Bebas dari penjara setelah 5 tahun menjalani masa tahanan atas kasus pencabulan dan penyuapan, tak serta merta membuat Pedangdut Saipul Jamil bisa bernafas lega.
Barangkali kalau bukan karena kasus pencabulan (pedofilia), glorifikasi Saipul Jamil dengan dikalungi bunga dan diarak di atas mobil sport mewah, serta dimuat diberbagai platform media, tak akan menjadi "masalah" besar seperti ini.
Andai pula, pria 41 tahun ini cuma tersangkut kasus lainnya yakni menyuap majelis hakim atas vonis hukum pencabulan yang diterimanya, mungkin tak akan ada pula muncul petisi pemboikotan atas dirinya untuk berkarya di media.Â
Pemboikotan Ipul, sapaan Saipul Jamil yang bisa dibilang cukup masif itu, kemudian memunculkan istilah Cancel Culture. Istilah itu mengakar pada sikap publik yang  tidak merasa sepakat pada individu tertentu.
Ketidaksepakan publik itu bisa dikatakan, tidak sepakat jika Ipul yang seorang pedofil disambut sedemikian meriah ketika bebas, dan kembali diberikan panggung di media utamanya di televisi.
Dari situ jelas bahwa ada kekuatiran publik terhadap pelaku pedofil seperti Ipul ini.Â
Munculnya Cancel Culture pada kasus Saipul Jamil ini seakan-akan menandaskan pula jika publik tak begitu mempercayai sanksi hukum yang sudah diterima oleh Ipul.
Artinya, ketidakpercayaan publik pada sanksi hukum yang sudah diterima oleh Ipul tadi, bukan sesuatu yang efektif mengingat mungkin sewaktu-waktu Ipul bisa lagi menjadi seorang pedofil.Â
Jika itu kekuatiran yang mencuat, sungguh miris betul Ipul ini. Dia sudah 5 tahun dipenjara namun tetap saja dikuatirkan akan melakukan hal serupa.Â
Yang menjadi pertanyaan, apakah pelaku pedofil dapat mengulangi lagi perbuatannya di kemudian hari? Jawabannya, bisa!