Mohon tunggu...
Sandy Gunarso
Sandy Gunarso Mohon Tunggu... Penulis - Praktisi Komunikasi

Berhenti memuaskan orang karena kepuasan tiada batasnya

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Melatih Anak Mendengarkan Orangtua

17 Februari 2022   21:34 Diperbarui: 17 Februari 2022   23:06 414
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi anak mendengarkan orangtua (Sumber: shutterstock)

Orangtua selalu menghadapi tantangan sepanjang hidupnya. Salah satu tantangan yang menyebalkan terjadi saat ucapannya tidak didengarkan anak dan diacuhkan begitu saja. 

Orangtua dipaksa bicara dua sampai tiga kali untuk mendapatkan perhatian anak. Meski begitu, sebagian anak masih tampak diam di tempat dan malas bergerak untuk melakukan aktivitas sesuai arahan dari orangtua. Umumnya, orangtua akan memaksa sang anak bergerak menuruti arahannya.

Aktivitas paksaan dari orangtua dianggap sang anak sebagai tindakan menyebalkan yang membuatnya kehilangan kenyamanan. Bahkan sebagian anak memaki orangtua di belakangnya setelah mereka melakukan semua arahan. 

Selanjutnya, hubungan antara orangtua dan anak merenggang dan terasa sangat dingin. Keduanya menjadi sama-sama canggung dan saling diam tidak mau berbicara. 

Jika keadaan ini terus berulang dalam hidup berkeluarga, maka akhirnya anak akan meninggalkan orangtua karena menganggap orangtua sebagai beban yang memberatkan hidup mereka.

Keluarga dibentuk atas dasar cinta. Salah satu cara membentuk cinta dalam keluarga dengan saling mendengarkan perkataan setiap anggota keluarga dalam satu porsi yang sama. 

Proses mendengarkan juga harus dilakukan dengan baik. Tujuannya agar setiap orang yang bicara merasa dihargai dan diberikan kepercayaan untuk menyampaikan ide mereka secara terbuka dan lama kelamaan membantu mereka untuk berkembang dengan baik.

Sebagian besar orangtua hanya ingin didengarkan oleh sang anak. Mereka mendominasi pembicaraan dan menganggap anak tidak tahu apapun. 

Orangtua cenderung kehilangan gairah saat anak sedang bicara. Orangtua juga tampak sekedar mendengarkan sambil asyik sendiri dengan benda atau kegiatan lain. Akibatnya, anak mencontoh perilaku orangtuanya dan menganggap mendengarkan sambil beraktivitas lain menjadi sesuatu biasa. Mulai dari kebiasaan itulah, anak akan kehilangan kemampuan untuk memfokuskan diri pada suara.

Kebiasaan mendengarkan sambil melakukan aktivitas lain, lalu dipeliharanya dalam pikiran selamanya. Anak mulai mendengarkan orangtua sembarangan dan tidak fokus, akibatnya segala petunjuk orangtua tidak seratus persen dilakukan. 

Anak yang tidak berhasil mengikuti petunjuk orangtua lantas memicu kemarahan. Anak yang tidak merasa melakukan kesalahan selama proses mendengarkan petunjuk orangtua, lantas balik melawan kemarahan orangtua dengan kemarahan lain. Keduanya lalu bertengkar hebat karena kebiasaan salah saat mendengarkan perkataan orang.

Selain di rumah, kebiasaan salah itu dibawa sang anak ke sekolah. Sang anak asyik bermain sendiri saat guru sedang bicara menjelaskan pelajaran karena bagi mereka mendengarkan orang bicara dengan beraktivitas lainnya sudah biasa. Akibatnya, anak akan mengalami kesulitan untuk menangkap isi pelajaran dan membuat nilai mereka tidak bagus.

Orangtua yang melihat nilai anak tidak bagus, bukannya introspeksi dan menyadari kekurangannya, malah sibuk memarahi anak dan menekan mental anak dengan bermacam-macam pelajaran tambahan. 

Masalah kegagalan mendengarkan karena kebiasaan orangtua mendengarkan anak sambil melakukan kegiatan lain tidak diperbaiki, malah menambah masalah baru lain berupa pelajaran atau kegiatan-kegiatan yang membuat mental anak makin tertekan.

Jika kejadian ini terus berulang, maka pada saatnya nanti, sang anak akan berontak agar dia dapat keluar dari tekanan di dalam rumah. Mereka pun tidak segan meninggalkan orangtuanya untuk pergi bersama orang lain.

Orangtua sebaiknya memperhatikan cara sederhana ini agar anak kembali memiliki kemampuan yang baik untuk mendengarkan:

1. Biasakan Mendengarkan Saat Anak Bicara

Anak bukanlah boneka yang dapat mengeluarkan suara. Anak adalah manusia yang sama dengan orangtua memiliki jiwa dan raga. 

Salah satu kepuasan jiwa bagi seorang anak saat orangtuanya mendengarkannya bicara. Karena dengan orangtua mendengarkan anak bicara, maka anak merasakan perhatian dari orangtua dan mereka mendapatkan ruang khusus di hati orangtuanya. 

Mereka merasa memiliki sahabat baik untuk menjalani hidup. Dengan begitu, kepercayaan diri anak dapat berkembang serta bakat dan kemampuan lainnya menjadi lebih maksimal.

Sebaliknya, jika orangtua acuh tak acuh saat mendengarkan sang anak bicara, maka anak merasa orangtuanya tidak perhatian padanya. 

Bagi orangtua itu biasa. Bahkan, sebagian orangtua malah sengaja mengacuhkan anak saat mereka bicara agar sang anak kuat mental jika diacuhkan orang lain. 

Akhirnya, orangtua dengan pemikiran salah tersebut tanpa disadari melukai hati anak. Catatannya adalah urusan sang anak diacuhkan orang lain saat mereka dewasa, itu bukan urusannya sendiri dan bukan urusan orangtua. Tidak perlu orangtua melatih anak agar terbiasa diacuhkan orang lain.

Saat anak sedang bicara, maka sebaiknya orangtua menghentikan sejenak aktivitasnya. Umumnya, kebiasaan ini dilakukan saat anak ingin bercerita soal teman atau masalah lain yang dialaminya. 

Begitu pula saat orangtua yang memancing anak bicara dengan pertanyaan seputar kehidupannya. Saat itulah orangtua harusnya mendengarkan jawaban anak dengan seksama dan penuh perhatian. 

Jika orangtua bertanya soal privasi anak lalu orangtua mengabaikan jawaban sang anak, maka anak akan belajar untuk menjalani hidup secara basa-basi dan penuh kepura-puraan. Lama kelamaan, sang anak akan memilih diam dan malas menjawab pertanyaan orangtua yang penuh dengan kepura-puraan.

Tugas orangtua adalah menyayangi dan memperhatikan anak saat mereka bicara, sebab kebiasaan itu akan sangat melatih anak untuk perduli pada orang lain di lingkungannya. Termasuk mereka akan menyayangi dan memperhatikan orangtua dan mendengarkannya bicara saat sudah tua.

2.  Biasakan Bicara Bergantian

Proses komunikasi akan berhasil dengan baik saat orang-orangnya mengerti makna dari isi percakapannya. Pengertian terjadi saat orang-orangnya berbicara bergantian karena jika semua orang bicara bersamaan, maka suaranya akan bergabung dan hanya terdengar gaduh tanpa makna.

Untuk itulah, orangtua harus membiasakan diri untuk bicara setelah anak selesai bicara tanpa memotong pembicaraan anak. Dengan anak melihat cara orangtua melakukan pembicaraan yang teratur dengan tidak saling menyela pembicaraan, maka anak akan belajar untuk melakukan proses bicara bergantian. Aturan ini harus terus menerus dilakukan karena biasanya anak usia balita masih sering menyela pembicaraan orangtua.

Selanjutnya, ajarkan anak untuk berkata maaf sebelum menyela pembicaraan orang dewasa. Ajarkan anak untuk menunggu bicara saat mereka melihat orangtuanya bicara dengan orang lain. Memang tidak mudah melakukannya pada anak. Apalagi saat anak menyela pembicaraan dengan teriakan. 

Pasti orangtua akan mengikutinya dan usai itu membiarkan perilaku anak tanpa mengingatkan anak. Akhirnya, anak akan selalu berteriak saat mereka ingin bicara dengan orangtuanya. Baik itu saat orangtua sedang bicara dengan orang lain atau saat sang anak menyela pembicaraan orangtua.

Pembicaraan yang dilakukan secara bergantian akan melatih anak mendengarkan dengan baik sebelum mereka berpikir untuk menjawabnya. 

Kebiasaan ini akan membantu anak untuk mendengarkan penjelasan orang lain tanpa terus berpikir untuk menjawab orang lain.

Jika anak dibiasakan untuk menyela di saat orang lain bicara, maka anak akan mendengarkan orang lain sambil mencari jawaban untuk menyela pembicaraan. 

Sang anak akan kehilangan konsentrasi untuk menangkap informasi yang disampaikan orang lain. Akibatnya, mereka akan tumbuh sebagai pribadi egois dan hanya ingin didengarkan tanpa mau mendengarkan orang lain.

Sebaiknya, orangtua harus ingat dan paham aturan ini. Berhentilah berpikir anak itu masih kecil dan biarkan mereka seperti itu agar tumbuh alami. Bukankah semua pohon tumbuh alami? Namun, rumput di kebun jauh lebih indah dibandingkan rumput di pinggir jalan. 

Begitu pula dengan anak, jika sedari kecil mereka sudah dijaga tata kramanya, maka saat mereka beranjak besar, mereka akan tumbuh menjadi pribadi santun dan patuh sesuai kebenaran.

3. Tambahkan Ekspresi Saat Mendengarkan

Ekspresi adalah salah satu bentuk tanggapan positif untuk meningkatkan gairah orang lain agar semakin banyak tenaga dalam menyampaikan informasi. 

Ekspresi paling mudah adalah tersenyum. Saat seseorang tersenyum, maka semua orang yang melihatnya akan merasakan kehangatan dan perhatian. 

Kehangatan dan perhatian akan memberikan rasa nyaman dalam suatu percakapan. Kenyamanan akan menumbuhkan kedekatan antara sesama manusia. Kedekatan menumbuhkan kepercayaan. Lalu kepercayaan akan menumbuhkan persahabatan antara anak dan orangtuanya.

Anak akan melihat dengan detil semua ekspresi dari orangtuanya. Mereka sangat handal untuk melakukannya. Saat mereka melihat ekspresi datar dari orangtua, maka mereka sadar bahwa orangtua sedang dalam kondisi malas mendengarkan. 

Akhirnya, secara otomatis, anak akan menjauhi orangtua dan lebih memilih berbincang dengan orang lain yang dianggap mampu memberinya rasa nyaman saat bicara.

Ekspresi permintaan maaf terkadang perlu dilakukan saat orangtua kehilangan konsentrasi sewaktu anak sedang bicara. Katakan permintaan maaf pada anak dan memintanya untuk mengulangi kalimat yang sempat terlewatkan. 

Ekspresi maaf dari orangtua akan membuat anak merasa sangat dihargai. Mereka merasa perkataannya sungguh didengarkan serius oleh orangtua. Dengan begitu, mereka akan merasakan bahagia bicara dengan orangtuanya.

4. Hindari Memanggil Anak Tanpa Alasan Jelas

Orangtua kadang senang memanggil anaknya tanpa alasan jelas. Orangtua lupa jika anak juga punya urusan sendiri yang tidak ingin diganggu. 

Kebiasaan orangtua ini sepertinya harus diubah segera, karena orangtua yang memanggil anak sembarangan tanpa perintah atau kepentingan khusus akan dianggap menyebalkan bagi anak.

 Berikutnya, saat orangtua sungguh memerlukan bantuan dan memanggil anak untuk menolongnya, maka anak akan pura-pura tidak mendengar karena malas dipermainkan lagi oleh orangtuanya.

Orangtua memanggil anak hanya untuk keperluan atau kepentingan yang berhubungan dengannya. Urusan yang tidak melibatkan anak secara langsung sebaiknya tidak perlu memanggilnya. Cara ini juga melatih anak agar mampu mendengarkan orang lain dan konsentrasi saat menerima informasi dari orang yang memanggilnya.

Anak yang terbiasa dipanggil secara sembarangan akan mudah mengabaikan orang. Alasannya, karena anak tidak mau dipermainkan orang lain. Sang anak akan tumbuh menjadi pribadi tertutup dan mudah mencurigai orang lain. Akibatnya, sang anak menjadi mudah ragu-ragu dalam mengambil kesempatan untuk menjalin pertemanan di dalam lingkungannya. 

Jadi, orangtua sebaiknya menghampiri sang anak jika mereka hanya ingin memberikan pelukan atau ciuman.

5. Berikan Bukti dan Pujian dari Hasil Mendengarkan

Tunjukkan bukti nyata dari keberhasilan saat anak mendengarkan dan mengingat semua perkataan orangtua. Misalkan, saat ulangan harian, anak diminta mendengarkan petunjuk dari orangtua untuk belajar dari buku cetak.

 Lalu sang anak mengikuti petunjuk orangtua. Mereka belajar sungguh-sungguh dan saat ulangan, sejumlah materi dari buku ternyata keluar sebagai soal ulangan.

Orangtua harus menunjukkan kepada anak manfaat dari belajar sesuai petunjuk orangtua. Berikutnya, orangtua juga harus membuktikan kepada anak bahwa sejumlah soal ulangan harian memang berasal dari buku cetak. 

Lalu, katakan pada anak kalau mereka beruntung sudah mendengarkan dan menurut perkataan orangtua untuk belajar dari buku cetak.

Tambahkan pula kalimat pujian lainnya, seperti:"Coba kamu tadi mendengarkan orangtua dan tidak belajar dari buku cetak, kamu akan gagal menjawab soal. Kamu hebat anak sudah mendengarkan orangtua."

Bukti nyata dan pujian akan membuat anak mengerti pentingnya mendengarkan orangtuanya. Begitu pula dengan pembuktian lain dari semua ucapan orangtua. 

Untuk itu, orangtua harus bijaksana dalam mengeluarkan kalimat dari mulut. Anak menjadi malas mendengarkan orangtua bahkan mengabaikannya karena mereka menganggap perkataan orangtua penuh kebohongan. 

Kadang, anak malah mengacuhkan perkataan orangtua karena mereka merasa perkataan orangtua tidak masuk akal dan mengganggu kenyamanan hidup mereka.

Kelima cara sederhana di atas akan membuat anak mau untuk mendengarkan perkataan orangtua. Saat anak mendengarkan perkataan orangtua dan dia terbiasa melakukannya, maka sang anak akan mudah beradaptasi dengan lingkungan karena mereka terbiasa mendengarkan orang lain lalu belajar darinya.

Kebiasaan mendengarkan itu, jangan disalah-artikan sebagai aktivitas membosankan dan tidak berguna, sebab sebelum orang beraktivitas, terlebih dahulu mereka harus memiliki kemampuan untuk mendengarkan. 

Dengan kemampuan mendengarkan, maka orang akan mudah belajar karena mereka terbiasa menyerap informasi dari pengetahuan dan pengalaman lewat cerita-cerita orang.

Dengan kebiasaan mendengarkan, anak juga tidak mudah bosan saat mengikuti pendidikan. Mereka terlatih untuk mendengarkan meskipun orang yang bicara padanya sangat monoton dan membosankan. 

Untuk itu, kebiasaan mendengarkan haruslah ditanamkan sejak kecil kepada anak sehingga kebiasaan mendengarkan ini akan sangat menolong sang anak untuk menjalani kehidupannya. FIN.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun