Diriwayatkan bahwa suatu ketika Abu 'Abdullah Al-Khayyath duduk menunggui toko miliknya, lalu datanglah seorang pelanggan Majusi yang memang sering menggunakan jasanya sebagai penjahit. Setiap kali dia menjahitkan sesuatu, orang Majusi itu selalu membayarnya dengan kepingan uang yang sudah lusuh. Abu 'Abdullah pun menerimanya tanpa berkata sepatah pun atau menolaknya.Â
Maka, kebetulan ketika suatu hari Abu Abdullah meninggalkan tokonya untuk suatu keperluan, datanglah orang Majusi itu dan karena tidak berhasil menemuinya, dia membayar ongkos jahitan kepada muridnya dengan kepingan uang logam yang jelek. Lalu ketika murid Abu "Abd Allah melihat kepingan uang logam itu dan tahu bahwa kepingan uang itu sudah jelek, dikembalikannya kepada si Majusi.Â
Kemudian tatkala Abu 'Abdullah kembali, si murid bercerita ihwal yang telah terjadi. Lalu Abu 'Abdullah berkata, "Sungguh buruk yang telah engkau lakukan. Orang Majusi itu telah berurusan denganku dengan cara seperti ini cukup lama, dan aku menghadapinya dengan sabar. Kuambil kepingan uang logam itu darinya lalu kulemparkan ke dalam sumur agar tak ada lagi orang Muslim yang tertipu olehnya...."Â
Yusuf ibn Asbath berkata, "Tanda-tanda akhlak yang baik ada sepuluh: keengganan untuk bertengkar, kejujuran, meninggalkan sikap mencari-cari kesalahan orang lain, berpandangan puan." ......melupakan perbuatan-perbuatan buruk orang lain, memakluminya, tabah dalam menghadapi gangguan orang lain, tidak besar kepala, mengenali kelemahan diri sendiri dan bukan kelemahan orang lain, berseri wajah kepada oran yang lebih tua maupun muda, dan sopan dalam tutur kata baik kep brang yang kedudukannya lebih tinggi maupun yang lebih rendah."Â
Sahl pernah ditanya orang tentang akhlak yang baik, lalu dia berkata "Paling rendah adalah bersabar menghadapi gangguan orang lain, tidak pendendam. Bersikap baik kepada orang yang berbuat salah, mengasihani, dan mendoakan ampunan kepada Allah bagi orang itu."Â
Al-Ahnaf ibn Qais pernah ditanya, dari siapakah dia belajar sabar. Dia menjawab, "Dari Qais ibn 'Ashim."Â
Lalu kepadanya ditanyakan lagi, "Seberapa sabar" dia?"Â
Al-Ahnaf berkata, "Pernah, ketika dia tengah duduk di rumahnya, datang seorang hamba sahaya perempuan kepadanya dengan membawa sepanci besar daging panggang. Panci ini jatuh dari tangannya dan menimpa anak laki-lakinya yang masih kecil hingga tewas. Hamba sahaya perempuan itu ketakutan. Tetapi dia berkata, "Janganlah takut. Kamu aku merdekakan karena aku berharap pahala dari Allah."
Setiap kali Uwais Al-Qarani bertemu dengan anak-anak, mereka selalu melemparinya dengan batu. Namun, dia berkata kepada mereka, "Saudara-saudara, jika kalian memang senang melempariku dengan batu, gunakanlah batu-batu yang kecil, agar kakiku tidak berdarah sehingga aku tidak bisa shalat."
Seorang pria pernah menghina Al-Ahnaf ibn Qais, namun Ahnaf tidak meladeninya. Orang itu mengikutinya ke mana-mana. Ketika tiba di dekat tempat tinggalnya, Al-Ahnaf berhenti dan berkata, "Jika masih ada yang ingin engkau katakan, katakanlah sekarang, agar jangan sampai ada orang bodoh dari daerah ini mendengar perkataanmu dan mencelakaimu."Â
Diriwayatkan bahwa 'Ali k.w. pernah memanggil seorang hamba sahayanya. Ketika si hamba itu tidak menyahut, 'Ali" memanggilnya untuk kedua kalinya, lalu ketiga kali, namun tetap saja hamba itu tidak menya'hut.Â
Maka "Ali pun bangkit mendatanginya dan mendapatinya sedang berbaring. 'Ali k.w. bertanya, "Apakah kamu tidak mendengar panggilanku?"Â
Hamba sahaya itu menjawab, "Ya."
Ali k.w. Bertanya, "Lalu apa yang menghalangimu untuk menyahuti panggilanku?"Â
Hamba sahaya itu berkata, "Anda tidak akan menghukumku.Jadi, aku bermalas-malasan saja."Â
Ali k.w. kemudian berkata, "Pergilah dariku sebab aku telah memerdekakanmu karena Allah.
Seorang wanita pernah berkata kepada Malik ibn Dinar, "Kamu munafik."Â
Malik berkata, "Nyonya, Anda telah mengetahui namaku yang tidak diketahui oleh semua orang di Basrah."Â
Yahya ibn Ziyad Al-Haritsi mempunyai seorang hamba sahaya yang berkelakuan buruk. Kepadanya ditanyakan orang, "Mengapa kamu tetap memeliharanya?" Lalu Yahya menjawab, "Dia mengajariku kesabaran."
Jiwa-jiwa seperti ini dididik rendah hati oleh pendisiplinan sehingga akhlak mereka mencapai keseimbangan dan bersih dari segala sifat licik, korup, dan dengki. Sebagai hasilnya adalah sikap ikhlas terhadap segala yang telah ditakdirkan Allah Swt. Itulah puncak kebaikan akhlak. Sebab siapa pun yang membenci tindakan-tindakan Allah tentu tidak akan ikhlas terhadap-Nya. Inilah puncak keburukan akhlaknya. Tanda-tanda tersebut di atas muncul melalui aspek-aspek lahiriah orang-orang itu.Â
Maka, siapa pun orang yang pada dirinya tidak ditemukan tanda-tanda ini, hendaklah dia tidak menipu dirinya sendiri dan menganggapnya sebagai akhlak yang baik. Sebaliknya, hendaklah dia menyibukkan diri dengan upaya pendisiplinan agar dia berhasil mencapai tingkatan akhlak yang baik. Sebab sesungguhnya ia merupakan derajat yang tinggi yang tidak mungkin dicapai kecuali oleh Orang-Orang yang Didekatkan [al-muqarmban] dan Orang-Orang yang Jujur [al-shiddiqan]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H