Tanggal 10-20 Agustus 1955 Jambore Nasional Pandu pertama diselenggarakan. Bertempat di Karang Taruna, Ragunan, Pasar Minggu. Hadir sekitar 6.000 orang Pandu dengan lebih dari 82 macam organisasi Kepanduan. Padahal, organisasi kepanduan yang tergabung dalam IPINDO (Ikatan Pandu Indonesia) hanya 66 oragnisasi kepanduan. Lonjakan jumlah organisasi kepanduan ini dipandang aneh oleh para Pandu  (Patah Tumbuh Hilang Berganti, Kwarnas 1987: 48).  Keanehan seperti apa?
Ketika gelaran pertama pemilihan umum tahun 1955 jamak ditemui anggota pandu berseragaman lengkap mengikuti kampanye, mendukung partai tempatnya bernaungnya. Hal ini dipandang sebagai gelaja menurunnya sikap seorang Pandu. Terutama sikap menjaga persatuan dan disiplin pribadi. Persaingan antara pandu, mengancam cita-cita berdiri bersama menjaga kesatuan dan ideologi bangsa.
Di tahun 1959, adanya gejala terpecahnya organisasi kepanduan, Aziz Saleh dan Sultan Hamengku Buwana IX bertekad untuk menyatukan semua organisasi kepanduan dalam satu wadah. Sultan Hamengku Buwana IX mengusulkan rnama Pramuka. Ide ini pun bukan tanpa hambatan.
Golongan kiri memanfaatkan ide pendirian Pramuka yang di sampaikan Presiden Soekarno di Semanggi  (1959), sebagai momentum pendukung untuk meruntuhkan organisasi kepanduan. Yang mereka anggapan tidak relevan dan tidak disukai rakyat Indonesia. Harus segera diganti dengan Pramuka, yang ingin mereka sisipan konsep Pionir Muda, nama gerakan anak dan pemuda di negara komunis.
Desas-desus itupun tercium. Saat rapat pembahasan re-organisasi kepanduan Indonesia bersama Menteri Prijono, Sultan Hamengku Buwana IX dan Aziz Saleh. Kecurigaan itu diketahui Aziz Saleh lewat usulan Prijono mengenai nama Pioner Muda. Prijono pun hendak merubah kacu (dasi) pandu dengan warna merah (Sri Sultan: Hari-Hari Hamengku Buwana IX, Pustaka Utama Grafiti 1988:48-51).
Aziz Saleh lalu membocorkan usulan Prijono kepada Federasi Kepanduan. Serta mengusulkan kepada Federasi Kepanduan melebur. Dengan maksud, mencegah usulan Prijono. Sehingga pada rapat IPPINDO, Aziz Saleh mendesak penyesuaian Kepanduan Indonesia dengan kondisi Indonesia yang sudah merdeka. Demi menghalau pembuangan asas-asas kepanduan secara total. Nantinya, usulan itu disetujui oleh Sri Sultan Hamengku Buwana IX, yang selanjutnya disampaikan kepada Presiden Soekarno.Â
Namun, secara diam-diam Prijono menyodorkan draft usulan konseptual kepada Presiden Soekarno, untuk segera ditandatangani. Tanpa sepengetahuan tim penyusun re-organisasi Kepanduan Indonesia. Â Presiden Soekarno tidak menaruh kecurigaan, dan mengira draft itu hasil dari perumusan tim.
Aziz Saleh pun mengetahui tindakan Prijono. Dengan tergesa-gesa, Aziz Saleh yang baru datang dari Surabaya segera menemui Presiden Soekarno yang saat itu berada di Mobil. Aziz Saleh menerangkan duduk perkaranya. Dan akhirnya Presiden Soekarno membatalkan draft yang telah disetujinya.
Saat Menteri Prijono dan Presiden Soekarno berada di luar negeri, Aziz Saleh, Sri Sultan Hamengku Buwana IX beserta tim, berhasil menyelesaikan draft konseptualnya. Draft itulah yang nantinya ditandatangani oleh Ir. Djuanda.
Skema dramatis pun tak berhenti situ. Draft itu menuai protes Prijono, sekembalinya dari luar negeri. Prijono memimnta agar janji yang tercantum dalam draft, janji kepada negara didahulukan ketimbang janji kepada Tuhan. Akhirnya Presiden Soekarno mengambil jalan tengah, usulan Prijono dicoba terlebih dahulu. Namun, saat di dalam Mobil Sri Sultan Hamengku Buwana IX berkata, draft tak akan dirubah. Dan tak setuju, jika asas Pramuka disamakan dengan konsep Pioner Muda.
Hingga, kata Pramuka digunakan dalam anggaran dasar yang ditanda tangani Ir. Djuanda untuk mengganti kata kepanduan. Untuk mengatasi penyamaan Pramuka dan Pioner Muda, kata Pramuka diakali seolah-olah singkatan dari Praja Muda Karana. Ide itu berasal dari mahasiswi Fakultas Sastra UI bernama Soemartini.
Peristiwa itupun Terulang
Di bulan Oktober tahun 2018, jagad maya dihebohkan dengan video anak-anak berseragam Pramuka menerikkan jargon "2019 ganti presiden". Video ini menuai kritik dari berbagai kalangan penggiat Pramuka. Salah satunya Saifullah Yusuf (Gus Ipul) sebagai Ketua Kwarda Jatim ).
Gus Ipul menyatakan bahwa tidak tepat menggiring Gerakan Pramuka dalam kegiatan perpolitikan. Menurutnya, Gerakan Pramuka merupakan wadah pembentukan karakter, tidak sesuai dengan marwah yang diamanatkan undang-undang Gerakan Pramuka. Ketua Kwartir Nasioanl yang pada saat itu baru saja terpilih Budi Waseso pun menyatakan, bahwa mereka hanya berseragam menyerupai seragam Pramuka.
Apa itu hanya satu-satunya kasus pencorengan Gerakan Pramuka?
Bulan Januari 2019, group WA Humas Pramuka Perguruan Tinggi Se-Indonesia  dihebohkan gambar seorang caleg DPRD JATIM berpakaian Pramuka. Caleg itu bernama Ir. Suhandoyo SP. Infomasi dari komentar di akun Facebook Suhandoyo SP, Suhandoyo merupakan Caleg DPRD JATIM yang diketahui pula sebagai mantan calon Bupati Lamongan tahun 2010.
Hasil Identifikasi foto yang ada di akun Facebook maupun Instagram. Suhadoyo SP adalah seorang andalan Kwartir Rating (Kwaran). Terlihat dari tanda jabatan yang dipakai di kantong baju sebelah kanan sejajar dengan lambang WOSM. Perlu diketahui pula, Andalan Kwaran merupakan pengurus Gerakan Pramuka di tingkat ranting atau Kecamatan di bawah kordinasi Kwartir Cabang (Kawrcab) di tingkat Kabupaten atau Kota.
Berbagai reaksi keras para penggiat Pramuka di Perguruan Tinggi ini pun dilancarkan atas kendara mainnya. Tidak sedikit yang melemparkan protes atas pengingkaran Undang-Undang Gerakan Pramuka No 12 Tahun 2010 itu.  Bahkan, salah satu anggota group HUMAS Se-Indonesia inisiatif mengirim pesan melalui  ke akun Instagram Suhandoyo_46. Pesan ditanggapi dengan janji penggantian design  media kampanyenya.
Benarkah Gerakan Pramuka Kecolongan?
Gegernya video anak-anak berseragam Pramuka di ajak meneriakkan jargon 2019 ganti presiden tidak membuat Kwartir Nasional sebagai kantor pusat Gerakan Pramuka tinggal diam. Kala itu, Kwartir Nasional (Kwarnas) Gerakan Pramuka mengklarifikasi viralnya video dengan menyatakan bahwa mereka bukanlah anggota Pramuka.
Sebagai organisasi yang ikut tersandung dalam kancah perpolitikan Indonesia, Caleg DPRD Jatim berseragam Pramuka itu pun mendapat surat rasa keberatan dari Kwartir Daerah (Kwarda) Jawa Timur.
Surat bernomor 614/13.00-E tertanggal 18 oktober 2018 itu memuat 4 poin penting. Poin 1 dan 2 berisi penegasan bahwa Gerakan Pramuka bukan organisasi sosial-politik beserta kutipan Anggaran Dasar Pramuka tahun 2013 pasal 6 ayat 2. Poin 3 berisi rasa keberatan Kwarda Jawa Timur atas penggunaan atribut Pramuka dalam kegiatan politik. Poin 4 berisi tuntutan untuk mengganti design surat suara saat approval.
Selain itu, Kwarnas lewat surat edaran bernomor 63-00-A tertanggal 28 Desember 2018 kepada seluruh Kwarda seluruh Indonesia, kembali mengingatkan bahwa Gerakan Pramuka tidak diperbolehkan ikut terlibat dalam kegiatan politik praktis. Dalam surat ini pula ditegaskan kembali kutipan pasal yang diambil dari Undang-Undang nomor 12 tahun 2010 beserta Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tanggal Gerakan Pramuka.
Walaupun salah satu tanggapan akun Facebook Suhandoyo SP terhadap komentar dari akun Soekan Bage "tidak boleh, mas. Karena Pramuka adalah gerakan non-politik, maka atributnya pun tidak boleh digunakan untuk kepentingan politik". Ungkapan Suhandoyo SP itu pun tak dilakukan .
Alih-alih menunjukkan aturan Gerakan Pramuka sebagai gerakan non-politik, dan tak boleh digunakan untuk berpolitik. Yang dilakukan Suhandoyo menunjukkan hal yang sebaliknya. Sangat jelas, Suhandoyo mempergunakan Organisasi Gerakan Pramuka untuk mendulang suara di pemilihan umum April 2019 nanti.
Hingga saat ini, akun Facebook, Fans Page (Hayo Jatim) maupun Instagram milik Suhandoyo caleg DPRD Jatim masih memakai poster berseragam Pramuka. Dimungkinkan pula poster dan baliho yang terpasang di tepian jalan, juga menggunakan design berseragam Pramuka.
64 tahun berselang dari kejadian surutnya disiplin para Pandu (sekarang Pramuka) dan persaingan suksesi pembelaan kepentingan partai tempatnya bernaung. Sampai kapan obor politik tersulut dalam Gerakan Pramuka, demi kendaraan mendulang suara? Dan bagaimanakah nasib wadah pendidikan karakter bangsa, episode mendatang?
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI