Mohon tunggu...
Sandy Gunarso
Sandy Gunarso Mohon Tunggu... Penulis - Praktisi Komunikasi

Berhenti memuaskan orang karena kepuasan tiada batasnya

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

3 Cara Unik Mengajak Anak Membaca

15 Januari 2023   23:48 Diperbarui: 17 Januari 2023   11:20 1457
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagian besar orangtua di jaman modern saat ini cenderung membiarkan anak-anak untuk hidup "akrab" dengan telepon genggamannya. Mereka beranggapan bahwa masa depan semuanya akan berubah menggunakan teknologi canggih.

Teknologi memang pasti berubah, tetapi tetap saja dasar dari semua perubahan dan perkembangan teknologi itu adalah buku yang penuh dengan tulisan dan simbol-simbol untuk dibaca. Membaca haruslah diperkenalkan pada anak bukan sebagai pelajaran.

Orangtua jangan menjebak sendiri dalam pikiran sempit yang menghubungkan membaca dengan belajar. Membaca itu bukan hanya belajar atau mempelajari sesuatu. Jika orangtua selalu menghubungkan membaca dengan belajar, maka anak-anak akan menilainya sebagai pekerjaan membosankan dibandingkan seluruh isi video dalam youtubenya.

Pendekatannya bukanlah membaca untuk belajar saja, melainkan membaca untuk mengerti dan memahami isi pikiran orang lain. Seperti halnya seorang membaca tulisan pada keterangan di sebuah katalog toko daring. Apakah dia belajar dari toko daring itu? Tentu saja tidak. Dia membaca keterangan pada katalog untuk mengetahui jenis produk dan manfaatnya, bukan belajar dengan toko daringnya.

Sebab dengan dia mengerti dan memahami isi pesan dari si penjual, maka dia akan mampu memaksimalkan pikirannya untuk memilih dan menggunakan produk yang dijual. Namun, jika dia tidak membaca keterangan dalam katalog, maka dia akan kehilangan arah dan akibatnya melakukan kesalahan dalam hidup yang membuat produk menjadi tidak bermanfaat dan justru membuang uang secara percuma.

Orangtua hendaknya mengajak anak untuk membaca secara persuasif. Caranya dengan menanamkan pemahaman bahwa membaca membuat orang mengenal banyak hal, seperti berkenalan dengan beragam burung, kupu-kupu, kucing, bahkan dinosaurus.

Tanamkan dulu manfaat dari membaca pada benak anak, buktikan pelan-pelan bahwa membaca itu menyenangkan dan mengasyikkan, barulah dapat membuat anak memahami pentingnya membaca. Jangan terburu-buru saat mendampingi anak membaca. Biarkan mereka menikmati warna, gambar, dan bentuk dari benda apapun yang memiliki tulisan untuk dibacanya.

Mayoritas anak di seluruh dunia kehilangan minat bacanya sejak mereka masih kecil. Mereka akan menjauhkan diri dari buku dan sejenisnya karena dianggap membosankan dan membuang waktu saat bersama buku. Mereka cenderung lebih menyenangi video dengan tayangan-tayangannya yang dianggap lebih hidup dan menarik perhatian.

Lantas, bagaimana caranya meningkatkan minat baca pada anak? Berikut ini ada tiga cara unik untuk mengajak anak membaca buku.

1. Mulai dengan tulisan sederhana dari buku bergambar

Anak harus memiliki kemampuan baca sejak kecil. Alasannya, supaya anak dan keluarganya dapat menjalani kehidupan lebih mudah. Kemampuan membaca pada anak dimulai dengan mengajaknya membaca buku bergambar dengan tulisan yang sederhana dan sedikit.

Buatlah anak tertawa di sepanjang waktu mereka membaca buku. Kesenangan akan mengikat pikiran dan jiwanya untuk mencintai buku, termasuk buku sekolah. Caranya untuk memberikan tawa pada anak tentunya harus dari kerelaan orangtua untuk bersikap lucu saat membacakan buku. Buatlah gerakan unik saat memerankan tokoh dalam buku, atau dapat juga dengan menirukan suara-suara lucu supaya anak tertawa saat mendengarkannya.

Orangtua yang terlalu gengsi untuk bersikap lucu pada awal anak mengenal tulisan, justru akan menenggelamkan anak pada keengganan untuk membaca tulisan dalam bentuk apapun sepanjang hidupnya.

Selain itu, orangtua harus bersabar untuk mengijinkan anak mengenal satu persatu huruf dalam setiap kalimat dari buku yang bergambar. Ijinkan anak menjalin hubungan dengan huruf-huruf supaya dia tidak terkejut dan merasa ketakutan karena kewajibannya menghafal huruf dan sebagainya.

Penolakan anak untuk membaca disebabkan karena orangtua terlalu cepat memperkenalkan huruf pada anak. Bahkan sebagian orangtua cenderung memaksakan anak untuk menghafal huruf A-Z pada dinding rumah.

Mungkin bagi orangtua, tempelan kumpulan huruf di tembok adalah biasa, tetapi bagi anak, itu adalah sebuah teror yang mengerikan. Hidup mereka akan selalu dihantui oleh huruf-huruf yang dipaksa masuk ke dalam pikiran mereka.

Seperti halnya bola yang dimasukkan secara paksa ke air tanpa dilubangi terlebih dahulu, bola itu akan menurut masuk ke dalam air, tetapi pada satu titik tertentu, dia akan menekan keluar dari air dengan tenaga dorong yang luar biasa.

Anak pun demikian. Jika orangtua tidak mampu mengendalikan diri untuk bersabar dalam mengenalkan huruf pada anak, maka pada suatu saat, anak dengan perasaan tertekannya, akan membenci huruf dan tulisan hingga pada akhirnya mereka hanya belajar dengan mengandalkan telinganya untuk mendengarkan orangtua dan bukan matanya untuk membaca dan mencari tahu informasi yang tertulis di buku atau benda apapun lainnya.

Ingatlah wahai orangtua, saat manusia merasakan kenyamanan dalam hidupnya, maka mereka akan mampu mencintai dan setia padanya. Begitu pula dengan anak dan bukunya. Saat mereka mendapatkan kenyamanan bersama huruf, kata, dan kalimat yang ada di dalam buku, maka di saat itu pula mereka akan memutuskan untuk hidup dengan buku-bukunya dan setia sampai akhir hayat.

2. Mengajak anak mewarnai gambar huruf yang besar

Alternatif cara kedua untuk membahagiakan anak saat membaca adalah dengan mengenalkan huruf menggunakan gambar-gambar berwarna yang menarik. 

Gambar-gambar itu haruslah disertai sebuah huruf yang besar supaya anak dapat melihatnya dengan jelas lalu mengingatnya dengan mudah.

Pengenalan huruf dengan cara mewarnai ini setidaknya tidak dianggap anak sebagai paksaan untuk mengingat sesuatu atau melakukan kegiatan yang membosankan. Dengan cara mewarnai huruf dan gambar, maka anak akan melihatnya sebagai keseruan. Biarkan dia menggunakan alat warnanya tanpa larangan apapun.

Biarkan bukunya itu penuh dengan coretan. Jangan marahi mereka saat awal mereka membaca sambil mewarnai bukunya. Tunggulah sampai beberapa buku, barulah orangtua dapat mengarahkan anak untuk melakukan kegiatan yang benar. Sebab, orangtua yang langsung memarahi anak saat mereka mencorat-coret buku pertamanya, maka anak memandangnya sebagai kesalahan saat memegang buku.

Akibatnya mereka takut memegang buku karena orangtua marah saat mereka bersama buku. Anak tidak mungkin berpikir bahwa caranya yang mencorat-coret buku yang salah.

Ketakutan itulah yang akan menjauhkan anak dari buku. Ketakutan yang berulang terjadi akan menimbulkan trauma. Semakin sering anak merasakan trauma saat bersentuhan dengan buku, maka semakin jauh mereka akan meninggalkan buku.

Ada pula orangtua yang langsung mengarahkan anak untuk mewarnai bukunya dengan benar. Tangan anak dipegangi orangtua saat memegang pensil warna, lalu tangan orangtua bergerak-gerak untuk menuntun sang anak mewarnai.

Bagi orangtua itu sudah benar untuk mendampingi anak saat mereka belajar mewarnai buku. Tetapi bagi anak, sikap orangtua itu menyebalkan dan membosankan. Mereka akan berpikir bahwa orangtuanya ikut campur dalam urusan anak.

Akhirnya, anak akan membiarkan tangannya dituntut orangtua secara terus menerus. Mereka akan menjauhi buku itu dan selanjutnya membenci buku lainnya karena saat anak melihat buku jenis apapun, mereka akan melihat wajah orangtuanya yang menyebalkan serta merasakan tangan orangtuanya yang memaksanya.

Jika kondisi itu terjadi, maka lupakan anak menjadi pintar dengan membaca buku. Lupakan anak mengerti dan memahami semua pelajaran di sekolah. Lupakan juga anak mendapatkan nilai maksimal pada setiap pelajarannya di seluruh jenjang pendidikannya.

Sebenarnya mewarnai buku itu sebagai alat atau media bagi orangtua untuk mengenalkan huruf pada anak. Tidak perlu bersusah payah menyuruh anak mengulangi perkataan orangtua. Prinsipnya satu, anak-anak akan berusaha meniru orangtuanya, meskipun mulutnya diam, tetapi tetap telinganya mendengarkan, dan otaknya berusaha untuk mengingat dan meniru orangtuanya.

3. Ajak anak melihat huruf-huruf dari video yang menarik

Cara ketiga untuk menguatkan ingatan anak pada huruf bukan justru digunakan orangtua sebagai cara utama untuk mengenalkan huruf pada anak.

Video digunakan untuk menambah ketertarikan anak saat mereka mengenal huruf. Selingan yang baik bagi anak supaya mereka tidak kebosanan saat melalui proses perkenalan dengan huruf. 

Video seperti vitamin atau makanan tambahan bagi otak si buah hati. Tetaplah proses perkenalan yang utama adalah dengan menggunakan buku atau aktivitas langsung dengan mewarnai dan menulis.

Jika orangtua memberikan video terlalu banyak, akibatnya anak akan cenderung melakukannya dan perlahan akan kehilangan gairah untuk melakukan aktivitas langsung. 

Jadi, pada usia-usia balita perbanyaklah dulu kegiatan-kegiatan yang melibatkan fisik secara langsung, seperti mewarnai di atas kertas gambar, tembikar, atau kanvas. Aktivitas fisik ini jauh lebih menyenangkan dibandingkan video-video pengenalan huruf yang dilihatnya melalui gawai.

Ketiga cara di atas akan mempermudah orangtua saat mengenalkan huruf pada anak. Latihan membaca huruf, kata, dan kalimat sejak dini pada anak akan mempermudah kerja orangtua. Kemampuan membaca yang dimiliki anak juga akan membuatnya lebih cepat dalam menangkap informasi yang dilihat dan didengarnya.

Orangtua juga perlu paham bahwa membaca itu merangsang kerja otot pada otak agar aliran darah dapat mengantarkan nutrisi saat otak melakukan proses pertumbuhannya. Untuk itulah, orangtua berkewajiban melatih anak untuk membaca buku atau tulisan lainnya.

Jika anak tidak dikenalkan pada huruf, kata, dan kalimat sejak dini melalui tulisan di dalam buku, maka sampai pada usia sekolah, mereka akan mengalami gagal baca dan lama-kelamaan akan mengakibatkan gagal paham. Kegagalan yang terjadi berulang pada anak akan membuatnya putus asa. Keputusasaan akan membuatnya mengakhiri kehidupannya dengan cara-cara yang menyedihkan, seperti: malas belajar, menyontek, plagiat, menipu, dan lain sebagainya. 

Mendampingi anak bukan dengan menemaninya setiap saat, melainkan dengan meluangkan waktu untuk bermain sambil belajar bersama anak di saat-saat tertentu. Ciptakan quality time dengan mendapatkan pengetahuan baru dan bukan hanya menghabiskan uang dengan bersenang-senang di tempat wisata.

Jangan serahkan kehidupan anak pada telepon genggam atau para kreator konten di media sosial, sebab para kreator hanya memanfaatkan anak untuk keuntungannya sendiri. Jangan biarkan anak menjadi komoditas atau benda untuk memenuhi kantong para kreator media dengan uang.

Orangtua harus memiliki kendali penuh pada gadget di saat anak masih di bawah usia. Bekali mereka dengan keterampilan kehidupan dari kegiatan yang melibatkan fisik. Jangan biarkan anak terbiasa hanya hidup dalam dunia khalayan dengan telepon genggamnya. Siapkan dulu pondasi hidup anak sebelum mereka dapat mengendalikan hidupnya sendiri.

FIN

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun