Mohon tunggu...
M.D. Khalid
M.D. Khalid Mohon Tunggu... -

Mungkin aku hanya seorang pencari tafsir kehidupan yang gagal menemukan hakikat. Akhirnya melara...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Hilangnya Aku

16 Agustus 2014   05:48 Diperbarui: 18 Juni 2015   03:25 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pengakuan dan pertanyaan yang baru saja diucapkan kakek tua itu tentu saja membuatku sangat kaget. Kenapa dia mengaku sebagai Mahmud dan berlagak tidak mengenalku? Mungkin saja Mahmud sudah ada di dalam rumah dan sebelumnya telah mengatur persekongkolan dengan kakeknya untuk membuatku kebingungan. Aku membayangkan wajah licik Mahmud tengah cekikin mengintip dari balik ruang tengah.

Aku menyapu pandangan ke seluruh arah ruangan yang aku kenal baik ini. Empat buah kursi tunggu yang terbuat dari rotan dan satu meja kayu masih ada di posisinya masing-masing. Di salah satu sudut terdapat lemari kayu berwarna coklat pudar tanpa kaca tempat menaruh radio transistor tua yang sedang menyiarkan warta berita. Pada dinding di atas radio, tertempel poster presiden Sukarno didampingi Muhammad Hatta tengah membacakan proklamasi kemerdekaan Indonesia. Begitu juga sebuah meja kecil dari kayu tempat menaruh kotak perabotan yang berisi gunting, sisir dan peralatan cukur lainnya. Namun sekonyong-konyong aku terperanjat kaget melihat di sebelah cermin besar yang digantung di dinding, tertempel pula selembar kertas karton warna putih kusam seukuran buku tulis yang belum pernah kulihat sebelumnya bertuliskan:

Dewasa      :   Rp. 10.000

Anak-anak :  Rp. 6.000

Aku beringsut maju ke depan cermin besar dan menatapnya lekat-lekat, namun bayangan yang muncul dari dalam cermin adalah sesosok lelaki paruh baya dengan bentuk wajah tirus, dahi penuh garis bekerut-kerut. Rambutnya yang tipis dan jarang-jarang terurai hingga ke bahu,  lebih banyak rambut yang berwarna putih dibanding hitam. Demikian pula kumis dan jenggotnya, penuh uban!

[caption id="attachment_338273" align="alignnone" width="768" caption="Hilangnya Aku"]

14081174851419871797
14081174851419871797
[/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun