Mohon tunggu...
Alamsyah
Alamsyah Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis & Content Writer

Lisan Terbang, Tulisan Menetap

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Membayangkan Kampung Halaman Emak di Sungayang dari Jendela Internet

22 Maret 2021   01:15 Diperbarui: 22 Maret 2021   01:33 713
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: elevation.maplogs.com

Saya memanggil perempuan yang melahirkan dan membesarkan saya dengan panggilan Emak. Banyak yang bertanya kenapa saya dan saudara-saudara saya memanggil Emak, padahal beliau orang Minangkabau.

Ini memang tidak pernah saya tanyakan ke Emak soal panggilan itu. Aku dan saudara-saudara hanya berasumsi, karena Emak sudah lama merantau ke Jakarta dan melahirkan kami di ibu kota ini.

Karena Emak sangat lama menetap di Jakarta, ditambah Emak anak tunggal dan sudah tak memiliki rumah lagi di tanah kelahirannya itu, akhirnya saya pun tak pernah tahu seperti apa kampung Emak selama ini.

Karena saya tak pernah tahu seperti apa wajah kampung Emak tepatnya di Kecamatan Sungayang, Kabupaten Tanah Datar, Sumatra Barat, saya pun suka membayangkan jika sedang sendirian.

Sebenarnya Emak atau Bapak bisa  mengajak saya pulang kampung kalau ingin mengetahui seperti apa itu Sungayang. Tapi karena kondisi ekonomi yang pas-pasan, mereka pun belum bisa membawa saya ke Negeri Andaleh, sebutan lain Sungayang ini.

Jika rasa penasaran ingin mengetahui seperti apa dan bagaimana Sungayang itu muncul, saya hanya dapat bertanya-tanya saja ke Emak. Dan jika Emak menceritakan bagaimana masa kecilnya dihabiskan di Sungayang itu, saya lantas membayangkan betapa enak dan nyamannya berada di Sungayang tersebut.

Pertanyaan itu bukan sekali saya lontarkan dan Emak juga tak sekali menceritakannya.

Semakin banyak Emak menceritakan tentang Sungayang, semakin besar rasa penasaran saya. Kondisi itu berlangsung sampai saya berumah tangga dan memiliki anak.

Kini Emak sudah sulit menceritakan keindahan dan keelokan tanah kelahirannya ke saya, karena kondisi kesehatannya yang menurun.

Selain itu, saya dan Emak juga sudah tak tinggal bersama lagi. Adik kandung saya yang kini menjaga dan merawat Emak di rumahnya. Sedangkan saya tinggal di pinggir Jakarta bersama istri dan anak-anak.

Seiring waktu yang berjalan dan kemajuan teknologi internet yang semakin cepat dan pesat, akhirnya saya membunuh rasa penasaran terhadap Sungayang, kampung halaman Emak dengan mencari-cari bahan bacaan dari jendela internet.

Memang, apa yang Emak ceritakan tentang tanah kelahirannya itu, beberapa sudah saya ketahui. Misalnya Emak pernah cerita tentang kebunnya yang ditanami beragam pohon berbuah semacam Sawo, Pisang Kepok dan lainnya.

Selain itu, Emak juga pernah menjelaskan bahwa di tanah kelahirannya terdapat beberapa Jorong atau Desa, seperti Sianau Indah, Balai Diateh, Taratak Indah, Gelanggang Tangah dan Balai Gadang. Emak kalau tak salah tinggal di Balai Diateh.

Menyimak cerita Emak yang menurut saya hanya sebatas yang diketahuinya saja, saya pun mulai menjelajah di Internet untuk mengetahui seperti apa wajah Nagari Sungayang itu.

Namun sebelum saya mencari tahu lebih lengkap lagi, saya mencoba untuk melihat wajah Sungayang itu melalui Google Earth. Melalui teknologi Google Earth itu saya benar-benar bisa melihat secara nyata seperti apa Sungayang dari jarak jauh. Hati saya pun senang dan gembira bisa melihat seperti apa wajah rumah, bangunan, sawah, kebun, jalan dan lainnya di Jorong Balai Diateh, desa Emak saya.

Saya bisa melihat ada Surau Balai Diateh, TK Harapan Bunda Situmbuk, Kantor Wali Nagari Situmbuk serta tempat lainnya yang belum diceritakan Emak saya.

Dari nama-nama lokasi atau tempat yang saya sebutkan tadi, saya tidak tahu pasti apakah benar ada di Jorong Emak saya, atau itu letaknya di Jorong lainnya.

Kendati sudah bisa melihat seperti wajah kampung halaman Emak lewat Google Earth, saya sepertinya belum merasa puas. Satu-satunya cara ya saya memang harus bertandang ke Sungayang.

Kalau saya bisa ke Sungayang bersama istri dan anak-anak saya, maka nanti akan saya perlihatkan dari Nagari Sungayang itulah sesungguhnya saya berasal.

Namun yang jadi pertanyaan saya, jika saya bisa ke Sungayang, apakah saya menjadi seorang perantau yang harus menjunjung tinggi pepatah Minang "Lauik sati, rantau batuah"

Ciledug, 22 Maret 2021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun