Hari yang Paling Kunantikan
Tentang kerinduan yang menggumpal bagai sekumpulan awan hitam.
Lalu, ia melahirkan hujan.
Dibantu oleh angin
dan menyingkap gersang pada tandusnya hatiku.
Aku hanya tidak bisa membersamaimu.
Pada ruang dan waktu yang sama.
Lalu, kita dipisahkan jarak.
Sementara hujan masih mengguyur lebat.
Dan, kita tidak pernah tahu
bagaimana takdir memperlakukan kita.
Setelah perpisahan yang singgah pada ruang waktu ini.
Aku masih belum berhenti dari langkahku
dalam membersamai ketiadaanmu.
Dan, aku masih menggengam hati yang jasadnya direbut waktu.
Untuk sesaat aku sekarat.
Aku meletakkan sakit yang menghujamku.
Pada dipan keyakinan.
Bahwa kesungguhan dan ketulusan
akan melahirkan sebuah perwujudan mimpi.
Dan, kini kusaksikan.
Sekali lagi tatap mata beningmu
yang memenjarakan hatiku dulu.
Mengguncang segenap jiwa dan seluruhku.
Aku biarkan diriku.
Menggilaimu.
Hanya menggilaimu.
Menjadikan cintamu sebagai payung jiwaku.
Kala kesyahduan rindu memelukku.
Itu matamu
yang kujadikan cahaya cinta
yang menjadi simbol rindu
yang menjadi kunci penjara jiwa.
Maka, menetaplah
setelah perantaun panjangmu.
Kini, aku lebih sekadar dari siap
'tuk jadi rumah persinggahanmu.
Mengonsumsi cinta.
Hingga renta memintaku, meminta usia kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H