Jakarta - Sengketa tanah merupakan salah satu masalah yang sering terjadi di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor, mulai dari tumpang tindih sertifikat, konflik adat, hingga perebutan lahan untuk kepentingan investasi.
Kompol Sandy Budiman, S.H., S.I.K., M.Si., menjelaskan bahwa sengketa tanah dapat menimbulkan dampak luas, baik secara sosial maupun ekonomi.
"Kasus seperti sengketa tanah di Pulau Rempang, Wadas, hingga Mesuji menunjukkan betapa kompleksnya persoalan ini. Konflik semacam ini tidak hanya merugikan masyarakat, tetapi juga dapat memicu keresahan sosial yang berkepanjangan," ujar Kompol Sandy Budiman dalam keterangannya.
Selain Pulau Rempang, Wadas dan Mesuji, sengketa tanah pernah juga terjadi di Sumber Wetan Malang, Lapindo Sidoarjo, Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS), serta Kampung Akuarium Jakarta Utara.
Penyebab Sengketa Tanah
Kompol Sandy mengidentifikasi sejumlah faktor utama penyebab sengketa tanah.
"Kurangnya kejelasan status tanah, perubahan tata ruang, dan lemahnya perlindungan hak adat sering menjadi akar masalah," ungkapnya.
Ia juga menyoroti tantangan dalam pengelolaan Hak Guna Bangunan (HGB) yang sering kali menjadi sorotan, seperti tumpang tindih sertifikat dan kesulitan dalam perpanjangan hak.
Definisi dan Uraian SHM, HGB, dan Hak Prioritas
1. Sertifikat Hak Milik (SHM)
Sertifikat Hak Milik (SHM) adalah dokumen yang memberikan kepemilikan penuh dan bersifat permanen atas tanah kepada individu atau badan hukum yang sah. SHM merupakan status kepemilikan tertinggi di Indonesia yang diakui oleh negara, dan tidak memiliki batas waktu.
Keunggulan SHM: