Selain itu, Kwarnas lewat surat edaran bernomor 63-00-A tertanggal 28 Desember 2018 kepada seluruh Kwarda seluruh Indonesia, kembali mengingatkan bahwa Gerakan Pramuka tidak diperbolehkan ikut terlibat dalam kegiatan politik praktis. Dalam surat ini pula ditegaskan kembali kutipan pasal yang diambil dari Undang-Undang nomor 12 tahun 2010 beserta Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tanggal Gerakan Pramuka.
Walaupun salah satu tanggapan akun Facebook Suhandoyo SP terhadap komentar dari akun Soekan Bage "tidak boleh, mas. Karena Pramuka adalah gerakan non-politik, maka atributnya pun tidak boleh digunakan untuk kepentingan politik". Ungkapan Suhandoyo SP itu pun tak dilakukan .
Alih-alih menunjukkan aturan Gerakan Pramuka sebagai gerakan non-politik, dan tak boleh digunakan untuk berpolitik. Yang dilakukan Suhandoyo menunjukkan hal yang sebaliknya. Sangat jelas, Suhandoyo mempergunakan Organisasi Gerakan Pramuka untuk mendulang suara di pemilihan umum April 2019 nanti.
Hingga saat ini, akun Facebook, Fans Page (Hayo Jatim) maupun Instagram milik Suhandoyo caleg DPRD Jatim masih memakai poster berseragam Pramuka. Dimungkinkan pula poster dan baliho yang terpasang di tepian jalan, juga menggunakan design berseragam Pramuka.
64 tahun berselang dari kejadian surutnya disiplin para Pandu (sekarang Pramuka) dan persaingan suksesi pembelaan kepentingan partai tempatnya bernaung. Sampai kapan obor politik tersulut dalam Gerakan Pramuka, demi kendaraan mendulang suara? Dan bagaimanakah nasib wadah pendidikan karakter bangsa, episode mendatang?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H