Mohon tunggu...
Sandy Gunarso
Sandy Gunarso Mohon Tunggu... Penulis - Praktisi Komunikasi

Berhenti memuaskan orang karena kepuasan tiada batasnya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mengajak Dunia agar Menjadi Lebih Damai

8 Maret 2022   12:20 Diperbarui: 8 Maret 2022   12:41 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dunia dihebohkan oleh invasi militer Rusia terhadap Ukraina. Keseruan dari konflik bilateral ini ditambah dengan aksi Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, yang menyampaikan permintaan tolong kepada negara sekutunya, Amerika Serikat, dan negara-negara lain di seluruh dunia.

Seketika itu juga, Majelis Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa membahas konflik Rusia-Ukraina ini dalam rapat terbatas di markas besarnya. Urusan bilateral menjadi meluas dan semakin besar saat seluruh media internasional membuat ulasannya secara terus menerus dengan menayangkan puluhan bahkan ratusan pendapat dari para pakar dan pejabat negara.

Semua pendapat sekedar pendapat karena semuanya serba kemungkinan. Spekulasi demi spekulasi mencuat ke publik dunia meski Presiden Rusia, Vladimir Putin sudah mengungkapkan alasannya menyerang Ukraina, yakni ssebagai upaya untuk demiliterisasi dan de-Nazifikasi Ukraina. Sekaligus melindungi orang-orang yang telah menjadi sasaran intimidasi dan genosida atau pembunuhan besar-besar oleh rezim Kyiv selama beberapa tahun, termasuk warga Federasi Rusia. Selain itu, Rusia menyerang Ukraina karena mereka ingin menolong Republik Rakyat Donbass yang telah meminta bantuan kepada Rusia.

Dalam perkembangannya, sejumlah negara di dunia juga memberikan sanksi pada Rusia dengan membekukan sejumlah aset milik Rusia di dunia. Sanksi ini dilakukan untuk mencegah pendanaan dari aset-aset Rusia pada invasi militer ke Ukraina.

Jika dilihat dari sudut pandang lain, serangan Rusia ke Ukraina, mirip dengan konflik di Jalur Gaza antara Israel dan Palestina. Kemiripannya terlihat dari beberapa hal: (1) Konflik terjadi antara negara yang berbatasan. Rusia dan Ukraina merupakan negara yang berbatasan langsung, seperti halnya Israel dan Palestina di Tepi Barat. (2) Kedua negara saling serang menggunakan senjata berat. Baik Rusia-Ukraina, maupun Israel-Palestina, mereka saling serang menggunakan kekuatan militer masing-masing. (3) Alasannya sama untuk menumpas kejahatan yang dianggap membuat rakyat menderita. Rusia ingin menghancurkan Nazi yang diduga membangun kekuatan di Ukraina, sedangkan Israel ingin menghancurkan tentara separatis Hamas di Palestina.

Dari ketiga persamaan di atas menimbulkan pertanyaan serupa atas serangan Rusia ke Ukraina. Pertanyaannya adalah (1) Apakah tidak mungkin jika Ukraina berupaya untuk mengumpulkan uang dari negara-negara di dunia seperti layaknya petinggi Hamas yang hidup berkelimpahan dari dana bantuan dunia yang diberikan pada Palestina? (2) Mengapa Ukraina tidak langsung mendatangi Rusia untuk menyelesaikan masalahnya tetapi justru Ukraina berteriak-teriak di forum dunia untuk meminta bantuan?

Logika sederhananya begini, saat orang mengalami konflik dengan orang lainnya, maka mereka akan duduk bersama untuk menyelesaikannya secara baik, meskipun dalam beberapa konflik menggunakan mediator untuk menyelesaikan masalah. Namun, konflik ini sepertinya sengaja dibuat rumit agar banyak pihak diuntungkan. Mungkin saja para produsen senjata api atau produsen-produsen lain seperti halnya perang dunia pertama dan kedua. Mereka bahkan menjadi 'kompor' untuk menyulut perang lalu menjual senjata untuk keuntungan sendiri dan kelompoknya.

Kemungkinan lainnya adalah menggunakan topeng dari sisi humanis dari para korban serangan dan para pengungsi. Lalu topeng dikemas apik oleh media massa global asuhan penguasa sebagai tameng untuk menjual senjata. Selain itu, Sepertinya negara barat, termasuk Amerika Serikat dan sekutunya, ketakutan jika rahasia yang disembunyikan di Ukraina diungkap Rusia, lalu diumumkan ke dunia. Buktinya, Amerika Serikat, Inggris, dan sejumlah negara sekutunya langsung bereaksi keras atas konflik Rusia-Ukraina.

Jika Ukraina tidak digunakan negara barat sebagai lokasi rahasia, mengapa mereka begitu gencar menggalang bantuan untuk menghentikan serbuan Rusia ke Ukraina? Jika negara barat dan seluruh dunia menggunakan alasan bahwa serangan Rusia ke Ukraina dapat menyengsarakan rakyat, rasanya alasan tersebut seperti dibuat untuk menutupi alasan lain yang lebih besar.

Pertanyaan-pertanyaan di atas muncul karena banyaknya peristiwa yang tidak masuk akan usai mencuatnya konflik Rusia-Ukraina. Terbaca suatu pola serupa dan berulang dari sejarah. Pola perang dunia pertama, kedua, serta beragam konflik horizontal lain yang pernah terjadi di dunia. Pertanyaan besar kemudian adalah apakah dalang dari konflik peperangan ini sama? Kalau sama, siapakah dia? Sungguh luar biasa sekali manusia ini sampai mempunyai kekuatan untuk menggerakkan dunia.

Manusia memang mudah dibuat takluk dengan ketakutan dan kekawatiran. Kedua perasaan ini yang terus dimainkan segelintir orang untuk menguasai orang-orang di dunia agar bersedia mengikutinya. Apakah orang pernah mengetahui penyebab pasti dari sebuah masalah secara utuh selain dari media massa? Sementara media massa global mayoritas dikuasai Amerika Serikat dan Inggris. Di samping itu, sejak perang dunia pertama, Amerika Serikat dan Inggris terlibat 'perang dingin' dengan Rusia dan sekutunya.

Sebagai manusia, sebaiknya tidak perlu mencampuri urusan orang lain hanya karena adanya kesamaan SARA (Suku, Agama, dan Ras). Bukan berarti mendiamkan suatu peristiwa lantas membuat diri sendiri melakukan kejahatan. Orang harus melihat diri sendiri dan menyesuaikan dengan kemampuan sebelum menolong orang lain. Tidak semua peristiwa dan permintaan tolong harus mendapatkan bantuan. Biarkan konflik antara para pihak bertikai diselesaikan sendiri. Tidak perlu banyak orang mencampurkan diri masuk dalam pusaran konflik. Sebab pada dasarnya semua orang mengaku dirinya benar dan tidak satupun dari mereka bersedia dianggap bersalah.

Untuk itu, berhenti menjadi pahlawan di saat diri sendiri sedang dalam masalah berat. Berhentilah mengaku kuat jika diri sendiri tidak mampu menyelesaikan masalah pribadi. Lebih baik memberikan penghiburan pada orang yang kesulitan dari pada berupaya menolongnya tetapi harus menghancurkan diri sendiri. Bertindaklah bijaksana saat ingin menolong orang dan beranilah menolak menolong orang lain jika masalah mereka di luar kemampuan sendiri.

Konflik Rusia-Ukraina serta konflik-konflik lain di dunia harus dicermati secara baik dan menyeluruh sebelum mengambil keputusan membantu atau tidak. Ingat, berdiam diri bukan berarti pengecut. Seseorang dikatakan pengecut saat mereka menolong orang lain di awal, tetapi mendapatkan pertolongan orang lain di akhirnya karena dia kehabisan sumber daya sendiri.

Terakhir, mengorbankan diri sendiri untuk menolong orang lain itu sangat mulia, tetapi jika pengorbanan diberikan di saat diri sendiri membutuhkan pertolongan, itu sama artinya bunuh diri secara konyol dan bukan tindakan mulia. Dengan tidak mencampuri urusan orang lain serta membiarkan konflik orang lain diselesaikan sendiri, maka diri sendiri dan dunia dapat damai. FIN.

Disclaimer:

Tulisan ini dibuat karena keprihatinan penulis atas konflik Rusia-Ukraina dan konflik-konflik lain di dunia yang menimbulkan peperangan. Tujuannya satu yakni upaya menyadarkan dunia untuk hidup damai dan harmonis agar tidak ada korban lain yang menderita akibat dari peperangan. #damaiituindah #damaihargamati.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun