Mereka akan berteriak-teriak pada orangtuanya sampai keinginannya terwujud. Tidak jarang, anak sampai berguling-guling di lantai untuk menunjukkan kemarahan pada orangtua yang menolak keinginannya.
Misalkan, saat anak meminta mainan berupa mobil-mobilan dengan sayap besi -- entah dari mana dia melihatnya, umumnya orangtua langsung melakukan dua aktivitas ini sebagai tanggapan pada keinginan anak.
Pertama, orangtua langsung mengalami kepanikan dan berusaha mencari ide untuk menghentikan tangisan anak.Â
Orangtua langsung mewujudkan keinginan anak. Jika tidak menemukan mobil-mobilan dengan sayap besi, maka orangtua tetap membelikannya dengan mobil-mobil berbentuk lain. Biasanya, mainan pengganti memiliki harga yang lebih mahal dari pada permintaan anak.
Kedua, orangtua langsung menolaknya dengan kalimat kasar dan penuh amarah. Orangtua biasanya berkata, "Berhenti menangis! Malukan sama orang! Lagian mana ada toko yang jual mobil dengan sayap besi? Memangnya kakekmu yang punya pabrik!"
Tidak ada aturan baku yang melarang orangtua untuk melakukan cara pertama atau kedua dalam memperlakukan anak mereka.Â
Namun, alangkah lebih bijaksana jika orangtua juga membiasakan anak untuk menghadapi perubahan perasaannya sendiri tanpa hadiah apapun.
Orangtua hanya perlu melatih mental anak dengan melakukan aktivitas kreatif, seperti mengajak anak bermain sepeda, menonton film di televisi, atau mengajaknya membuat kerajinan tangan.Â
Lalu, orangtua menjelaskan alasan penolakan mereka pada anak di sela-sela kegiatannya dengan anak. Anak akan mengerti alasan orangtua yang menolak keinginannya. Lalu, anak akan belajar mematuhi aturan serta terlatih untuk bertindak sesuai aturan.
3. Berhentilah bicara dan mulailah mendengar
Anak-anak biasanya berhenti bergerak saat mereka mengalami perubahan perasaan. Mereka hanya fokus pada kondisi yang membuatnya kehilangan kesenangan.Â