Ciri utama kelompok FOMO ini salah satunya disebutkan tak bisa terlepas dari gadget. Bisa dibilang selama 24 jam, waktu mereka 'menyatu' dengan gadget.
Maka tak heran bila mereka yang memiliki rasa takut akan kehilangan momentum peristiwa viral atau trending, maka mereka akan terus memantaunya di gadget masing-masing.
Dan berita kehadiran Coldplay itu pun mereka tangkap sebagai bentuk kegembiraan. Maksudnya, dengan mereka berusaha mengikuti trends kehadiran Coldplay (terlepas dari rasa tahu akan band tersebut), mereka sudah merasakan satu kesenangan bisa mengikuti rencana kehadiran Chris Martin cs.
Impact dari postingan mereka pun berdampak langsung. Boleh jadi teman-teman mereka atau warganet pada umumnya merespon postingan itu, lalu menciptakan lagi kelompok FOMO dimana-mana.
Sebenarnya fenomena FOMO ini untuk hal apapun yang 'berbau' viral maupun trending. Namun jika yang sedang viral itu adalah band yang sangat dinantikan, rasanya tingkat fenomena FOMO tersebut makin besar dan tinggi.
Gelombang warganet yang 'mengidap' fenomena FOMO sesungguhnya berhadapan dengan kelompok yang disebut JOMOÂ atau Joy of Mising Out.
Istilah itu adalah kebalikan dari FOMO. JOMO mengacu pada bagaimana manusia mengambil momentum secara sadar untuk terlepas dari dunia internet dan mengalami suatu hidup tanpa tergantung pada internet, begitu Crook menulis pada 2015.
Yang menjadi pertanyaan besar, apakah fenomena FOMO ini bagus untuk generasi saat ini? Ya, tentunya kita kembali lagi kepada segi kebermanfaatan dari media sosial itu. Seperti pisau, apakah ia akan dipakai untuk mengupas kulit apel untuk disantap sambil nonton Coldplay atau dipakai untuk hal-hal yang bisa melukai hati serta perasaan warganet lainnya.
Selamat menonton konser Coldplay!
Cldg12052023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H