Mohon tunggu...
Sandi Novan Wijaya
Sandi Novan Wijaya Mohon Tunggu... Freelancer - Calon Diplomat

Sampaikanlah walau satu ayat.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Perbaiki Hatimu, Niscaya Rezeki Mengalir Deras

23 Januari 2024   22:01 Diperbarui: 25 Januari 2024   21:23 414
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Orang menjemput rezeki. (sumber: Dok. Pribadi)

Oleh Alm. Buya Syakur*

Sesungguhnya Allah akan memberi (rezeki) kepada manusia sesuai dengan kadar cita-cita, kejujuran, dan ketulusan atau keikhlasannya. Dan, 'alat takar' yang digunakan oleh Allah adalah berdasarkan loyalitas mereka kepada-Nya.

Dengan kata lain, bukan soal besar dan kecil, atau sedikit dan banyak, tapi Allah menghargai perbuatan baik kita berdasarkan kedalaman hati, ketulusan hati.

Karena apabila kualitas suatu benda dinilai hanya nilai menurut ukurannya, kubik meter dan berat jenis misalnya, itu artinya batu kali akan menjadi lebih mahal dari berlian, pasalnya berat dari berlian masih jauh lebih ringan daripada batu kali. Padahal, seandainya ukuran berlian sebesar telur, mungkin saja itu sama dengan satu juta truk batu (tak terhingga).

Dalam hidup keseharian, manusia tidak pernah terlepas dari aktivitas mencari rezeki, untuk makan, minum, maupun keberlangsungan hidup sekadar sehari semalam.

Manusia akan selalu mencari alat tukar bernama uang, yang dapat membeli apa pun, sehingga para agamawan bahkan selalu berdoa untuk meminta dilancarkan rezekinya berupa harta benda (kekayaan). 

Hal itu tentu sangat benar, tetapi penting juga untuk diketahui bahwa sebenarnya bentuk rezeki yang diberikan Allah kepada hamba-Nya tidak hanya berupa harta kekayaan, melainkan juga yang bersifat batin seperti kesehatan, kebahagiaan, kesalehan, ilmu dan lain sebagainya.

Karena Allah Ta'ala memberikan rezeki berupa yang dibutuhkan hamba-Nya, bukan yang diinginkan hamba-Nya. Bisa saja suatu saat kita berdoa meminta rezeki berupa uang, tetapi Allah mengabulkannya berupa kesehatan sepanjang usia, berupa ketentraman selama hidup serta kecerdasan bagi anak dan keturunannya. 

Syekh Muhammad Mutawalli asy-Sya'rawi, salah seorang ulama terkemuka abad ini membagi derajat rezeki dalam 4 tingkatan: 

Pertama, harta benda, merupakan rezeki paling dasar. Kedua, kesehatan, merupakan derajat rezeki yang tinggi. Ketiga, anak-anak yang saleh dan saleha, merupakan rezeki yang paling utama. Keempat, keridaan Allah Ta'ala, merupakan rezeki yang paling sempurna. 

Sehubungan dengan rezeki yang telah Allah janjikan untuk kita, dalam hal ini rezeki berupa uang, mungkin selama ini kita masih salah dalam memisahkan antara ikhtiar (kerja keras) dengan kehendak-Nya.

Bekerja 'mati-matian' bukan berarti kita pasti akan mendapatkan uang dari hasil jerih payah kita sendiri. Allah memang memerintahkan kita untuk bekerja dengan sungguh-sungguh dan banyak berdoa, tapi ikhtiar kita sama sekali bukan penentu, dan tidak terikat dengan rezeki.

"Dan berapa banyak makhluk bergerak yang bernyawa yang tidak mampu membawa (mengurus) rezekinya sendiri. Allah-lah yang memberi rezeki kepadanya dan juga kepadamu. Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (QS Al-Ankabut: 60).

"Allah telah mencatat takdir setiap makhluk sebelum 50.000 tahun, sebelum penciptaan langit dan bumi." (HR Muslim).

 

Selain itu, jumlah rezeki juga tidak datang oleh sebab kerja keras kita, tidak pula diukur dengan peluh yang kita keluarkan, tetapi dipicu oleh kualitas yang kita berikan, atay yang kita lakukan dalam berupaya mendapatkannya.

Analoginya seperti ini: seseorang yang punya tingkat intelektualitas yang tinggi, pengalaman yang panjang, tentu akan mendapatkan rezeki melimpah daripada yang tidak.

Di satu sisi, dalam satu hari, seorang buruh tani yang telah menjemur punggungnya di bawah matahari hanya akan mendapat bayaran Rp50.000, sedangkan seorang pengusaha kaliber internasional bisa mendapat penghasilan sebesar satu miliar rupiah dalam waktu yang lebih singkat.

Hal ini senada dengan pesan dari Imam Abu Hasan asy-Syadzili, "Ibadah hati jauh lebih baik daripada ibadah fisik."

Meski begitu, terlepas dari jenis pekerjaan apa pun yang kita memiliki sekarang, satu hal yang lebih utama: mari kita selalu mengedepankan ketulusan hati, karena Allah lebih mengetahui apa dan bagaimana rezeki yang terbaik untuk kita.

*Tulisan ini merupakan rangkuman dari ceramah Buya Syakur Baha dengan judul asli "Suasana Hati Menentukan Rezeki."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun