Bahkan sekelas band Oasis yang dibentuk lebih dahulu dari Coldplay (1991) atau Radiohead (1985), kedua band tersebut acap dibanding-bandingkan dengan Coldplay, dalam ranah aliran musik mereka bertiga.
Chris Martin kemudian memproklamirkan musik band mereka sebagai sebagai 'limestone rock'. Sementara Oasis dan Radiohead disebut memiliki aliran pada umumnya 'hard rock'.
Terlepas bahwa Coldplay senantiasa dibanding-bandingkan dengan Oasis maupun Radiohead, faktanya rencana kedatangan mereka ke Tanah Air sudah menggema sejak saat ini.
Hanya saja, kendati terbilang masih cukup lama tampil di GBK, Netizen Indonesia sudah dilanda fenomena FOMO tersebut.
Menariknya, fenomena itu juga ikut dilontarkan publik figur sehingga membuat rencana kehadiran Coldplay sudah bergema sejak saat ini.
Fenomena FOMO yang digaungkan di media sosial maupun di media maenstream, tentunya menjadi keuntungan sendiri bagi pihak penyelenggara konser, yakni PK Entertainment.
Setidaknya gelombang FOMO ini bisa menyedot animo penonton yang secara generasi berada di generasi milenial, dimana mereka tidak mengalami masa-masa awal berdirinya Coldplay.
Secara positif kita bisa memaknai fenomena FOMO tersebut l sebagai keuntungan, baik mungkin bagi Coldplay sendiri, maupun bagi penyelenggara.
Namun bila kita memaknai Fenomena secara umum, Przybylski et all, pada 2013 mencirikan fenomena FOMO ini yakni adanya keinginan yang besar untuk tetap terus terhubung dengan informasi tentang apa yang sedang dilakukan oleh orang lain di dunia maya.
Artinya kaum atau kelompok FOMO ini takut sekali jika tak mengetahui trends apa yang sedang terjadi di sosial media.
Mereka harus senantiasa harus  terhubung dengan 'semesta' virtual, dan apabila itu tidak dilakukan maka akan 'sakit' yang dirasakan mereka.