Artinya, pilihan pemilih itu memang didasarkan pada bagaimana wajah para caleg yang ada di dalam surat suara.
Faktor ketiga mungkin para caleg kurang maksimal melakukan sosialisasi ke konstituennya. Sementara Komeng, ketika dirinya tampil di TV, dia tergolong bernas memanfaatkan momen itu untuk melakukan "black campaign".
Misalnya ketika jadi stand up komedi di salah satu televisi swasta nasional, Komeng menceritakan bagaimana dirinya ketika mau nyaleg.
"Mau jual rumah nih buat modal nyaleg. Nyokap nggak marah, bokap nggak marah, saudara nggak marah, warga nggak marah. Tetangga yang marah. Orang rumah tetangga yang dijual," materi komedi Komeng di salah satu televisi swasta nasional yang banyak di Youtube disambut gelak tawa host dan penonton. Â
Boleh jadi dengan melenggangnya nanti Komeng ke Senayan, dia bukan yang pertama dan satu-satunya. Sebab komedian yang lebih senior dari Komeng yaitu Haji Komar dan Miing Bagito sudah duduk lebih dulu mereka sebagai anggota dewan.
Jadi sebenarnya lolosnya Komeng bukan sesuatu yang "wah" apalagi harus diherankan. Yang harus kita pertanyakan nanti, apakah seni melucu Komeng akan hilang setelah dia memakai safari, dasi dan saat turun mobil pintunya dibukakan oleh ajudan?
Miing Bagito atau Haji Komar sebenarnya sudah membuktikan, bahwa ketika mereka harus berbicara soal kemaslahatan umat atau UMKM misalnya, keduanya terlihat sangat berwibawa dan kejenakaan mereka tak terlihat sama sekali.
Apakah nanti setelah Komeng melenggang ke Senayan, akan selalu ada interupsi di tengah rapat DPD dengan kata-kata "uhuy"? Cuma Komeng yang tahu itu.
Selamat ya bang Komeng. Uhuy!*
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H