Mohon tunggu...
Surya Ferdian
Surya Ferdian Mohon Tunggu... Administrasi - Shalat dan Shalawat Demi Berkat

Menikmati Belajar Dimanapun Kapanpun

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Bikin Gaduh Potong Video Utuh

15 Agustus 2017   15:55 Diperbarui: 15 Agustus 2017   23:17 2237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kata yang begitu heboh seperti "ekstrimis," "bunuh," dengan menunjuk "mereka," hanya muncul 3, 2, dan 12 kali. Sangat jauh berbeda dengan penggunaan kata "Kita," "Indonesia," dan "Jangan" yang berturut-turut berjumlah 47, 7, dan 11 kali.

Jika dilihat dan dibandingkan secara serta merta maka kita bisa menyimpulkan bahwa wacana yang disampaikan oleh Viktor B. Laiskodat merupakan wacana yang berskala nasional tentang pentingnya menjaga negara dari wacana intoleransi. Wacana ini disampaikan dalam situasi lokal masyarakat Kupang yang saat pidato disampaikan, tengah bersiap menghadapi pemilihan kepala daerah (pilkada).

Sebagai seorang anggota DPR RI, wajar bila Viktor menyampaikan wacana dan pengetahuannya tentang kondisi politik nasional. Oleh karena itu kata "negara" dan "Indonesia" cukup dominan dalam isi pidatonya. Demikian pula dengan pendapatnya tentang situasi negara yang menurutnya makin didesak oleh gerakan, paham, wacana intoleran yang sedang terjadi di kancah politik nasional.

Dengan menggunakan kata "saya", Viktor menegaskan pandangan dan pengetahuan pribadinya tentang kondisi politik nasional -- untuk selanjutnya dia mengajak pendengarnya, dengan pendekatan kesamaaan, menggunakan kata "kita". Pengetahuannya tentang intoleransi yang semakin menguat, disampaikannya kepada para pendengar agar mereka mau bersama-sama menjaga "toleransi", khususnya di Kupang, NTT.

Konteks-konteks situasi kedaerahan dalam pidato yang videonya dipotong ini terlihat, misalnya, dengan frekuensi penggunaan kata dalam dialek daerah seperti "dong", "su", "ko", "Kupang", dan "bupati", yang sering sekali muncul. Dengan kosa kata daerah yang begitu kental, Viktor memperlihatkan kedekatan (atau mendekatkan) dirinya dengan para pendengarnya. Hal ini tentu merupakan kearifan diri sebagai anak yang juga dilahirkan dari Nusa Tenggara Timur. Pilihan kata ini akan menunjukkan bahwa Viktor tidak meninggalkan akar budayanya walaupun dia sudah menjadi tokoh di tingkat nasional.

Kekhawatiran Viktor terhadap "khilafah", "intoleransi", dan "ekstrimis", sedikitnya dapat terlihat jika membandingkan penggunaan kosakata tersebut dihadapkan dengan kosakata "jaga" dan "toleransi".

Dalam pidatonya, kata "khilafah" didekati dengan kata "intoleran" yang jauh lebih besar frekuensinya dan diperlawankan dengan kata "jaga" dan "toleransi" yang sedikit disebut. Inilah kekhawatiran yang ingin disampaikannya Viktor kepada pendengarnya dengan tujuan akhir agar semua mau menjaga toleransi. Kekhawatiran terhadap intoleransi dan pikirannya terhadap toleransi ini terlihat jelas dalam kutipan pidato berikut:

"Perang di Suriah sonde cukup bawa ke Irak... Perang di Irak tidak cukup bawa ke Indonesia... Nanti kalau di Indonesia tidak cukup dorang bawa ke mana.., tapi kita su ancur semua macam Suriah di Irak... Kita tidak mau di Indonesia seperti itu... Jangan pernah kita mau... Kita mau di Indonesia ini, sholat boleh... Orang Muslim datang ke orang Kristen punya rumah, pinjam untuk sholat dia, kasih... Mari ko sholat... Saya siapkan waktu, siapkan ruang... Itu namanya toleransi antara anak bangsa. Orang Kristen datang di orang Muslim punya rumah, ada puasa... Orang Kristen bilang, beta musti makan; siapin makan... Itu toleransi... Bukan larang warung yang buka.., orang mau bajual cari uang bagaimana caranya, ekonomi mati semua."

Melihat struktur isinya, pidato Viktor dibuka dengan ajakan kepada pendengarnya untuk mengevaluasi pemerintahan daerah NTT dan Kupang pada awalnya. Pertanyaan tentang perubahan-perubahan yang telah dirasakan oleh warga, dijadikan pembuka untuk menggugah acara pertemuan tersebut. Kemudian dia mengingatkan bahwa memilih pemimpin haruslah yang mau bekerja dan peduli kepada perubahan yang lebih baik bagi warganya. Di tengah pidato ini, Viktor memasukkan wacana politik nasional yang menurutnya cukup memprihatinkan. Penutup pidato ini pun kembali mengingatkan pentingnya kebangsaan ketimbang kepentingan pragmatis apalagi sampai menyebabkan intoleransi.

Potongan yang membuat salah paham

Jika melihat struktur pidato dan kata yang digunakan, secara keseluruhan, justru mengherankan melihat kehebohan yang terjadi. Tudingan bahwa Viktor memprovokasi, menyebarkan kebencian, anti Islam, bahkan persekusi politik terhadap empat partai yang dia sebut dalam konteks lokal, menjadi tidak relevan. Keempat partai berikut organisasi-organisasi sayapnya, yang bahkan belum membaca atau mendengar keseluruhan isi pidato Viktor, begitu meyakini kesimpulan dan pendapat mereka hingga akhirnya membuat laporan kepada pihak kepolisian dan Mahkamah Kehormatan Dewan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun