Oleh Ustadz Abdul Somad*
Untuk apa kita hidup? Pertanyaan ini terlihat sederhana, tetapi faktanya akal tidak manusia tidak bisa menjawabnya. Maka dari itu, Socrates pernah berkata, "Untuk bisa menjawab mengapa dan untuk apa kita hidup, diperlukan waktu 500 tahun."
Bayangkan, seandainya jawaban dari pertanyaan "Untuk apa kita hidup" hanya bisa ditemukan dengan mengikuti ucapan Socrates tersebut, bahkan usia seorang manusia mana pun saat ini tidak pernah mampu mencapai setengah angka 500. Singkatnya, kita tidak akan pernah menemukan jawabannya dengan hanya mengandalkan akal kita yang terbatas.
Mata kita hanya bisa melihat apa yang ada di sekitar kita sekarang. Kita tidak tahu dengan yang ada di luar sana. Maka, karena mata kita terbatas, itu berarti kita ini manusia yang lemah.
Telinga juga hanya bisa mendengar apa yang dibicarakan sekeliling. Dan, apa saja yang dibicarakan orang di luar sana kita tidak tahu. Itu artinya, kita adalah manusia yang lemah.
Demikian pula dengan akal, kita (akal) tidak bisa mengira akan ke mana diri kita setelah mati. Oleh sebab itu, kita adalah manusia yang lemah.
Karena Allah Maha Tahu, maka Dia kirimkan salah satu makhluk-Nya untuk menjelaskan "Untuk apa kita hidup", sedang berada di mana, dan akan ke mana setelah hidup nanti. Makhluk itu bernama Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam.
Jadi, jawaban Nabi tentang pertanyaan untuk apa kita hidup yaitu, "Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku." (Az-Zariyat: 56).
Bagaimana cara beribadahnya? Jawabannya, "Kami tidak mengutus engkau (Muhammad), melainkan sebagai rahmat bagi seluruh alam." (Al-Anbiya:107).
Seperti apa implementasinya? Al-Qur'an menjawab, "Sungguh, pada (diri) Rasulullah benar-benar ada suri teladan yang baik bagimu,"
Jika ada yang menanyakan tentang haid. Katakanlah, "Itu adalah sesuatu yang kotor." (Al-Baqarah: 222).
Jika ada yang bertanya tentang anak yatim, Al-Qur'an mempunyai jawabannya. (Al-Baqarah: 220).
Jika ada yang bertanya kepada tentang khamr (miras) dan judi, Al-Qur'an punya jawaban yang tegas. (Al-Baqarah: 219).
Jika ada yang menanyakan tentang apa yang yang mesti kita sedekahkan, Al-Qur'an pun sudah menyiapkan jawabannya. (Al-Baqarah: 215).
Dan, apabila ada yang bertanya tentang roh. Katakanlah, "Roh itu termasuk urusan Tuhanku, sedangkan kamu tidak diberi pengetahuan kecuali hanya sedikit." (Al-Isra': 85).
Â
Jadi, Al-Quran menjawab berbagai pertanyaan yang tak mampu dijawab oleh survei, lembaga riset penelitian, dan akal manusia.Â
Oleh sebab itu, kita yang sangat rendah dan hina ini sepantasnya mengaku lemah, berserah kepada Allah.
"Kuhadapkan wajahku kepada zat yang telah menciptakan langit dan bumi dengan penuh ketulusan dan kepasrahan dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang musyrik," (Al-An'am: 79).
Orang yang pada waktu weekend atau akhir pekan, yang semestinya jadi waktu santai rumah, tidur-tiduran, membalaskan sakit hati di hari Senin, Selasa, Rabu, Kamis, dan Jumat, tapi di hari Sabtu dia lebih mengikuti perintah Allah untuk bangun tidur dan salat Subuh, lalu bersusah payah menghadiri kajian,
Maka, yang membuat manusia melakukan hal itu semua adalah karena mereka mengerti makna dari "Untuk apa kita hidup."
Karena hidup untuk beribadah, maka saat mereka baru saja buka mata, ibadah yang pertama kali dilakukan yaitu, "Segala puji untuk Allah yang telah menghidupkan kita setelah mematikan kita. Dan hanya kepada-Nya lah kita dibangkitkan". HR. Bukhari)Â
Ketika memasuki kamar mandi, tempat yang dianggap najis, kotor, dan bau, itu akan menjadi ibadah manakala dia masuk menggunakan kaki kiri seraya mengatakan, "Sesungguhnya aku memohon perlindungan kepada-Mu dari (godaan) setan laki-laki dan setan perempuan."
Keluar dari kamar mandi juga menjadi ibadah jika dia melangkah menggunakan kaki kanan dan mengucapkan doa, "Dengan mengharap ampunan-Mu, segala puji milik Allah yang telah menghilangkan kotoran dari badanku dan yang telah menyejahterakan."
Mengapa dia minta maaf pada saat keluar dari WC atau kamar mandi? Karena selama di dalam, lidah yang diciptakan untuk beribadah tidak boleh menyebut nama Allah, maka ibadah (baca: zikir) yang dilakukannya saat di WC hanya terucap di dalam hatinya.
Kemudian, melihat wajah di cermin itu pun menjadi ibadah ketika mengatakan, "Segala puji hanya bagi Allah. Ya Allah, sebagaimana Engkau telah perindah tubuhku, maka perindah juga akhlakku."Â
Setelah itu dia berangkat dari rumah menuju masjid juga terhitung sebagai ibadah manakala mengucapkan, "Atas nama Allah, kami masuk (ke rumah), atas nama Allah, kami keluar (darinya) dan kepada Tuhan kami, kami bertawakkal."
Lebih jauh, setiap langkah kaki menuju masjid sama dengan menghapus dosa. Langkah kedua mengangkat derajat. Langkah ketiga menghapus dosa. Langkah keempat mengangkat derajat.
Tidak tanggung-tanggung, Allah mengangkat derajat siapa pun yang lebih dulu sampai di depan, baik laki-laki maupun perempuan.
Pada saat masuk ke dalam masjid, menggunakan langkah kaki kanan sembari berdoa juga bernilai ibadah. Begitu pun ketika keluar dari masjid menggunakan kaki kirinya lebih dulu sambil berdoa menjadi ibadah.
Duduk di dalam masjid sambil berdzikir dan menjawab panggilan azan terhitung sebagai ibadah. Salat qobliyah Subuh, apalagi salat wajibnya pun ibadah.
Pertanyaan-pertanyaan, kalau hidup ini cuman untuk ibadah, salat, membaca Al-Qur'an, zikir, bahagia dengan mencari nafkah?
Bagaimana dengan orang yang misalnya mau membuka ruko, berbisnis, berladang, menjalankan proyek, dan menernak ikan?
Ini yang wajib dipahami bahwa ibadah terbagi menjadi dua: ibadah mahdhah, yaitu ibadah yang tidak tercampur apa pun seperti salat, membaca Al-Qur'an, zikir, i'tikaf, dll. Lalu, aktivitas yang bukan ibadah, tetapi nilainya sama dengan ibadah.
Seorang yang masuk kantor dari jam 08.00 pagi sampai jam 04:00 sore adalah termasuk ibadah, karena kalau itu tidak ibadah berarti waktu habis begitu saja.
Termasuk ibu-ibu yang hamil sembilan bulan sepuluh hari adalah ibadah. Kalaulah sembilan bulan langsung itu tidak ibadah, betapa tidak adilnya Allah.
Kita yang duduk-duduk di masjid dapat pahala ibadah, sedangkan dia yang muntah dan mengidam tidak menjadi ibadah.
Lantaran segala aktivitas yang biasa kita lakukan selama ini bisa diniatkan untuk menjadi ibadah, maka hidup ini tidak akan mengenal lelah. Kenapa? Karena kita mengharapkan balasan yang terbaik dari Allah.
Sejauh ini kita telah sadar bahwa untuk mengetahui jawaban untuk apa hidup bukan dengan nalar otaknya, tetapi yang merasakan adalah hati dan yang bisa menyentuh hati itu adalah agama.
Salah satu mindset sekuler yang merusak manusia adalah memisahkan antara ibadah dan bekerja. Ibadah hanya dikerjakan di masjid, sedangkan di tempat kerja bukan atau tidak ibadah. Ini sangat fatal.
Maka jangan heran kalau ada orang ketika berada di dalam masjid untuk salat sangat khusyuk, tetapi di tempat kerja dia berkelakuan yang 180 derajat berbeda dengan di masjid. Kenapa demikian? Tidak lain karena berasal dari pemahaman yang salah, memisahkan pekerjaan dari ibadah.
Oleh sebab itu, pemahaman Islam mesti utuh. Semua adalah ibadah. Kalaulah gerak tidak ibadah, betapa menyakitkannya bapak-bapak polisi di jalan raya, terkena panas terik matahari, berkeringat, mereka tetap merasakan itu sebagai ibadah.
Tentara yang menjaga perbatasan darat, laut, dan udara sana, ketika datang kapal-kapal perompak yang ingin mencuri kekayaan dari alam kita, kemudian mereka harus mempertaruhkan nyawanya demi mempertahankan kedaulatan negara, maka itu mestilah ada nilai ibadah di dalamnya. Inilah yang dapat membangkitkan semangat kita dalam mengarungi kehidupan di dunia.
Maka, mesti dipahami dengan benar, di Masjidil Haram ibadah, di rumah pun ketika istri yang sedari pagi memasakkan suami, membuatkan minuman, membesarkan anak, menyusui anak selama dua tahun lamanya, melahirkan, semuanya adalah ibadah.
Maka dari itulah, kalau seorang istri meninggal dunia saat melahirkan, dia mendapatkan mati syahid.
Demikian jawaban atau penjelasan dari pertanyaan "Untuk apa kita hidup?" Semoga Allah selalu memberikan keberkahan pada usia kita, sehingga kita semua dapat memanfaatkan menjalani hidup sesuai tujuan manusia diciptakan.
*Tulisan ini merupakan rangkuman dari ceramah Ustadz Abdul Somad dengan judul asli "Untuk Apa Kita Hidup."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H