Mohon tunggu...
Alamsyah
Alamsyah Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis & Content Writer

Lisan Terbang, Tulisan Menetap

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Saipul Jamil dalam Himpitan Pedofilia, Glorifikasi, dan Cancel Culture

8 September 2021   12:11 Diperbarui: 8 September 2021   12:13 377
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Saipul Jamil saat bebas dari penjara. (Foto: Kompas.com)

Bebas dari penjara setelah 5 tahun menjalani masa tahanan atas kasus pencabulan dan penyuapan, tak serta merta membuat Pedangdut Saipul Jamil bisa bernafas lega.

Barangkali kalau bukan karena kasus pencabulan (pedofilia), glorifikasi Saipul Jamil dengan dikalungi bunga dan diarak di atas mobil sport mewah, serta dimuat diberbagai platform media, tak akan menjadi "masalah" besar seperti ini.

Andai pula, pria 41 tahun ini cuma tersangkut kasus lainnya yakni menyuap majelis hakim atas vonis hukum pencabulan yang diterimanya, mungkin tak akan ada pula muncul petisi pemboikotan atas dirinya untuk berkarya di media. 

Pemboikotan Ipul, sapaan Saipul Jamil yang bisa dibilang cukup masif itu, kemudian memunculkan istilah Cancel Culture. Istilah itu mengakar pada sikap publik yang  tidak merasa sepakat pada individu tertentu.

Ketidaksepakan publik itu bisa dikatakan, tidak sepakat jika Ipul yang seorang pedofil disambut sedemikian meriah ketika bebas, dan kembali diberikan panggung di media utamanya di televisi.

Dari situ jelas bahwa ada kekuatiran publik terhadap pelaku pedofil seperti Ipul ini. 

Munculnya Cancel Culture pada kasus Saipul Jamil ini seakan-akan menandaskan pula jika publik tak begitu mempercayai sanksi hukum yang sudah diterima oleh Ipul.

Artinya, ketidakpercayaan publik pada sanksi hukum yang sudah diterima oleh Ipul tadi, bukan sesuatu yang efektif mengingat mungkin sewaktu-waktu Ipul bisa lagi menjadi seorang pedofil. 

Jika itu kekuatiran yang mencuat, sungguh miris betul Ipul ini. Dia sudah 5 tahun dipenjara namun tetap saja dikuatirkan akan melakukan hal serupa. 

Yang menjadi pertanyaan, apakah pelaku pedofil dapat mengulangi lagi perbuatannya di kemudian hari? Jawabannya, bisa!

Mengutip pendapat Dicky Pelupessy, Ketua Laboratorium Intervensi Sosial dan Krisis Fakultas Psikologi Universitas Indonesia mengatakan, bahwa seorang pedofil bisa melakukan perbuatannya secara berulang-ulang.

"Para pelaku pedofilia, mereka harus diwaspadai, karena dia punya kemungkinan melakukan tindakan yang sama. Itu bisa dilihat dari catatan-catatan empirik bahwa banyak pedofilia bisa mengulangi tindakannya," kata Dicky Pelupessy, mengutip antaranews.com, Rabu (8/9/2021).

Termasuk ketika pelaku sudah mendapatkan sanksi hukum, misalnya seperti Ipul ini, perilaku pedofil ini bisa dilakukan lagi di kemudian hari. 

Jika begitu adanya, apakah kemudian Ipul yang kembali mendapat panggung untuk menghibur di televisi atau media lain, dapat memberi dampak buruk bagi pemirsa khususnya anak-anak? 

"Saya khawatir, para penonton TV menjadi memaklumi penyebab Saipul Jamil masuk penjara. Pelaku bisa merasa tidak bersalah atas perbuatannya. Berikutnya bisa menganggap kekerasan seksual sebagai sesuatu yang normal. Ini sangat berbahaya," kata komisioner KPAI, Retno Listyarti, mengutip tempo.co.

Dari dua statemen di atas jelas, munculnya Cancel Culture bisa dimengerti. Bahwa karena pelaku pedofil itu bisa mengulangi perbuatannya dan memberi dampak buruk bagi pemirsa televisi.

Bagaimana jika dari kedua pernyataan tadi memunculkan pertanyaan lagi bahwa tindakan Cancel Culture tak memberi ruang bagi Ipul untuk berkarya, dimana dari televisi itulah dia mendapatkan nafkah hidupnya.

Untuk mendapatkan jawaban itu, Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas Anak) menegaskan bahwa tindakan Cancel Culture terhadap Saipul Jamil tidak menghalangi Saipul Jamil dalam  mencari nafkah.

"Kami di sini bukannya menghalangi Saipul Jamil mencari nafkah, monggo orang butuh hidup, tapi janganlah di televisi atau di media sosial yang bisa ditonton oleh ratusan juta orang Indonesia," ujar Dewan Pengawas Komnas Anak Roostin Ilyas, mengutip kompas.com.

Lantas, jika Saipul Jamil tidak diperbolehkan untuk tampil lagi di media karena pengaruh buruk tadi, apakah dengan bekerja atau mencari nafkah di luar media Saipul Jamil bisa dikatakan tidak memberi dampak buruk bagi orang di sekitarnya? 

Saya menganggap bisa saja Ipul membawa dampak buruk sekalipun dia tak lagi menjadi publik figur. Hanya saja setelah itu tak akan muncul polemik karena Ipul sudah jadi orang biasa. 

Ini semua memang karena Saipul Jamil seorang publik figur. Kalau dia, katakan saja menjadi pedagang kopi, seperti pemberitaan semasa di penjara dulu, mungkin tak akan muncul istilah Cancel Culture ini. 

Sebab selain Saipul Jamil pasti masih banyak pelaku lain, namun mereka tidak terekspos seperti mantan suami Dewi Perssik ini.

Pernyataan saya tadi tapi tidak mutlak. Karena, walaupun Saipul Jamil sudah jadi "pedagang kopi" para pemburu berita infotainment pasti akan menayangkan lagi aktivitas Saipul Jamil pasca dikecam sedemikian rupa. 

Jadi apa yang mesti dilakukan Saipul Jamil? Apakah secara nilai "jual" eks personil "Gaul" itu masih tinggi, sehingga Ipul ibarat kue yang direbutkan oleh sejumlah televisi di negeri ini? 

Kita tunggu saja hasil rating televisi nanti. (Sang-08092021)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun