Kedua. Petani mesti berhimpun dalam kelompok usaha bersama. Hal ini berguna untuk mengurangi biaya tenaga kerja pengolahan, pemeliharaan dan pemanenan. Petani menggunakan prinsip arisan kerja atau gotong royong menggarap lahan.
Ketiga. Petani membangun merek dari olahan dan belajar proses pemasaran yang dibantu oleh dinas pertanian. Karena hampir produksi pertanian organik petani tidak memiliki standar produk dengan sistem yang teruji. Ketika memiliki standar opersional proses dan juga kualitas maka petani berhak menggunakan merek sendiri dan membangun jaringan pemasaran. Pembangunan jaringan pemasaran dapat menggunakan jaringan ikatan keluarga kampung, pendidikan dan juga jalur online.
Keempat. Sistem investasi bagi hasil dengan petani. Hal ini menggunakan prinsip ekonomi syariah. Dimana investor ikut serta mendapatkan untung ketika hasil panen bagus dan juga ikut menanggung resiko ketika usaha pertanian organik mengalami rugi. Jika tidak menerapkan sistem bagi hasil maka petani akan menjadi sapi perahan. Sebab dalam usaha tidak ada selamanya mendapatkan untung. Dalam hal ini membutuhkan kebesaran hati para investor tidak memberikan pinjaman berbunga bagi petani.
Kelima. Yuk kita menjadi investor sekaligus konsumen hasil produksi pertanian organik. Caranya bagaimana? Ketika saudara atau tetangga kita memiliki lahan pertanian yang memadai dan cukup untuk beberapa orang maka meminta petani untuk mengolah pertaniannya berstandar organik. Karena dengan itu menjadikan ekonomi berputar dari pemilik modal langsung kepada petani. Dari pada harus masuk ke dalam sistem keuangan yang memiliki orientasi profit semata.
Memang kita butuh kepercayaan dan kesaling pahaman untuk memajukan pertanian organik yang memuliakan petani. Sebab pemerintah masih membuka kran impor beras dari Thailand, Vietnam sejumlah 1.000.000.0000 kg beras untuk cadangan. Sudah kebayangkan berapa duit pemerintah akan terbang keluar negri. Jika harga 1 kg beras impor 4.000 maka uang akan keluar sebesar Rp. 4.000.000.000.000,- (4 trilyun rupiah). Jika hal tetap terjadi maka tiada masa petani menjadi petani merdeka.
Mari kita stop mengkonsumsi produk impor dan mencintai hasil karya masyarakat indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H