Sebuah pilihan berat telah diambil Inka, ia tetap menuruti hati nurani betapapun hal itu berakibat sangat berat bagi keluarganya. Kepentingan negara dan rakyat harus diutamakan di atas kepentingan pribadi dan keluarganya. Betapa HS sangat marah dan mendendam ketika mengetahui bahwa yang membawanya ke penjara adalah anak kandungnya sendiri. Bahkan ketika ia sudah di dalam sel penjara, ia enggan bertemu ketika Inka membesuknya. Semua tentu terasa sangat pahit dan getir di hati Inka.
Di akhir cerita, melalui doa dan kepasrahan kepada Tuhan, dikisahkan Herman Sangkelana akhirnya mau menemui Inka. Dalam sebuah percakapan yang teramat dalam, HS mengungkapkan kesadarannya bahwa ia akhirnya sadar bahwa ialah yang telah keliru dan tidak bisa bertanggung jawab terhadap keluarganya dengan memberi nafkah melalui jalan yang haram. Akan tetapi Inka telah menyelamatkan dirinya dan keluarganya. Penjara dunia ada jangka waktu akan berakhir, tetapi penjara akhirat akan abadi sepanjang masa. HS sangat berterima kasih dan bangga memiliki Inka. Inilah akhir kisah sinetron Malu Itu Perlu.
Sinetron Malu Itu Perlu, merupakan sebuah kritik cerdas terhadap fenomena perilaku korup yang kian merajalela di negeri ini. Tidak hanya dilakukan secara mandiri oleh seseorang, banyak tindakan korupsi yang melibatkan secara langsung maupun tidak langsung semua anggota keluarga sebagaimana proses pencucian uang yang sering dipakai sebagai kedok korupsi. Di sinilah pesan moral yang sangat dalam ingin disampaikan bahwa setiap anggota keluarga memiliki peran untuk saling mengingatkan satu sama lain agar jangan sekali-kali korupsi karena terkadang dorongan atau bisikan korupsi juga bisa berasal dari dalam sebuah rumah tangga.
Sinetron ini dibintangi oleh Ayudia Bing Slamet dan Rahman Yacob.
Lor Kedhaton, 30 Maret 2015
Foto dipinjam dari sini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H