Mohon tunggu...
Dhul Ikhsan
Dhul Ikhsan Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pribadi

"Confidence is fashion" Follow, coment, and like IG : @sandzarjak See you there.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kesetiakawanan Sosial dan Cerminan Manusia Indonesia

31 Desember 2020   22:00 Diperbarui: 31 Desember 2020   22:03 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
"Kesetiakawanan Sosial". Sumber: Kegiatan kerelawanan Gempa Lombok 2018/Dokpri

Semangat berbagi seperti halnya aktivitas bercermin, diri kita di sisi yang satu dan realita sosial di sisi yang lain, dimana pantulannya kembali kepada kita pribadi. Mematutkan diri lebih teliti terhadap realita sosial yang ada akan membawa kita kepada detail-detail lengkap alasan menjunjung kesetiakawanan sosial. 

"Semangat berbagi seperti halnya bercermin yang pantulannya kembali kepada diri sendiri". Sumber: Inisiatif Zakat Indonesia
Sepanjang yang saya ingat ketika mengikuti program kerelawanan, baik itu di Aceh, Jakarta, maupun Lombok, adalah senyuman tulus dari setiap orang yang kita bantu. Senyuman dan penerimaan mereka adalah harga paling besar. Seperti hidup saya hanya untuk mendapatkan hal tersebut.

Kesetiakawanan Tanpa Sekat

Bagian penting dari gerakan kesetiakawanan sosial adalah tak selalu terlihat oleh pandangan mata. Ibarat sebuah pohon, akarnya menghujam ke tanah dan memberi energi kepada dahan, ranting, dan dedaunannya untuk menumbuhkan bebuahan.

Akar yang kuat itu sudah tertanam lama pada manusia-manusia Indonesia. Mereka datang ke sentra-sentra bencana dan kantong-kantong kemiskinan tanpa mengharapkan publikasi. Dengan berbagai latar keilmuan serta pengalaman mereka hadir memberi pelayanan secara sistematis dan terencana.

Buahnya selalu menjadi fokus utama dan dapat dirasakan. Namun, prosesnya seakan berjalan tanpa bekas.

Dibalik kesederhanaan dan ajaran luhur pendahulu bangsa tentang kesetiakawanan sosial, jusru tantangan berat datang dari populernya istilah post-truth dalam hampir satu dekade ini.

Isu-isu tak sedap menerpa kepada beberapa lembaga kemanusiaan. Mereka dituding menyalurkan dana yang dikelolanya untuk hal yang berkaitan dengan aktivitas mengganggu keamanan nasional. Isu ini juga menerpa beberapa perusahaan dengan aktivitas social responsibility milik mereka.

Mengutip tulisan Nana Sudiana di dalam buku "Amil Zakat Easy Going" (2019, hal. 193), populernya post-truth selalu bersumber kepada selebritas media sosial yang melemparkan tudingan tanpa memeriksa akurasi data dan informasi. Maksud penyebarluasan informasi ini dikaitkan dengan kesamaan afiliasi politik netizen dengan selebritas tersebut.

Kehadiran informasi hoaks ini bukan saja merugikan lembaga kemanusiaan dan perusahaan terkait, tapi juga penerima manfaat yang mereka bina secara ekonomi. Jika informasi ini tidak dikelola secara bijak, dampak buruk dapat terjadi dengan tumbangnya gagasan mengenai eksistensi kesetiakawanan sosial yang telah mengakar bagi manusia Indonesia.

Gerakan Berbagi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun