Orang asing, warga kulit putih, orang Amerika non-Hispanik maupun Latin, dan kewarganegaraan Amerika Serikat; beberapa pengertian tersebut akan ditemukan dalam kamus online untuk kosa kata "Gringo".Â
"Gringo" berasal dari bahasa Spanyol, yang dalam konteksnya bisa memiliki beragam arti. Imigran Meksiko yang ada di Texas, Amerika Serikat, menggunakan kosakata tersebut dalam bentuk derogatori (merendahkan, atau penghinaan) akibat perlakuan yang mereka terima di sana. Namun secara umum, kosakata tersebut tidak ada hubungannya dengan rasisme.Â
Lalu bagaimana jika warga negara Amerika Serikat tersebut berkulit hitam dan sedikit mampu berbahasa Spanyol? Apakah dia juga "Gringo"?
Inilah yang ingin dikupas oleh Nash Edgerton dalam karyanya. Sutradara asal Australia ini berusaha memadukan unsur komedi, aksi, dan drama, dalam satu kisah yang tasteless.Sinopsis
Harold Soyinka (diperankan David Oyelowo) menjadi karakter sentral di dalam film ini. Ia merupakan warga Amerika Serikat keturunan Nigeria dengan sifat tanpa cela: jujur, bersahabat, profesional, bertanggung jawab, taat hukum, religius, atau sebutkan semua perilaku baik dalam diri manusia, semua ada pada pria berkulit hitam tersebut.
Sayangnya, sebagian besar manusia di sekeliling Harold berhati bejat. Ada Richard Rusk (diperankan Joel Edgerton), yang semestinya menjadi teman sekaligus atasan terbaiknya di Cannabax Technology. Ada pula Elaine Markinson (Charlize Theron), sang direktur pemasaran yang rasis; Bonnie (Thandie Newton) sang istri penghianat mabuk duit; Mitch Rush (Sharlto Copley) pembunuh bayaran yang mengincar nyawanya; Gonzales bersaudara (Diego Catano dan Rodrigo Corea) yang tamak; serta Villegas (Carlos Corona), bos mafia yang menginginkan formula Weed Pill yang (sengaja) diamanahkan ke Harold.
Weed Pill sendiri produk milik Cannabax. Tahap uji cobanya berhasil menjadikan mariyuana hingga berbentuk pil. Pada awalnya, pil-pil tersebut dijual ke pemasok obat-obatan terlarang di Meksiko yang dikuasai Villegas alias Black Panther. Namun, Richard dan Elaine menginginkan pasokan tersebut dihentikan karena satu dan lain hal.Â
Maka dibuatlah perjalanan bisnis ke pabrik mereka di daratan Meksiko; Richard dan Elaine melibatkan Harold yang sejatinya tidak mengetahui sama sekali urusan sebenarnya. Seiring terkuaknya satu per satu kejahatan kedua pimpinan tersebut, Harold berpikir untuk melakukan sesuatu: sebuah rencana yang akan mencederai prinsip hidupnya yang mulia.
Resume
Tidak semua karakter di sekeliling Harold adalah bajingan. Salah satunya Sunny (Amanda Seyfried), gadis berambut pirang yang bekerja di toko alat musik. Kondisinya digambarkan hampir sama dengan Harold; Sunny dimanfaatkan kekasihnya dengan kedok berlibur ke Meksiko, padahal terdapat rencana pengiriman pil-pil tersebut masuk ke wilayah Amerika Serikat. Kehadirannya lumayan penting di film ini.
Pada dasarnya semua karakter penting karena sang sutradara mengekspos sedemikian rupa atensi mereka masing-masing. Di tangan Nash, atensi para karakternya diolah sedemikian rupa menjadi fragmen-fragmen cerita yang terpisah dan bermuara kepada sosok Harold. Seakan-akan, kisah film ini berjalan seperti apa adanya; seperti terjadi di lingkungan tetangga. Tidak ada yang spesial.
Terkecuali pada bagian humornya.Â
Pada bagian itu, akting David Oyelowo mampu menghibur penonton beberapa kali. Ia mampu menjiwai pribadi Harold yang naif dan berpikir lurus. Humor yang dibawakan tidaklah segelap warna kulitnya.
Namun berbeda dengan karakter-karakter pendukung film. Sejumlah kalimat sarkastik sangat jelas mengemuka dari lidah mereka. Istilah-istilah taboo muncul silih berganti mulai dari hal yang rasis, seksis, kritik sosial dan keyakinan agama, hingga kematian. Hal-hal itu yang menjadikan "Gringo" sebagai representasi film dark comedy.
Penutup
Sekilas, isi cerita "Gringo" mudah sekali dicerna dan simple. Seandainya dibandingkan dengan film komedi pada umumnya, "Gringo" justru membutuhkan pemaknaan yang sangat mendalam.
Dalam perspektif penulis film dengan total pendapatan US$ 8.7 juta ini berhasil mengangkat kritik kebijakan Trump mendirikan tembok pembatas di wilayah perbatasan, di San Diego. Alih-alih menjadikan imigran Meksiko sebagai karakter antagonis, kedatangan pengusaha Amerika Serikat ke negara yang terkenal sebagai paling mematikan kedua sejagat itu justru sebagai biangnya masalah.
Jika memang benar demikian adanya, tidakkah Meksiko lebih berhak membangun tembok pemisah untuk mengawasi kedatangan pengusaha bejat dari negara adikuasa tersebut?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H