Mohon tunggu...
Alamsyah
Alamsyah Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis & Content Writer

Lisan Terbang, Tulisan Menetap

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Story About Ivona (Part 1)

11 Februari 2021   20:58 Diperbarui: 29 Agustus 2022   15:01 246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tiba-tiba tangan orang yang memanggil itu menepuk bahu kiri ku. Aku kemudian jalan setengah lari ke arah kamar, tanpa menoleh.

Dia malah meraih tangan kiriku dan menariknya kuat. Aku berbalik arah dengan wajah nyaris mencium wajahnya. Aku tak berani membuka mata. Yang kurasakan kemudian ada wangi khas dari orang ini.

"Ivon..."

Setelah melawan segenap rasa takut, Aku akhirnya beranikan diri membuka mata, memandang wajah orang yang memanggil namaku dan menarik tanganku tadi.

"Bapak..." ujarku bergetar.

Rupanya, Pak Amrih yang ku duga sudah tewas, masih hidup. Aku amati seluruh tubuhnya. Sudah tua tapi masih terlihat sehat. Tubuh yang memang tak kulihat, apakah belasan tahun yang lalu, sudah benar-benar tak bernyawa, setelah Bayu temanku mengaku, sudah membunuhnya.

Belasan tahun yang lalu aku memang menyuruh Bayu untuk membunuh Pak Amrih. Aku kesal karena Pak Amrih tak mau mengaku sebagai bapakku, seperti isi surat yang diberikan Imron, suami mendiang Ibu kepadaku.

Waktu itu, aku tak melihat jasad Pak Amrih, apakah benar-benar sudah mati atau belum. Aku hanya mendengar pengakuan Bayu saja dan tidak menanyakan, dimana Bayu membuang atau menguburkan Pak Amrih.

"Ini semua karena ibumu tidak mau saya nikahi. Ibumu lebih memilih Imron, lelaki miskin itu, Ivon." Penjelasan Pak Amrih tadi, langsung membuatku heran. Aku tidak mengerti apa yang Dia maksudkan.

Pak Amrih lalu mendekatkan mulutnya ke kupingku. Dengan suara berat Dia berkata, bahwa yang terjadi selama ini adalah hasil skenarionya.

"Bayu tidak masuk penjara. Dia kabur setelah saya beri uang. Saya tidak mati, hanya sembunyi untuk balaskan dendam atas keras kepala ibumu yang tidak mau saya nikahi."
Lanjut Pak Amrih,

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun