Mohon tunggu...
Dhul Ikhsan
Dhul Ikhsan Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pribadi

"Confidence is fashion" Follow, coment, and like IG : @sandzarjak See you there.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Tak Selamanya Bersandar pada Alat Pendeteksi Bencana, Hal Ini Menjadi Keutamaan

10 Februari 2019   11:34 Diperbarui: 10 Februari 2019   12:53 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Saat menjadi salah satu relawan bagi korban bencana gempa Lombok pasca tanggap darurat, saya mewancarai beberapa kepala keluarga di sana. Berbagai cerita mengalir dengan derasnya. Mereka bercerita seakan-akan kejadian itu baru saja terjadi di hadapan saya. 

Saya sempat berpikir, darimana kefasihan mereka dalam bercerita ini muncul? Yang kemudian saya sadari, bahwa semua itu hadir dari trauma yang mereka rasakan.

Saat gempa berkekuatan magnitudo 7 itu menerjang Pulau Seribu Masjid, banyak yang kehilangan daya, termasuk diantaranya melindungi orang-orang yang mereka cintai. 

Dari berbagai kisah yang saya dapat, ada seorang ibu yang rela berkorban demi anaknya yang paling kecil. Gempa yang yang terjadi pada 5 Agustus 2018 itu meruntuhkan satu per satu material bangunan tempatnya tinggal. Dengan cekatan, sang ibu menyambar bayinya yang tengah terlelap, dan berlari menuju pintu depan demi menyelamatkan diri.

Namun, baru saja berdiri dibingkai pintu depan itu, seluruh bangunan mulai ambruk. Sepersekian detik insting-nya berbicara; untuk menyelamatkan sang anak. Maka, dilemparlah balutan selimut dari tangannya ke luar rumah. Wanita itu pun tertimpa bebatuan tepat di bagian tulang belakang.  Meski isi di dalam selimut itu selamat, sembilan detik gempa di Lombok telah merenggut nyawa wanita tersebut.

Memotret Potensi Bencana dan Staretgi Jitu Mitigasi

Menurut Lilik Kurniawan, Direktur Pemberdayaan Masyarakat BNPB, sebagian besar korban dalam kejadian bencana alam merupakan ibu-ibu, kemudian berikutnya adalah anak-anak. Hal ini terjadi karena naluri orang tua yang begitu kuat dari diri seorang ibu menjadikan mereka golongan yang rentan terhadap bencana. 

Dok. Pri
Dok. Pri
Dalam satu tahun belakangan Indonesia telah mengalami berbagai macam bencana, mulai dari gempa, tsunami, likufaksi, serta banjir dan longsor. Perihal ini tidak terlepas dari fakta bahwasanya Indonesia merupakan wilayah yang subur akan bencana, di samping subur akan kekayaan alamnya. Hal itu berkolerasi kuat dengan kondisi geografis Indonesia yang memang terletak di kawasan rawan bencana (ring of fire).

Sebagai contoh yang nyata, Rahmat Triyono, Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG membeberkan ada sekitar lima ribu hingga enam ribu aktivitas gempa bumi terjadi di Indonesia tiap tahunnya; baik yang kecil hingga gempa di atas lima skala richter.

Kondisi ini menjadi tantangan bagi pemerintah Indonesia untuk melakukan antisipasi guna menghadapi bencana yang akan berlangsung ke depannya. Mengutirp prediksi BNPB, pada tahun 2019 ini akan terjadi peningkatan bencana di Indonesia sebanyak 350 persen dari tahun sebelumnya. 

Dok. Pri
Dok. Pri
Ada faktor lain yang menjadi perhatian pemerintah, yaitu seringkali kecepatan terjadinya bencana lebih cepat dari kemampuan teknologi menginformasikan kepada masyarakat setempat. Seperti yang terjadi di Mentawai, di mana faktor alamnya menjadikan kecanggihan alat pendeteksi seakan tidak berfungsi.

Maka dari itu, selain meningkatkan jumlah kuantitas dan kualitas alat pendeteksi kebencaan, target pemerintah adalah melakukan pemberdayaan masyarakat melalui program Evakuasi Mandiri. 

Evakuasi Mandiri adalah langkah-langkah peningkatan kapasitas diri pribadi dan keluarga guna menghadapi darurat bencana secara cepat. Pada 9 Februari 2019 kemarin, simulasi Evakuasi Mandiri sudah dilaksanakan di beberapa daerah di Indonesia. Diantaranya : Mentawai, Kota Padang, dan Padang Panjang.

Tak selamanya kita bergantung sepenuhnya kepada teknologi, terutama ketika bencana terjadi. Ada hal yang lebih utama selain dari kehadiran teknologi pendeteksinya, yaitu : kesadaran masyarakat untuk mengantisipasi kejadian bencana guna mengurangi risiko yang nyata.

Selain itu, adalah kesadaran masyarakat untuk menjaga dan memelihara perlengkapan pendeteksi bencana yang telah disiapkan pemerintah. 

Dok.Pri
Dok.Pri
Oleh karenanya, pemerintah melalui BNPB akan menjadikan 26 April sebagai Hari Kesiapsiagaan Bencana (HKB), yang mana akan dilaksanakannya program simulasi Evakuasi Mandiri di sekolah-sekolah maupun di rumah-rumah.

Selain latar belakang hari pertama disahkannya UU Penanggulangan Bencana di Indonesia, Hari Kesiapsiagaan Bencana ini juga merupakan mandat yang diberikan Presiden RI, Joko Widodo, terkait implementasi mitigasi bencana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun