Mohon tunggu...
Dhul Ikhsan
Dhul Ikhsan Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pribadi

"Confidence is fashion" Follow, coment, and like IG : @sandzarjak See you there.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Menghidupkan Harlah ke-240 Tahun Museum Nasional Dengan Wisata Malam

26 April 2018   20:52 Diperbarui: 27 April 2018   07:29 1470
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi by Tara : Tim Ganesha

Sang guide kembali menjelaskan kalau koleksi patung Prajna Paramitha ini satu-satunya yang tersisa di dunia, dan Indonesia secara terhormat memilikinya.

"Pernah seorang pengunjung dari negara lain jauh-jauh datang ke Indonesia hanya untuk bersua dengan sang ratu, lalu menangis di hadapannya karena saking langkanya maha karya tersebut." Demikian tutup guide kami. Saya pun meletakkan telapak tangan saya ke bibir, dan melemparkannya sebagai ciuman abadi kepadanya.

Tak jauh dari sana, berdiri utuh Shiva Mahadewa bernuansa kelam. Di beberapa bagian tubuhnya dilapisi emas, terutama di bagian bibirnya. Ia dikenal Shiva Bibir Emas, satu-satunya koleksi yang ada di dunia. 

Arca ini ditemukan di Sungai Wadas. Pahatan tembaganya tampak sempurna dan memiliki persamaan dengan teknik pembuatan arca dari India Timur. Para ahli sepakat sang Shiva Bibir Emas merupakan sosok arca yang belum ada tandingannya di dunia. Satu-satunya koleksi utuh sang Shiva berbibir emas hanya ada di Indonesia, dan diletakkan secara hati-hati dan penuh pengamanan di museum ini. Satu lagi kebanggaan negeri.

Lantai 4 gedung B ini benar-benar memikat hati. Mata saya seakan-akan dipenuhi kilauan di sana-sini. Maha karya langka dan simbol kemakmuran nusantara yang begitu menggoda. Sekali lagi, ketentuan terbatas membuat kami tak dapat mengabadikannya dalam citra digital.

Dokpri: Kegiatan Night of the Museum Nasional
Dokpri: Kegiatan Night of the Museum Nasional
Selepas dari lantai teratas gedung yang dibangun pada tahun 2007, kami kembali ke area halaman depan gedung A. Beberapa kelompok tengah mengakhiri presentasi dari guide yang ditugaskan khusus di sana. Lalu, tibalah giliran kami.

"Orang-orang taunya museum ini adalah museum gajah dikarenakan patung yang ada di samping saya ini," tutur perempuan di hadapan kami. Lalu ia flashback ke tanggal 24 April; di 240 tahun yang lalu, hingga dibangunnya gedung bersejarah ini.

Awal berdirinya museum nasional tidak ada sangkut pautnya dengan patung gajah. Beberapa tahun setelah didirikannya, Raja Siam (Thailand), Yang Mulia Chulalongkorn berkunjung resmi ke museum pada tahun 1871. Tertarik dengan koleksi yang ada, Y.M Rama V justru memberikan hadiah patung gajah ke pihak museum. Maka ditempatkan lah patung tersebut di halaman depannya. Namun di karena kebiasaan orang melayu beri julukan, banyak orang Indonesia mengenal Museum Nasional sebagai museum gajah. Hingga sekarang.

Para peserta juga tak luput mengikuti presentasi pahatan Ku Yakin Sampai Di Sana. Judul karya I Nyoman Nuarta ini mirip judul lagu yang didendangkan Rio Febrian. 

Memang demikian adanya: patung Ku Yakin Sampai Di Sana memiliki pertalian yang erat dengan Susilo Bambang Yudhoyono sebagai pusat perbincangannya. Pencipta lagu dan pemberi nama patung adalah presiden R.I ke-6 tersebut. Bentuk patung bagaikan pusaran waktu yang tak bertepi; timeless. Di sela-sela arusnya terdapat karakter-karakter orang dalam berbagai rupa dan cerita. Orang-orang menyebutnya hanyut. Namun, pemandu kami  bernarasi bahwa patung tersebut menggambarkan perjuangan penuh keikhlasan, semangat, dan menjunjung tinggi persatuan, hingga mencapai hasil yang maksimal.

Di bagian akhir touring, kami disuguhkan kisah-kisah mengerikan benda-benda peninggalan lokal. Koleksi milik lantai 2 gedung B Museum Nasional bagaikan kumpulan barang yang harus diwaspadai; magis dan menyeramkan. Saya tidak dapat membayangkan jika tetiba sang pemilik pusaka bergerak bagai bernyawa layaknya film Night of the Museum.

Sisa waktu sepuluh menit di lantai 2 ini memang kurang memuaskan. Kami hanya disuguhkan deskripsi dan narasi dua benda saja: senjata mandau suku Dayak dan Tunggal Panaluan yang berbentuk tongkat dari suku Batak. Alhasil, para peserta bagaikan diburu waktu alih-alih diburu kisah menegangkan. Kegiatan kami bagaikan anti-klimaks.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun