk menentukan siapa yang menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta diserahkan atas pilihan terbanyak. Saat ini ada tiga pasang calon. Pasangan Ahok-Jarot, Anies-Uno dan Agus-Sylviana. Masing-masing dibackup oleh politisi elit partai. Dalam berbagai ulasan nampak jelas siapa dibelakang tiga pasang calon.

Jakarta adalah pusat pergumulan multi etnis, multi talenta dan multi kepentingan. Untuk soal pemilihan tetap yang berhak adalah warga yang memiliki KTP DKI Jakarta. Baik yang tinggal di apartemen mewah dengan sistem keamanan bertingkat, maupun masyarakat yang tinggal di rumah kontrakan dipinggir kali ciliwung dan dibawah jembatan layang.

Jakarta adalah milik warga jakarta. Calon Gubernur dan wakilnya adalah perwakilan dan perpanjangan tangan masyarakat Jakarta. Persoalan demi persoalan jakarta tidak terlepas dari persoalan interaksi sosial, ekonomi dan politik dari masyarakat jakarta sendiri. Gubernur dan Wakil mendapatkan kepercayaan untuk mengatur tata kelola sosial, ekonomi dan kebijakan untuk Jakarta lebih manusiawi.

Menjadikan Jakarta lebih manusiawi, humanis dan egaliter terpulang sepenuhnya kepada masyarakat Jakarta. Derap pembangunan infrastruktur seutuhnya adalah untuk warga Jakarta sendiri. Tidak elok sepenuhnya menyandangkan berbagai perilaku warga menjadi beban sang Palayan Utama Jakarta. Persoalan kemacetan contohnya, adalah bentuk egoisme kita untuk memakai kendaraan pribadi dan enggan menggunakan kendaraan umum.

Soal persampahan, adalah egoisme tradisi kita membuang sembarangan dan senang hati membebankan kepada pemangku kepentingan. Soal ketiadaan rumah layak huni bagi warga Jakarta adalah buah ketamakan kita sebagian warga yang memiliki banyak properti termasuk ingin memiliki rusunawa untuk dikontrakan kepada orang lain.

Jakarta adalah cerminan kita secara komunal dan bersama. Hiruk pikuk pilkada jakarta, tetap semua akan berpulang kepada kita. Kampanye tanpa data dan fakta, yang tetap menikmati kita sebagai warga Jakarta. Masih ada waktu untuk mempelajari berbagai selewaran aksi kampanye calon gubernur beserta team sukesnya.

Dibalik semua itu, masih menanti para pemain besar yang memiliki kepentingan komplek untuk menikmati kue Jakarta yang besar. Kue pembangunan infrastruktur, penikmatnya adalah para pemain besar dalam bidang properti. 

Bila telah menentukan pilihan sejak awal. Alangkah elok menyampaikan kemampuan kita untuk menopang, atau barangkali menjadi pengingat ketika sang kandidat melakukan kesalahan. Bila belum menentukan alangkah elok mempelajari seluk beluk kehidupan sang calon. Pemilihan penguasa adalah pilihan kemerdekaan dan kedaulatan lima tahun kedepan.

Pilihan yang tidak hanya berimbas kepada pemilih secara pribadi semata. Imbasnya juga terhadap sumber kehidupan menjadi warga Jakarta. Tata ruang dan wilayah yang mesti berubah untuk manusiawi, barangkali ada pedagang kaki lima, pedangan bazar malam, atau tukang goreng kesukaan kita, tidak dapat lagi berusaha dan memenuhi selera kita setelah memilih Gubernur dan Wakil Gubernur baru nanti.

Sebab pemimpin adalah cerminan mayoritas yang dipimpin. Ia hanya didahulukan selangkah didepan warga, ditinggikan satu ranting diatas kita. Pemimpin itu tidak jauh dari jangkauan masyarakat yang dipimpin. Sebab bila pemimpin telah menjauh dan terjauhkan, maka kita sebagai warga Jakarta sulit untuk melakukan perbaikan dan meluruskan kesalahan langkah kebijakan Gubernur dan Wakil Gubernur.

Soal siapa pilihan kita, dan alasan rasional, emosional ataupun irasional, semua kita pertanggungjawabkan secara jelas untuk lima tahun kedepan sebagai warga Jakarta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun