Indonesia sendiri baru melakukannya tahun ini, setelah berbagai persiapan terkait migrasi dirampungkan sejak tahun 2019. Langkah ini pun didukung penuh oleh Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI).
Bahkan terkait migrasi siaran TV analog ke digital ini, juga diamanatkan UU Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja dan peraturan pelaksanaannya.
Mencermati komitmen bersama negara-negara yang tergabung dalam ITU serta amanat UU Cipta Kerja, maka migrasi siaran TV analog ke TV digital ini memang harus dilakukan.
Setidaknya, ada beberapa tujuan dilakukannya migrasi siaran televisi analog ke digital ini. Pertama, mendorong efisiensi pemanfaatan spektrum frekuensi radio.Â
Saat ini, spektrum frekuensi radio yang digunakan untuk pemanfaatan televisi analog membutuhkan sumber daya yang besar.
Penggunaan siaran televisi digital akan menghemat penggunaan spektrum frekuensi radio, karena hanya memerlukan spektrum frekuensi yang lebih sedikit. Sehingga sisanya dapat dimanfaatkan untuk kepentingan nasional lainnya, seperti layanan pendidikan, kesehatan, kebencanaan, dan layanan internet berkecepatan tinggi dalam rangka transformasi digital.
Kedua, migrasi siaran televisi analog ke digital ini juga dimaksudkan agar masyarakat dapat menikmati gambar dan suara yang berkualitas.
Siaran televisi digital memiliki resolusi gambar dan suara yang lebih stabil, sehingga kualitas penerimaan oleh penonton akan lebih baik.Â
Dengan kata lain, teknologi penyiaran televisi berbasis digital menjanjikan tampilan gambar lebih bersih dan suara yang lebih jernih. Kualitas siarannya tidak lagi berbintik, berbayang, atau kabur serta tidak rentan dengan cuaca buruk.
Ketiga, migrasi ke siaran digital harus dilakukan untuk menghindari sengketa dengan negara tetangga akibat interferensi spektrum frekuensi di wilayah perbatasan.
Keempat, migrasi ke siaran televisi terestrial digital ini juga diharapkan memberikan 'angin segar' bagi pertumbuhan kreasi konten. Apalagi dengan siaran digital, biaya untuk membuat stasiun televisi menjadi lebih murah.