Aku berada di Negara yang paling miskin di Asia Tenggara, berada di provinsi termiskin di sumatera dan menjadi manusia termiskin diantara teman-temanku.Â
Tetapi walaupun keadaan seperti itu aku tetap menghabiskan waktuku untuk ngopi. Aku yakin aku hidup sekali otomatis aku harus bahagia dengan caraku yaitu dengan ngopi dan rokok dan kadang-kadang juga membahas politik yang juga tidak mampu aku kuasai.Â
Tetapi kalau kita bahas politik kan seolah-olah kita terlihat pintar, kita melihat kebodohan-kebodohan yang ditampilkan para pejabat yang membuat geleng-geleng kepala (tetapi sangat berbahaya).
Ada alasan mengapa aku katakan sangat berbahaya, ini contoh saja seorang pejabat akan tetap dihukum kalau dia korupsi sehingga pejabat-pejabat yang lain juga ikut korupsi karena sudah menjadi tradisi sehingga menjadi aneh kalau seorang pejabat tidak melakukan korupsi, ketahuan atau tidak itu hanya soal kelincahan saja.
Budaya yang sebenarnya buruk tapi kalau dilakukan secara berulang-ulang akan terlihat wajar bukankah itu sangat berbahaya ?
Karena daerahku ini punya julukan sejuta warung kopi otomatis aku menjadi sangat sering mengunjunginya apalagi disediakan wi-fi gratis. Dari pada beli paket 10.000 hanya bisa nonton youtube lima video doang.
Aku sebenarnya mempunyai penyakit yang sangat serius yaitu rasa malas dan frustasi, sudah kucoba berubah sedikit demi sedikit dengan cara melamar kerja kesana kemari  tapi tak ada pekerjaan yang cocok buatku. Gajinya kecil semua hanya sekitaran sejuta hanya untuk bisa ngopi dan rokok aja selama sebulan.Â
Padahal aku juga ingin memiliki sepeda motor  baru atau kalau ada lebih juga ingin punya mobil (Cuma khayalan).  Â
Sebenarnya aku juga malas curhat-curhat seperti ini, kayak remaja nulis di buku harian saja. Tapi aku sudah tidak mampu lagi menahan rasa galau yang melanda dalam hatiku ini. Pacarku memaksaku untuk segera menikah bukan karena dia hamil tapi orang tuanya ingin menjodohkan dia dengan orang lain.Â
Aku bingung pekerjaan belum ada tapi dia ajak nikah, biaya pernikahan itu yang membuat aku pusing ada bermacam-macam mulai mahar, uang hangus, isi kamar, biaya pesta, biaya pelaminan, sampai biaya tukang foto harus aku pikirin kira-kira totalnya ada sekitar lima puluh juta (selama hidupku tak pernah ku pegang uang segitu). Â
Dari pada aku sumpek memikirkan sesuatu yang tidak mampu aku wujudkan lebih baik kan ke warung kopi, walau hanya bisa menikmati kopi pancung dan sebatang rokok tapi sudah membuat pikiran tenang. Walau kadang sedikit ada rasa menyesal, duit dari dompet ibuku hasil jualan lontong tadi pagi.Â
Karena kalau aku minta ibuku itu cerewet "makanya usaha, kerja". (padahal setiap hari aku cari kerja)
Sebenarnya selain masalah ekonomi kita juga punya masalah pendidikan, tapi aku tidak mau membicarakannya hari ini. Karena pendidikan kita itu kurang jelas arahnya kemana.Â
Jutaan mahasiswa dilahirkan tapi lapangan pekerjaan kita tidak memadai sehingga orang pada beralih ke bidang lain (itu pun kalau ada), jadi ilmu yang mereka pelajari menjadi mubazir, kan temannya setan.
Aku jadi bingung kenapa daerah kita ini tidak membuat industri atau pabrik sehingga bisa meraup ratusan tenaga kerja.Akh, pacarku, maukah kau nikah lari bersamaku?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H