Saya akui, film-film keluaran Thailand umumnya mengekspos perasaan secara maksimal. Kemampuan para sineas Thailand menyisipkan makna lewat simbol-simbol dan pertanda juga terbilang halus. Itu karenanya, film Negeri Gajah Putih memiliki perspektif tersendiri di dalam pikiran saya.
Ide-ide segar pekerja sinema Thailand banyak yang mengeksplorasi hal-hal biasa kehidupan mereka menjadi cerita yang menarik untuk diikuti. Namanya juga film tentu sering ada unsur hiperbola.
Tapi bukan itu inti dari catatan saya mengenai The Con-Heartist yang tayang baru-baru ini. Ada dua hal lainnya - setelah kalian membaca sinopsis di bawah ini - yang ingin saya kupas bersama.
Sinopsis : Balas Dendam Melibatkan Penipu Ramah
Korban penipuan bernama Ina (Pimchanok Luevisadpaibul) harus menanggung hutang sebesar 500.000 bath Thailand (sekitar 235 juta rupiah). Bermodal senyum menawan, juniornya yang bernama Petch (Thiti Mahayotaruk) mampu membuat Ina bertekuk lutut dan bersedia melakukan apapun untuk kepentingan pribadinya sendiri.
Ina menanggung seluruh penderitaan tersebut tanpa melibatkan keluarganya. Sebagai pengganti, ia membuat vlog kehidupan sehari-hari dengan call to action penggalangan dana kepada publik. Tanpa diketahui Ina, seorang pria mengincar dirinya yang telah menonton aktivitasnya di platform pemutar video untuk dikerjai.
Awalnya pria itu mengiming-imingi Ina pencairan dana hasil call to action miliknya. Ina harus membayar sejumlah uang terlebih dahulu sebagai pajak atas penggalangan dana secara daring (jika pembayaran selesai, uang penggalangan dana akan cair dalam hitungan detik---begitu alasannya). Namun selalu saja ada keadaan dimana uang itu tidak dapat beralih ke rekening sang pria. Hingga akhirnya, Ina sadar tengah dikerjai seseorang.
Perempuan itu segera melakukan serangan balik yang mengakibatkan identitas sang pria terkuak. Pria itu akhirnya mengaku bernama Tower (Nadech Kugimiya). Attitude-nya baik dan ramah, namun memiliki profesi sebagai penipu kawakan.
Ina balik mengerjai Tower hingga setuju membantunya melancarkan aksi balas dendam kepada Petch. Keduanya melalui hal-hal menggelikan di awal, lalu merekrut guru sekolah menengah Ina serta kakak kandung Tower dengan harapan misi mereka dapat sukses dengan sempurna.
Resume: Dua Hal
Kisah balas dendam adalah gagasan klasik dari sebuah drama-aksi. The Con-Heartist memang bukan film ber-genre itu. Adegannya dipenuhi hal-hal menggelikan. Humor, tepatnya. Hal inilah yang membuat saya berasumsi bahwa sang sutradara (Mez Tharatorn) bermain aman dengan karyanya.
Di dalam kisah drama-aksi tidaklah penting detail dari proses tercapainya sebuah tujuan. Tiap alasan dapat dibangun dalam bentuk apapun agar karakter utama menuntaskan dendamnya kepada sang lawan. Namun, lagi-lagi harus dipahami bahwa ini film Thailand, bukan film silat mandarin yang kisahnya lurus-lurus saja.
The Con-Heartist mengangkat tema kerja keras. Gagal satu rencana, buat rencana lagi. Jadi tuh, ada unsur-unsur pengorbanannya, gituh.
Takdir memang suratan Tuhan. Untuk itulah manusia harus giat bekerja dan mengorbankan banyak hal untuk menggenapkan takdir tersebut. Sehingga tidak serta merta berbagai rencana menghasilkan kesuksesan. Bisa jadi malah, semua rencana tidak sesuai dengan takdir yang digariskan.
Sepanjang satu jam dua puluh delapan menit, The Con-Heartist menjelaskan upaya Ina menggapai tujuannya. Jatuh-bangun-jatuh lagi, hingga ke titik terendah semangatnya bekerjasama dengan pria yang sejatinya penipu kawakan.
Tapi itulah drama. Menontonnya seperti menyaksikan sinetron Ikatan Cinta puluhan episode dalam satu komedi layar lebar. Tentunya sangat pas bagi segmen kaum hawa, dan ibu-ibu rumah tangga. Menonton  bareng pasangan juga dianjurkan, loh.
Dua hal berikutnya yang ingin saya bahas adalah kemampuan film ini memasukkan simbol-simbol brand ke dalamnya. Jika saya bandingkan dengan film-film Thailand di era 2000-an, simbol dan pertanda yang digunakan sutradaranya selalu yang berkenaan dengan plot cerita yang hendak dibangun, dan biasanya bersifat humanis. Sedangkan The Con-Heartist lebih banyak menghubungkan ceritanya dengan merek-merek tertentu.
Agak kentara memang. Menayangkannya berulang kali dapat menyadarkan penonton akan pesan komersil di dalam film.
Saya pribadi tidak merasa risih dengan keberadaan merek-merek tersebut. Karena sang sutradara mampu membuat cerita yang berkesusaian dengan latar brand yang dimunculkan. Seperti sebuah iklan inspiratif berdurasi lebih dari satu menit khas Thailand, seperti itu juga film ini memainkan nama brand dalam sebuah adegan drama-komedi, The Con-Heartist.
Trailer
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H