Ada kalangan yang mengatakan "pikiran  sudah sampai bulan, tapi kaki masih terjerembab di pematang" untuk menggambarkan situasi paska kepemilikan UU ITE. Pengaturan UU ITE makin terlihat tidak kontekstual dengan sosio-historis masyarakat jika ditinjau dari sisi ini. Masyarakat yang masih manual namun pengaturannya sudah sampai siber-digital. Alasan pemerintah yang mengusulkan UU ITE saat itu bahwa kita  tidak dapat menunggu perkembangan masyarakat lokal karena di internasional nyatanya dunia siber terus berkembang dan meringsek masuk ke Indonesia.
Dalam kaitan ini, maka tidak terlampau salah jika dikatakan justru yang diuntungkan dari UU ITE ini adalah para pengusaha teknologi komunikasi. Kita bisa lihat hal ini besarnya impor telepon pintar masuk ke Indonesia. Demikian juga dengan perebutan pengelolaan frekuensi layanan telekomunikasi oleh para pemodal. Dimana negara berada ketika UU ITE ternyata memberi untung besar bagi pengusaha namun sebaliknya bagi warga negara lainnya?Â
Revisi UU ITEÂ Kedepan
Pemerintah memang sedang melakukan kajian serius berkenaan dengan kehendak merevisi UU ITE yang disampaikan Presiden Joko Widodo. Namun apakah revisi ini kembali hanya fokus pada bagian tertentu khususnya pidana sebagaimana lontaran Jokowi? Kita tunggu satu bulan kedepan (janji 3 bulan dari Kemenkopolhukham).Â
Jika melihat leading actor yang melakukan kajian adalah bidang politik, hukum dan keamanan, maka kita bisa prediksi revisi UU ITE untuk kedua kalinya ini tetap akan fokus pada soal pidana. Walaupun Wamenkumham mengatakan ada kemungkinan pasal pidana di UU ITE ini tidak jadi di revisi karena RUU KUHP juga sudah memasukan ide serupa. Konon Juli 2021 nanti, hasil pembahasan RUU KUHP yang baru nanti akan disosialisasikan.Â
Walau demikian, tidak salah juga sebagai warga negara kita ikut andil untuk menyampaikan ide dan pikiran sejalan dengan wacana revisi UU ITE. Dalam pandangan kemanfaatan, revisi UU ITE kedepan semestinya memasukan perlindungan terhadap perkembangan pemanfaatan ruang siber oleh warga negara. Kasus yang belum lama mencuat tentang monopoli produsen luar negeri di salah satu marketplace populer perlu menjadi pertimbangan. Kita punya banyak UMKM yang membutuhkan afirmasi dan perlindungan pemerintah di ruang siber.Â
Lebih dari itu, perkembangan para inventor (start up) platform dunia siber yang berasal dari warga Indonesia pun semakin pesat. Hal ini penting juga menjadi perhatian dari pemerintah selain terus mengadopsi digitalisasi secara meluas. Perlindungan terhadap warga negara sebagai konsumen berbagai platform dunia siber juga perlu menjadi isi dari rencana revisi UU ITE kedepan.Â
Sebagai warga negara, tentu kita berharap UU ITE bukan hanya gagah di dunia internasional dan memberi ruang keuntungan besar bagi korporasi modal. DIa harus juga memberi manfaat bagi warga negara biasa seperti Paiman, Suparjo, Asikin, Dul Matin, dan tentu saya sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H