Dan, mereka yang dekat dengan Allah itu sangat senang begadang malam untuk menikmati lamanya sujud dan berdiri (sewaktu salat) di hadapan Allah.
Dengan demikian, adanya zikir menjadi jalan bagi tumpahan hati kita kepada Tuhan Semesta Alam. Bayangkan seandainya zikir tidak ada, bagaimana kita dapat menjalin hubungan dengan Allah setiap saat? Bukankah kekasih selalu ingin berdekatan dengan kekasihnya? Bukankah yang ditakuti oleh kekasih adalah saat putus hubungan dengan sang kekasihnya itu?
Di sinilah letak korelasi antara ibadah dan umur manusia dalam Islam, karena ibadah-ibadah yang Allah perintahkan bersifat seumur hidup.
Ibadah Haji, Idul Fitri, dan Idul Adha adalah ibadah tahunan.
Ada ibadah bulanan, Yaumul Ibad, yaitu puasa 3 hari di setiap pertengahan bulan Hijriyah.
Ibadah mingguan adalah salat Jumat. Dan, salat lima waktu merupakan ibadah harian dengan 'terminal kontrolnya' adalah salat Duha dan salat Tahajud.
Ada juga ibadah yang dilakukan setiap saat, di mana pun, kapan pun, dan bagaimana pun. Kita dapat melaksanakannya setiap detik, setiap helaan napas, dan setiap denyut jantung. Itulah zikrullah yang dimaksud di dalam surah Al-Baqarah ayat 152:
"Ingatlah (zikir) kepada-Ku, Aku pun akan ingat kepadamu,"
Kita menyebut nama Allah dan Dia pun menyebut nama kita. Bukankah kita bangga seandainya seorang presiden Indonesia menyebut-nyebut nama kita.
Nah, bagaimana lagi kalau pencipta langit dan bumi, yang mengatur alam semesta bersama bilun-bilun galaksi yang tunduk dalam kekuasaan-Nya, kemudian Dia menyebut-nyebut nama kita?
Pada akhirnya, rambu-rambu yang Allah tetapkan sebagai petunjuk hidup manusia bermuara dari dua hal, yaitu Al-Qur'an dan sunnah Rasulullah.