Saking butuhnya konektivitas, ke mana-mana musti terhubung internet. Saya tidak pernah merasa sebutuh ini dengan internet hingga akhirnya berpikir untuk memasangnya meski berada di rumah luar domisili.
Domisili yang saya maksud di sini adalah sesuai definisi yang diberikan Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, tempat di mana seseorang memenuhi kewajiban dan melakukan hak-haknya meski pada kenyataannya saat ini sedang berada di tempat lain.
Kebetulan saya sedang berada di kota Pekanbaru, Riau, dalam jangka waktu yang cukup lama. Sedangkan tuntutan klien dari Jakarta masih berjalan, tapi rumah yang saya tempati tidak memiliki jaringan internet broadband.
Karena alasan tersebut, saya mengontak dan berselancar ke beberapa penyedia internet khusus berteknologi fiber optic. Provider lokal juga ada loh. Semua saya kunjungi, bahkan hingga First Media, Biznet, serta IndoHome. Â
Dari beberapa provider yang berhasil dihubungi, jaringan mereka ada yang belum sampai kemari. Paket layanan yang tersedia hampir semuanya memiliki standar yang sama, mulai dari kecepatan 10 Mbps hingga ratusan Mbps. Saya pun mengondisikan kebutuhan tersebut dengan budget minim (karena yang saya butuhkan hanya internet).
Mereka - yang jaringannya telah tersedia di Pekanbaru ini - menawarkan paket mini dengan varian harga berbeda : Rp 185ribu (lokal), Rp 235ribu (IndiHome), Rp 290ribu (lokal), Rp 375ribu (lokal).
Pilihan saya akhirnya jatuh kepada produk milik perusahaan berplat merah. Hal ini dikarenakan mereka tak lagi menjual paket dengan kecepatan 10 Mbps. "Minimal sekarang 20 Mbps, pak," kata sales mereka kepada saya.
Lalu bisakah pemilik KTP Jakarta memasang broadband internet di rumah beda domisili?Â
Sales IndiHome mengatakan bisa. Syarat yang dikenakan adalah: 1) Lokasi rumah bersih dari kabel dan modem keluaran yang sama, 2) mengirim foto diri sedang memegang KTP, dan 3) Bersedia menaruh deposit di awal.
Yang tidak kalah penting adalah sistem pembayaran. Pertama, deposit harus dibayarkan tepat setelah modem terpasang nantinya. Nilainya sesuai paket yang dipilih.Â
Nah, pembayaran pertama bulanannya justru di bulan berikutnya dengan tenggat maksimal tanggal 20. Hitungannya dimulai saat pertama kali pemakaian hingga akhir bulan. Setelah itu ditambah biaya pemasangan modem.
Contoh : pemasangan di tanggal 10. Akhirbulan di tanggal 30. Maka, penggunaan berjalan terhitung 20 hari (30 dikurangi 10). Lalu kalikan Rp 8.000, hasilnya Rp 160ribu. Ditambah biaya pemasangan Rp 150ribu, total tagihan bulan pertama saya menjadi Rp 310ribu.Â
Cukup adil. Saya langsung setuju. Setelah perbincangan kami selesai, tahapan berikutnya pun dimulai.
Verifikasi Pihak Pusat
Proses verifikasi ini dilakukan melalui jaringan telepon. Verifikator pusat mendiktekan informasi yang sebelumnya saya berikan kepada sales mereka. Setelah selesai, ia kembali menjelaskan sistem pembayaran yang persis sama seperti sebelumnya. Tambahannya adalah saya bisa mengambil kembali deposit saya setelah penggunaan telah mencapai setahun.
Pemasangan Kabel dan Modem
Proses ini berlangsung selama 2 (dua) hari. Hari pertama adalah pengecekan ke dalam rumah. Â Teknisi memastikan sekiranya terdapat kabel jaringan internet di dalamnya. Setelah dinyatakan bersih, mereka menggelar kabel optik ke dalam rumah.
Berhubung hari sudah sore dan mereka tidak membawa modem, teknisi datang keesokan harinya untuk memasang modem.
Pembayaran Deposit
Setelah modem terpasang, verifikator pusat kembali menghubungi untuk memastikan kabel dan modem telah terpasang. Lalu untuk menikmati layanannya, saya harus menaruh deposit sebesar Rp 235ribu ditambah biaya administrasi Rp 2.000,-.
Pembayaran deposit saya lakukan melalui salah satu aplikasi e-wallet. Butuh waktu kurang dari 30 menit hingga kemudian saya bisa menikmati layanan paket internet rumahan sesuai kebutuhan saya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H