Biarlah orangtuanya bodoh yang penting anaknya pintar dan mempunyai masa depan
Sepertinya kemiskinan dan keterbelakangan masyarakat pesisir adalah lagu lama yang tak dapat dielakkan sepanjang sejarah berdirinya Republik Indonesia hingga bergulirnya era reformasi. Rintihan pilu masyarakat pesisir tidak jua kunjung reda.
Padahal mungkin kita masih teringat akan lagu 'nenek moyangku seorang pelaut', yang mana dapat mengingatkan kita akan potensi laut kita yang sedemikian kaya.
Semestinya bangsa ini berbangga diri memiliki masyarakat yang rela mencurahkan hidup dan matinya untuk mengelola sumber daya pesisir dan laut. Mengingat pembangunan pesisir dan laut bagi bangsa ini merupakan modal besar dan peluang lebar untuk menuju persaingan ekonomi global.
Memberdayakan masyarakat pesisir dari kemiskinan dan keterbelakangan adalah langkah yang sangat mendasar dalam tahap awal pembangunan pesisir dan laut. Namun pada kenyataannya, langkah tersebut belum menunjukkan sinyal yang pasti.
Kurangnya akses pendidikan (menyebabkan banyak anak-anak yang tidak bersekolah), kesehatan, serta akses lainnya bagi masyarkat pesisir menjadi suatu pertanda bahwa nasib mereka masih berada dalam ketidakjelasan, sehingga akibatnya sumber daya manusia (SDM) yang mereka miliki sangat minim dalam mengelola kekayaan laut yang melimpah.
Bukan mereka tidak memiliki usaha yang keras dan keinginan yang gigih dalam memajukan sosial-ekonominya, tapi karena keterbatasan pendidikan, informasi, dan teknologi yang membuat mereka harus menerima apa adanya dan terbatas dalam berkreasi menjalankan profesinya.
Mutu SDM yang rendah membuat mereka tidak begitu paham memanajemen, setiap pendapatan mereka dan mengalokasikan seperlunya.
Di daerah pelosok atau terpencil termasuk daerah tempat saya tinggal, kesadaran untuk melanjutkan pendidikan memang sangat kurang.
Mereka lebih memilih bekerja daripada melanjutkan pendidikan. Kebanyakan faktor yang disebabkan adalah kurangnya kesadaran pribadi, faktor ekonomi dan faktor sosial budaya.Â
Faktor sosial budaya berkaitan dengan kultur masyarakat yang berupa pandangan, adat istiadat, dan kebiasaan. Pengaruh-pengaruh budaya yang negatif dan salah terhadap dunia pendidikan akan turut berpengaruh terhadap perkembangan dan pertumbuhan remaja tersebut.Â
Remaja yang bergaul dengan teman-temannya yang tidak sekolah atau putus sekolah akan terpengaruh dengan mereka. Sehingga mereka memutuskan untuk tidak melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi, karena teman-temannya juga tidak melanjutkan sekolah.Â
Mereka memilih untuk mencari uang dengan alasan membantu orangtua. Padahal orangtua mereka menginginkan anak-anaknya melanjutkan sekolah agar mempunyai masa depan yang jelas.
Biarlah orangtuanya bodoh yang penting anaknya pintar dan mempunyai masa depan, demikian semboyan orang tua yang sadar akan pentingnya pendidikan bagi kehidupan dan masa depan anaknya.Â
Ada juga orangtua yang belum sadar akan pentingnya pendidikan. Anaknya mempunyai keinginan untuk melanjutkan pendidikan tetapi orangtuanya melarang dengan alasan tidak mempunyai uang untuk membiayai sekolah.
Sedangkan kebutuhan yang belum terpenuhi masih banyak, "Buat apa sekolah tinggi, toh pada akhirnya kerja di pabrik atau jadi kuli bangunan, nyatanya si A sudah jadi sarjana tetapi sampai sekarang masih menganggur?"
Pemikiran-pemikiran seperti itu yang membuat mereka belum sadar akan pentingnya pendidikan. Berhasil atau tidaknya seseorang itu tergantung pada usaha manusia itu sendiri.
Pentingnya perhatian berbagai pihak, baik itu konsultan pemberdayaan, aktivis LSM, peneliti, politisi, dan khususnya para penentu kebijakan untuk menguak nasib buram masyarakat pesisir tersebut.Â
Sebab, diakui atau pun tidak keterpurukan masyarakat pesisir kurang begitu diwacanakan atau dimunculkan kepermukaan, entah karena letak geografisnya yang terisolir, atau karena tertutup oleh permasalahan-permasalahan aktual yang bersifat sementara, sehingga berbagai pihak melupakan masyarakat yang terpinggirkan; masyarakat yang telah lama menahan sakit berkepanjangan.
Kepedihan mayarakat pesisir sering sekali diombang-ambing keadaan bangsa yang tidak menentu, di mana pada kenyataannya mereka adalah korban dari kebusukan pikir para pemimpin, hingga masyarakat pesisir harus menderita dalam waktu yang berkepanjangan.Â
Terkadang, masyarakatnya memiliki keinginan besar untuk terus mengembangkan kegiatan pembangunan sosial-ekonomi wilayahnya.
Namun, untuk mewujudkan keinginan tersebut terdapat berbagai hambatan besar yang diciptakan dari kesalahan sejarah, seperti masyarakat pesisir Kabupaten Pulau taliabu, Maluku Utara.
Saat ini tidak berposisi sebagai penerima warisan, melainkan bagaimana mereka menciptakan dan memberikan warisan untuk anak cucu mereka kelak.
Realitas seperti ini tidak hanya terjadi di wilayah Kabupaten Pulau Taliabu, tapi hal yang sama juga banyak terjadi di berbagai wilayah pesisir lainnya.
Kelemahan-kelemahan tersebut biasanya terletak pada terbatasnya sarana dan prasarana ekonomi, rendahnya kualitas SDM, dan belum adanya komitmen pembangunan kawasan pesisir secara terpadu.
StrategiÂ
Berangkat dari berbagai kelemahan masyarak pesisir itulah, perlu adanya tujuan program pemberdayaan yang lebih menitik-beratkan pada upaya memperkuat kedudukan dan fungsi kelembagaan sosial-ekonomi masyarakat pesisir untuk mencapai kesejahteraan yang berkelanjutan.
Adapun ruang lingkupnya antara lain:
- Memetakan sumber daya pembangunan wilayah yang dapat dijadikan basis data perencanaan kebijakan pembangunan dan investasi ekonomi.
- Meningkatkan kemampuan manajemen dan sumberdaya manusia (SDM)
- Mengembangkan produk unggulan yang berbasis pada potensi sumber daya lokal, dan benilai jual tinggi.
- Melaksanakan publikasi yang terencana dan tersturktur untuk masyarakat luas, khususnya para pemangku kepentingan (stakeholders), sebagai sarana menjalin kerjasama dengan institusi atau lembaga-lembaga lain dalam rangka menggalang potensi sumber daya kolektif dalam membangun masyarakat pesisir.
Adapun fungsi dan pentingnya kelembagaan sosial-ekonomi dalam pembangunan masyarakat pesisir adalah sebagai wadah penampung harapan dan pengelola aspirasi kepentingan pembangunan, menggalang seluruh potensi sosial, ekonomi, politik, dan budaya masyarakat.
Kemampuan kolektif, sumber daya, dan akses masyarakat meningkat, memperkuat solidaritas dan kolektivitas, sehingga kemampuan gotong royong masyarakat meningkat; memperbesar nilai tawar (bergaining position) dan; menumbuhkan tanggung jawab kolektif masyarakat atas pembangunan yang direncanakan.
Dari sekelumit tentang strategi pemberdayaan masyarakat pesisir yang ditawarkan kiranya perlu mendapat perhatian serius dari berbagai pihak, terutama pemerintah, demikian juga dengan masyarakat pesisir sendiri.Â
Agar dalam menerapkan berbagai kebijakan, pemerintah terlebih dulu menggunakan pendengaran dengan sebaik-baiknya, bahwa di setiap bibir pantai (masyarakat pesisir) ada tangisan pilu yang tak bersuara, juga tidak ada yang menyuarakan.Â
Akibat luka yang berkepanjangan, suara mereka hilang ditelan riuh-rendahnya gelombang bangsa yang tak berkesudahan.Â
Kiranya riakan itu terhenti dan bahkan berubah menjadi suatu fenomena baru, yakni meningkatnya kesejahteraan dan tingkat kehidupan masyarakat pesisir kita sehingga pesisir dan laut bukan lagi belakang rumah tetapi berubah menjadi sesuatu yang indah/menjadi sumber daya yang memberikan penghidupan untuk masa depan kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H