Berkenaan dengan upayanya dalam membangun dan mengembangkan lembaga pendidikan, diakui bahwa Kiyai Mahrus memperoleh inspirasi dari tempatnya mengenyam pendidikan dahulu di PM Darussalam Gontor. Namun dia juga memaparkan bahwa Darunnajah tidak semata-mata meniru secara bulat pola pendidikan yang diaplikasikan di Gontor.
Bersama KH Abdul Manaf Mukhayyar, dia mengembangkan pola yang pada akhirnya mampu membuat ijazah lulusan Pesantren Darunnajah dapat langsung diterima oleh sistem pendidikan nasional guna kelanjutan studi para santri Darunnajah.
“Ijazah Darunnajah dan grupnya ini bisa langsung (digunakan) untuk masuk (test) ke Gadja Mada (UGM), ITB, Kepolisian, Tentara, dan juga keluar negeri baik ke Timur Tengah, Jepang, Cina, itulah kelebihan Darunnajah itu,” ujarnya.
Hal ini sedikit berbeda dengan santri dijamannya yang lulus dari PMDG yang harus mengikuti ujian persamaan agar memperoleh ijazah (umum) untuk mengikuti test masuk di pendidikan tinggi. Karena Darunnajah memberlakukan jenjang pendidikan tingkat atasnya berupa Aliyah dan SMA.
Dia menyebut apa yang dilakukannya sebagai “Kebangkitan Dunia Pesantren Indonesia.”
“Kalau Gontor (PMDG) adalah pelopor pesantren modern dalam arti dakwah dan metode mengajar. Darunnajah (pada masanya) ijazahnya diterima oleh diknas,” jelasnya.
Baru sepuluh menit mendengarkan pengalamannya mendirikan, merawat dan membesarkan Pesantren Darunnajah, rasaku kiyai yang berada dihadapanku adalah orang yang benar-benar memikirkan masa depan bukan hanya lembaganya. Tapi juga memikirkan masa depan peserta didik yang diasuhnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H