Mengapa pemerintahan saat ini begitu concern terhadap kantong plastik bahkan diterapkan kantong plastik berbayar digelar per 1 maret 2019 lalu, tentu ada alasan yang tidak sederhana dan tujuan ekonomis semata dibalik permberlakkuan tersebut, sebagian kita sebagai masyarakat awan pasti yg sudah terbiasa mengunakan wadah ini dalam membawa belanjaan tentunya akan parno dengan kebijakan baru pemerintah ini.
Perlu diketahui bahwa sebelum negara kita menerapkan peraturan diet kantong plastik atau kantong plastik berbayar ini sebelumnya sudah ada beberapa negara yang lebih dahulu menerapkannya, diantaranya adalah Irlandia, Denmark, Scotlandia, Jerman, Afrika, USA, Prancis, Bangladesh, Australia, Mecxico, dan Italia.
Coba kita lihat ada ancaman apa dibalik kantong plastik ini terhadap masa depan kehidupan kita dimuka bumi ini, dan tahukah bahwa negara kita ini merupakan penyumbang no 2 terbesar di dunia, ya dunia internasional prestasi kita dalam membuang sampah plastik ke laut cukup "bagus", ini disampaikan oleh seorang mentri kelautan yang terkenal dengan hobbinya menenggelamkan kapal asing yang suka mencuri ikan dilaut indonesia.
Ya menteri susi pujiatuti, disampaikan bu susi, bahwa berdasarkan Asosiasi Industri Plastik Indonesia (INAPLAS) dan Badan Pusat Statistik (BPS), sampah plastik di Indonesia mencapai 64 juta ton/ tahun dimana sebanyak 3,2 juta ton merupakan sampah plastik yang dibuang ke laut.
Terus masalahnya apa bila kantong plastik (limbah plastik ) tersebut sudah dibuang ke laut atau kebumi kita ini? toh selesai, oh tidak sesederhana itu, disinilah masalah akan mulai terlihat pada 10 tahun atau 20 tahun kedepan kalo tidak dari sekarang kita mulai concern atas potensi masalah dari limbah berbahan plastik ini.
Karena butuh waktu ratusan tahun untuk mengurai sampah plastik yang sudah dibuang ke bumi/laut tersebut belum lagi masalah yang muncul bila penguraian ditanah tersebut tidak alami karena ada bahan dari limbah plastik  yang dapat merusak rantai makanan ekosistem yang ada didalam tanah dan bila sampah tersebut dibakarpun memberikan efek yang tidak baik bagi kesehatan bagi mahluk hidup disekitarnya, terutama bagi manusia yang secara tidak sengaja / sadar atau tidak menghirup udara dari hasil pembakaran tersebut bisa memberikan efek berupa, kanker, pembengkakan hati, dan gangguan sistem syaraf.
Belum lagi kalo limbah sampah plastik tersebut dibuang ke selokan atau parit yang dapat menyebabkan tersebumbatnya saluran air dilingkungan sekitar kita, yang berakibat terjadinya banjir makin besar, juga plastik yang sulit terurai tersebut bila ada air mengenang menjadi penampung sumber jentik-jentik nyamuk yang dapat mengancam dari segi lain berkembangnya virus DBD dan malaria atau sejenisnya.
Maka, perlunya sosialisasi dan kesadaran yang cukup masif dari seluruh warga masyarakat mulai dari provinsi, kabupaten, kota, kecamatan, lurah dan desa atas besarnya ancaman dimasa depan dari pengunaan kantong plastik yang menjadi limbah baik didarat, laut ataupun dibuang kekali/sungai untuk saat ini dan apalagi masa depan bagi generasi penerus kita, bayangkan apakah pantai-pantai akan masih indah seperti saat ini airnya, bila 70% isinya adalah limbah sampah yang banyak adalah kantong plastik yang sulit terurai hingga ratusan tahun tersebut, dan tiap hari berpuluh bahkan ratus ton terus bertambah dan tidak berbanding dengan yang terurai atau yang berkurang.
Kata menteri Siti Nurbaya, bahwa ada 3 kalangan industri penyumbang terbesar dari hadirnya limbah plastik ini, Pertama, industri manufaktur yang memproduksi aneka produk dengan kemasan berbahan plastik, seperti Unilever. Kedua, industri retail yang mencakup super market besar seperti Carrefour dan Hypermart, hingga Indomart dan Alfamart.
"Sperti Unilever itu memproduksi shampo, sabun dan lain sebagainya dengan kemasan dari plastik. Orang belanja di supermarket juga kemudian dibawa dengan kantong plastik sekali pakai. Nah ini, ke depan mereka semua harus memikirkan bahan yang bisa didaur ulang dan ramah lingkungan," ujar Nurbaya.
Industri berikutnya adalah yang bergerak di sektor restoran dan perhotelan. Khusus sektor ini berharap para pengelola restoran dan hotel dapat memulainya dengan tidak menyediakan sedotan plastik untuk minuman yang mereka hidangkan. Ia merujuk sebuah survei bahwa penggunaan sedotan plastik di Indonesia setiap harinya mencapai belasan juta batang. Kenyataan ini sangat memprihatinkan karena meskipun terlihat kecil dan disepelekan. "Jumlah sebanyak itu bila dideretkan panjangnya bisa setara jarak antara Jakarta dan Meksiko, Mengerikan sekali," ujarnya.