Panti Asuhan Semesta, membasahi jalanan berkerikil dan mempergelap suasana. Tempat ini berdiri megah namun terpencil di pinggir hutan, seolah menjauhkan dirinya dari dunia luar. Sejak pertama kali Amara ditugaskan menjadi guru di sana, perasaan tak nyaman terus menyelimutinya."Amara, kamu pasti hanya lelah," ujar Bu Mirna, pengelola panti, dengan nada datar seperti biasa. Matanya yang tajam bersembunyi di balik kacamata tipis. "Anak-anak sering mengarang cerita menyeramkan untuk menakut-nakuti."
Malam itu hujan turun deras diNamun Amara tahu ada yang tidak beres. Setiap malam, suara-suara aneh terdengar dari ujung lorong. Bayangan bergerak di sudut-sudut gelap, meski tak ada seorang pun di sana. Bahkan udara di dalam panti terasa lebih dingin, lebih pekat, seolah menyimpan sesuatu yang tak kasatmata.
"Bu, ada yang tidak beres di sini. Saya merasa... seolah ada yang mengawasi saya setiap waktu. Bayangan itu, suara-suara itu, mereka nyata!", Amara berusaha meyakinkan Bu Mirna, tetapi wanita itu hanya tersenyum tipis.
"Jangan biarkan imajinasi mengambil alih, Amara. Di sini, kita hanya mengurus anak-anak yang membutuhkan bantuan, bukan cerita-cerita hantu."
Amara tidak menjawab, tetapi hatinya berdebar kencang. Ia merasa kehadiran sesuatu yang tidak kasatmata semakin nyata, semakin dekat. Dalam keheningan malam, suara bisikan mulai terdengar lagi---seolah ada yang membisikkan kata-kata dalam bahasa asing di telinganya. Dan ia merasa ada yang menatap dari balik kegelapan.
***
Suatu malam, ketika Amara tengah mengajar anak-anak panti, ia menyadari ada seorang anak yang duduk terpisah dari yang lain. Ia mengenal anak itu---Raka, bocah pendiam yang sering berbicara sendiri. Ia jarang berinteraksi dengan anak-anak lain, tetapi malam itu, sorot matanya aneh.
Saat kelas selesai, Amara mendekati Raka. "Kamu baik-baik saja?" tanyanya lembut. Anak itu hanya menatap lantai, lalu berbisik, "Dia datang lagi tadi malam."
Siapa? pikir Amara, tetapi sebelum ia bisa bertanya lebih jauh, Raka melanjutkan dengan suara gemetar. "Dia bilang... aku tidak boleh bilang sama siapa pun. Tapi aku takut, Kak."
Amara menelan ludah. "Siapa yang kamu maksud, Raka?"
"Aruna," bisik Raka, "dia tinggal di sini, di panti ini. Tapi dia tidak seperti kita."