Mohon tunggu...
AgusHari Subagyo
AgusHari Subagyo Mohon Tunggu... -

lelaki yang berpikir sederhana...

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

Duel 2 Jawara

1 Juli 2012   07:12 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:23 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Olahraga. Sumber ilustrasi: FREEPIK

Akhirnya, gelaran Euro Cup 2012 akan menemui titik kulminasinya nanti malam. Dan sebelum pesta sepakbola Eropa itu berakhir, miliaran pasang mata di seluruh dunia akan disuguhi sebuah laga akbar. Laga final yang merupakan gong penutup, dari event yang telah berlangsung kurang lebih 3 minggu ini. Sebuah partai final yang mempertemukan 2 tim yang menjadi jawara dalam gelaran World Cup 2006 dan 2010.

Bertemunya Spanyol dengan Italia di partai puncak Euro Cup 2012, sebenarnya agak di luar prediksi pengamat sepakbola. Hampir sebagian besar pengamat dan pecinta sepakbola dunia, memprediksikan bahwa tim Matador Spanyol akan bertemu tim Der Panser Jerman di laga puncak. Mengapa demikian, karena perjalanan timnas Jerman sendiri begitu meyakinkan selama babak kualifikasi, babak penyisihan grup, hingga ke perempat final. Sayang, penampilan mereka seperti anti klimaks saat bertemu Gli Azzuri di partai semi final. Mereka seperti kehilangan akal dan frustasi saat mendapati rapatnya pertahanan gerendel Italia.

Tak banyak yang menjagokan Gli Azzuri mencapak laga pamungkas. Banyak faktor yang mendasari itu. Disamping minimnya waktu bagi Cessare Prandelli untuk menyiapkan tim, persiapan Italia juga diganggu oleh terungkapnya skandal pengaturan skor yang diduga melibatkan banyak orang. Mulai dari legenda hidup sepakbola Italia, Giussepe Signori, il capitano Lazio Stephano Mauri, hingga arsitek juara seri A La Vechia Signora Juventus, Antonio Conte. Bahkan laga uji coba pun sempat dibatalkan, akibat terjadinya gempa. Semua hal itu kembali mengingatkan publik akan persiapan skuad Gli Azzuri di bawah asuhan Marcello Lippi di tahun 2006. Dihantam berbagai hambatan, namun mampu tampil luar biasa dan menjungkirbalikkan semua prediksi, dengan merengkuh trophi Piala Dunia setelah menghempaskan Perancis lewat drama adu pinalti. Sebuah laga yang dramatis, karena diwarnai insiden tandukan kepala Zinedine Zidane terhadap palang pintu Gli Azzuri Marco Matterazi, yang berbuah kartu merah.

Untuk Spanyol sendiri, tampilnya mereka di final Euro Cup dalam 2 edisi terakhir, seolah pembuktian dan pentahbisan mereka sebagai tim terbaik dunia. Kemajuan sepakbola Spanyol memang luar biasa pesat. Kalau dulu kita hanya bisa mengenal sepakbola Spanyol lewat 2 tim utama mereka, Barcelona dan Real Madrid di kancah kompetisi klub-klub elit Eropa, maka sejak tahun 2008 tim nasional merekapun juga menjelma menjadi kekuatan yang sangat menakutkan. Mahkota jawara Eropa dan Dunia menjadi pembuktiannya. Kegemilangan Barcelona di akademi La Masia, untuk menghasilkan para pemain berkualitas dunia, ditunjang ambisi gila El Real dalam memburu pemain bintang,berimbas pada semakin termotivasinya pemain lokal Spanyol untuk meningkatkan kualitas mereka agar dapat bersaing di level yang lebih tinggi. Dan hasilnya dapat kita lihat, para pemain Spanyol seperti merajalela di mana-mana. Dan rata-rata kehadiran mereka, selalu menjadi pilihan utama di klubnya masing-masing. Maka tak heran, skuad Matador sekarang layaknya kumpulan para bintang dan maestro lapangan hijau.

Kembali ke pertandingan yang akan digelar nanti malam, banyak hal yang dapat kita cermati dalam memberikan prediksi, baik itu dari segi teknis, maupun non teknis. Diantaranya adalah perbandingan kekuatan ke 2 tim dari lini per lini, hingga sejarah pertemuan keduanya di pentas sepakbola dunia.

Perbandingan ke 2 tim, dari lini per lini :

1. Kiper

Inilah palang pintu terakhir dari sebuah tim sepakbola. Meski sering dianggap hanya sebagai pelengkap (karena hanya berdiri di bawah mistar gawang) namun keberadaan seorang kiper seringkali juga sangat menentukan, terutama ketika sebuah pertandingan diwarnai dengan adu tendangan pinalti. Bahkan, ketika sebuah tim dihadapkan kepada hukuman tendangan bebas yang dilakukan oleh lawan, kiper juga berperan, hal ini karena di era sepakbola modern, banyak gol tercipta dari eksekusi bola-bola mati. Jadi kiper yang mumpuni akan memberikan rasa aman kepada para pemain lain, terutama pemain lini belakang dalam menjaga pertahanannya.

Di sektor ini, baik Spanyol maupun Italia hampir berimbang. Iker Cassilas maupun Gianluigi Buffon, mampu mengemban tugasnya dengan baik. Entah itu sebagai kiper ataupun sebagai kapten tim. Kekuatan mental maupun skill mereka dalam menjaga gawangnya dari kebobolan, sudah tak perlu diragukan. Namun Buffon sedikit lebih unggul soal pengalaman, meski hanya tipis.

2. Lini Belakang (bek)

Untuk tim Matador, sepertinya tak akan berubah. Semua juga tahu, bahwa entrenador Spanyol Vicente del Bosque adalah orang yang konservatif. Sangat jarang dia merubah susunan pemain-pemainnya yang berlaga. Jadi rasa-rasanya, Jordi Alba-Gerard Pique-Sergio Ramos-Alvaro Arbeloa adalah opsi utama. Sedangkan kuartet lini belakang Italia mungkin juga tidak akan berubah, dan mungkin sama seperti saat melawan Jerman dimana Frederico Balzareti-Andrea Barzagli-Leonardo Bonucci-Giorgio Chiellini menempati starting line up.

Di lini ini, Italia lebih unggul. Tidak saja soal kedisiplinan, namun juga karena mereka telah teruji dibanding Spanyol. Mereka terbukti mampu menahan gempuran Spanyol dan Kroasia di babak penyisihan grup, lalu mampu mematikan Inggris (meski Inggris terutama lini depannya bermain buruk), dan yang lebih hebat gempuran Jerman juga mampu mereka jinakkan. Sementara Spanyol baru teruji saat menghadapi Italia, sementara saat berhadapan lawan Irlandia, Kroasia, Perancis, bahkan Portugal tak banyak mendapat tekanan.

3. Lini Tengah

Di sisi inilah perang sesungguhnya bakal terjadi. 2 maestro akan saling mengadu skill. Andrea Pirlo akan ditemani Ricardo Montolivo-Claudio Marchioso-Daniele de Rossi. Sementara Xavi Hernandes akan ditemani Xabi Alonso serta Andres Iniesta (dengan pola 4-3-3) atau bisa juga ditambah dengan David Silva, serta Cesc Fabregas, dengan menempatkan 1 striker saja.

Untuk lini ini, Matador Spanyol lebih unggul. Perpaduan Xavi-Xabi-Iniesta sudah begitu kompak. Maklum, mereka telah menjadi trio lini tengah Spanyol sejak 2008, hingga pengertian diantara ketiganya sudah begitu pas. Lain halnya dengan lini tengah Italia yang dikomandoi Andrea Pirlo. Selama gelaran turnamen ini, Pirlo lah otak Italia. Perannya begitu vital. Jika saja nanti Spanyol bisa mematikannya, sangat sulit bagi Gli Azzuri untuk berharap lebih pada Ricardo Montolivo sebagai pembagi bola, sedangkan De Rossi dan Marchioso lebih berperan sebagai penjaga kedalaman. Andai skenario saling mematikan jenderal lapangan tengah (Xavi dan Pirlo) maka disinilah Iniesta berperan penting, dibanding Montolivo.

4. Lini Depan

Disini, Italia jauh lebih unggul. Duet Antonio Cassano dan si bengal Mario Balotteli begitu padu. Mungkin karena mereka sama-sama pernah disebut bengal, di kurun waktu umur yang sama, sehingga bisa begitu nyetel dan saling mendukung. Memang si peterpan belum mencetak satu gol pun, namun pergerakannya dalam membuka ruang, memudahkan super Mario menjadi finisher yang mematikan di depan gawang. Terbukti, 3 gol telah disarangkan Balotteli, hingga berpeluang menjadi kandidat utama top skor turnamen.

Sedangkan Spanyol, selepas ditinggal David Villa yang masih dalam tahap pemulihan cedera, sepertinya kebingungan menentukan siapa sososk striker yang akan diturunkan. Fernando Torres memang telah mencetak 2 gol, namun dia tetaplah bukan pilihan utama Vicente del Bosque untuk mengisi pos lini depan. Terbukti bahwa ternyata Cesc Fabregas yang notabene adalah seorang gelandang, sering dimainkan lebih maju sebagai striker. Jadi patut disimak, apakah lini kedua tim Matador mampu lebih kreatif dalam membongkar pertahanan cattenacio Gli Azzuri, untuk menutupi celah kurang tajamnya lini depan mereka.

Untuk urusan non teknis, faktor sejarah sepertinya juga lebih menguntungkan Italia. Karena terbukti dari catatan perjumpaan mereka, La Furia Roja masih saja kalah. Hanya saja, dari segi pelatih, Spanyol lebih sedikit unggul dengan adanya Vicente del Bosque yang lebih kenyang pengalaman di tim nasional, dibandingkan dengan Cessare Prandeli. Meski begitu, yang namanya peluang selalu saja terbuka bagi ke 2 tim.

Maka patutlah kita menunggu, apakah strategi tiki taka serta permainan indah ala La Furia Roja mampu menjinakkan strategi cattenacio serta sepakbola efektif ala Gli Azzuri? Jawabannya akan tersaji kurang dari 11 jam, dihitung mulai dari sekarang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun